Pendidikan adalah akar suatu peradaban indikator berhasilnya suatu pendidikan adalah dapat dilihat dari apa yang dihasilkan dari pendidikan tersebut
Oleh. Dewi Sartika
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Saat ini kelakuan para generasi makin brutal dan jauh dari norma agama, mereka sering terlibat beragam kejahatan seperti tawuran pemerkosaan, pencurian, narkoba, dan lain-lain. Seperti kasus yang masih hangat yakni perang sarung yang terjadi di Bekasi dan mirisnya pelakunya masih berstatus pelajar.
Perang sarung seolah menjadi tradisi di bulan Ramadan dan perang sarung sesama pelajar kali ini memakan korban jiwa salah seorang korban berinisial Aa pelajar berusia 17 tahun yang tewas dalam tawuran perang sarung yang terjadi pada hari Jumat (15/3/2024) pukul 00.30 WIB di Jalan Arteri Tol Cibitung, Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi (CNN Indonesia, 16/3/2024).
Pemuda adalah generasi penerus peradaban sebagai aset berharga bagi suatu bangsa karenanya keberadaan pemuda wajib dijaga, dilindungi, dan dibina sehingga para pemuda memiliki pola pikir dan pola sikap yang benar dan sesuai dengan norma-norma agama. Sayangnya pada generasi saat ini mengalami kerusakan moral yang begitu parah sehingga tidak sedikit dari mereka terlibat beragam kejahatan.
Jika menilik kembali maraknya kenakalan remaja saat ini sangat erat kaitannya dengan sistem pendidikan yang ada, sebagaimana kita ketahui kurikulum pendidikan saat ini berasaskan pada sekularisme. Sistem yang menjauhkan agama dari kehidupan dan aturan agama yang seharusnya mengatur seluruh aspek kehidupan manusia kini dikesampingkan, ketika aturan agama dipisahkan dari kehidupan maka akan meniscayakan adanya kekacauan dan kerusakan yang amat luar biasa.
Pendidikan adalah akar suatu peradaban indikator berhasilnya suatu pendidikan adalah dapat dilihat dari apa yang dihasilkan dari pendidikan tersebut. Selain itu, pendidikan merupakan sarana untuk menjadikan para generasi menjadi manusia-manusia yang terpelajar, pintar, dan bermartabat. Sayangnya, sistem pendidikan saat ini gagal mencetak generasi yang memiliki kepribadian terpuji.
Tak hanya dari segi pendidikan yang rusak, peran orang tua yang seharusnya menjadi sekolah pertama bagi anak, benteng pertahanan bagi anak saat ini telah tergeser. Orang tua lebih memilih sibuk bekerja dibandingkan dengan memperhatikan, mengasuh, serta mendidik anaknya.
Selain itu, peran masyarakat dalam mengontrol para generasi pun Saat ini makin nihil. Karena kapitalis menjadikan masyarakat menjadi individu yang cuek terhadap lingkungan.
Pun yang menjadi faktor paling penting kerusakan generasi adalah hilangnya peran negara dalam menjaga generasi, padahal seharusnya negara yang berperan dan memikul tanggung jawab besar dalam memberi perhatian dan pelayanan serius terhadap pendidikan yang akan diberikan kepada generasi sebagai aset bangsa. Negara pun seharusnya secara intensif melakukan evaluasi terhadap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan agar berjalan dengan lancar efektif dan solutif. Namun sayangnya yang pemimpin yang demikian tidak kita dapati dalam sistem hari ini.
Berbeda halnya dengan sistem Islam yang menjadikan generasi adalah bagian dari masyarakat yang harus diperhatikan, dan dilindungi, sebab pada merekalah ujung tombak kegemilangan peradaban suatu bangsa.
Dalam Islam generasi akan betul-betul diperhatikan, dijaga, dan diberi perlindungan dari hal-hal yang menjerumuskan pada perilaku maksiat dan kerusakan. Islam memiliki tujuan mulia terhadap generasi yakni mencetak generasi yang bertakwa, cemerlang, dan takut kepada Allah. Generasi memiliki kepribadian Islam baik dari pola sikap maupun pola pikirnya.
Islam sebagai sebuah ideologi yang memiliki aturan paripurna yang dapat menyelesaikan seluruh problem kehidupan termasuk moral para generasi. Islam akan menjaga dan melindungi generasi dari perilaku dan pemahaman sesat dan merusak. Islam pun akan memberantas hal-hal yang memicu terjadinya kerusakan moral seperti narkoba, minuman keras, tawuran, seks bebas, serta konten-konten yang tidak mendidik lainnya.
Negara akan beri sanksi tegas bagi yang melanggar aturan, norma-norma, dan pelaku kemaksiatan, seperti halnya perang sarung yang terjadi saat ini. Bagi pelakunya akan diberi hukuman mati (qishas) bagi pelaku pembunuhan sebagai penebus dosanya. Namun jika keluarga memaafkan maka pelaku hanya membayar diyat kepada keluarga sebagai tebusan hukumannya. Dengan memberikan 100 ekor unta yang terdiri dari 30 ekor unta betina usia 3–4 tahun, 30 ekor unta jantan usia 4–5 tahun, 40 ekor unta betina yang sedang hamil sebagai tebusan hukuman.
Tujuan dari adanya peraturan ini adalah sebagai efek Jera bagi pelakunya, Islam memiliki sanksi jawazir dan jawabir. Jawazir (pencegah) tujuannya agar kasus serupa tidak terjadi kembali pada masa-masa yang akan datang. Sedangkan jawabir (penebus) dosa sehingga di akhirat tidak akan dipertanggungjawabkan lagi.
Dengan demikian, jika sistem Islam ditegakkan maka keberkahan akan menyelimuti bumi ini, tidak ada lagi kenakalan remaja, kerusakan moral para pemuda serta kemaksiatan-kemaksiatan lainya. Karena sistem Islam membentuk setiap warga negara menjadi pribadi yang memiliki ketakwaan dan rasa takut hanya kepada Allah SWT.
Wallahu a'lam bis shawwab[]
Generasi harus diselamatkan masa depannya dengan menerapkan sistem Islam
Keluarga aman, remaja senang, semua nyaman. Itulah gambaran jika sistem Islam diterapkan. Belum lagi keberkahan yang Allah turunkan.Semoga hidup bahagia di dunia yang akan membawa hidup bahagia di akhirat.