Adanya desa wisata disinyalir akan berdampak pada kerusakan lingkungan, merusak keseimbangan alam, semakin sempitnya lahan pertanian, dan lainnya.
Oleh. Hadi Kartini
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Desa wisata tercetus karena melihat potensi Indonesia sebagai negeri yang sangat elok. Dilewati garis khatulistiwa, mempunyai iklim tropis sehingga tanah Indonesia sangat subur. Indonesia pun mempunyai kekayaan alam yang sangat melimpah. Baik yang berada di darat, di perut bumi, bahkan di perairannya. Salah satu pesona Indonesia yakni terdapat pada pemandangan alam yang sangat indah, memanjakan mata siapa saja yang melihatnya.
Keindahan alam, adat istiadat, dan budaya Indonesia sangat beragam, merupakan potensi besar bagi pariwisata Indonesia. Untuk itu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno, mengembangkan potensi tersebut dengan tujuan bisa mendongkrak ekonomi masyarakat secara nasional. Dengan menargetkan desa-desa di Indonesia untuk dijadikan desa wisata.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno menargetkan pembentukan 6000 Desa Wisata selama tahun 2024 untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Usai mengisi kuliah umum Blue Ocean Strategi Followship (BOSF) di Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada hari Ahad (18/2/24), ia menjelaskan bahwa dari 80 ribu lebih dari desa di Indonesia, terdapat sekitar 7.500 desa yang memiliki potensi wisata.
Sandiaga Uno mengatakan, desa yang memiliki potensi wisata sekitar 7.500 dan 80 persen itu, sekitar 6000 desa harus dijangkau. Ia mengatakan, 6000 desa wisata tersebut nantinya dapat berkontribusi sekitar 4,5 persen terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) secara nasional. Jika 6000 desa wisata tersebut berhasil terwujud maka ada penambahan sekitar 4,4 juta lapangan kerja di bidang ekonomi kreatif (Republik.com,18/2/24).
Desa Wisata
Desa wisata merupakan program pemerintah untuk mengembangkan daerah sebagai tempat tujuan wisata. Melibatkan masyarakat secara langsung dalam pembangunan dan pengembangan kepariwisataan daerah masing-masing. Dengan tujuan, bisa meningkatkan kesejahteraan ekonomi sekaligus membuka lapangan kerja bagi masyarakat setempat. Untuk itu, masyarakat diharapkan meningkatkan keterampilan dan kreativitas untuk menarik wisatawan.
Pengelolaan desa wisata diserahkan kepada kelompok masyarakat, bisa juga dikelola oleh pemerintah daerah, badan usaha, atau pihak ketiga yang ditunjuk pemerintah daerah sebagai pihak yang bertanggung jawab mengelola desa wisata. Potensi-potensi yang dimiliki daerah setempat akan dikembangkan dan menjadi daya tarik bagi wisatawan. Baik dari keindahan alamnya, adat istiadat dan budaya, kuliner, atau apa saja yang menjadi ciri khas daerah tersebut.
Dikembangkannya desa menjadi desa wisata tentu diikuti pembangunan sarana dan prasarana penunjang. Pembangunan akan dibiayai dari APBD dan pihak-pihak keuangan lainnya, termasuk menggandeng investor. Jika pengelolaan melibatkan pihak ketiga, tentu keuntungan dari program desa wisata akan lebih banyak ke kantong pengusaha dibanding masyarakat setempat. Nah, bagaimana kesejahteraan masyarakat secara umum yang diimpikan akan meningkat jika keuntungan lebih besar masuk ke kantong pengusaha?
Dampak Desa Wisata
Desa wisata yang dikembangkan pemerintah, belum dapat dipastikan berpengaruh secara signifikan bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat secara umum. Faktanya, masih banyak masyarakat pedesaan yang masih berada dalam garis kemiskinan. Namun, adanya desa wisata disinyalir akan berdampak pada kerusakan lingkungan, merusak keseimbangan alam, semakin sempitnya lahan pertanian, dan lainnya. Akibat adanya pembangunan fasilitas penunjang desa wisata jika di bangun tanpa perencanaan yang tepat.
Tatanan kehidupan sosial masyarakat lambat laun juga akan terpengaruh dan berubah. Di mana warga desa sebelum adanya program desa wisata kental dengan norma-norma ketimuran. Setelah adanya program desa wisata, maka banyak wisatawan yang berkunjung, tak terkecuali wisatawan asing, dengan adat dan budaya yang sangat berbeda dengan kita. Sedikit banyaknya akan memengaruhi gaya hidup masyarakat setempat.
Terpengaruhnya kehidupan masyarakat dengan budaya Barat membuat kita sangat khawatir akan pengembangan desa wisata ini. Masyarakat akan cenderung mengikuti gaya hidup Barat yang serba bebas. Bisa jadi desa-desa yang selama ini memegang teguh nilai-nilai agama akan berubah dan terbiasa dengan adat dan budaya yang dibawa wisatawan asing. Kemaksiatan seperti prostitusi, adanya pergaulan bebas, atau perilaku-perilaku buruk yang lain bisa saja terjadi. Jika ini terjadi, lantas bagaimana kehidupan generasi kita yang terpengaruh pemikiran seperti ini?
Desa Wisata Kurang Tepat Tingkatkan Ekonomi Masyarakat
Pengembangan desa wisata merupakan program yang dibuat pemerintah supaya masyarakat dan daerah-daerah pedesaan bisa mandiri secara ekonomi. Tidak semata-mata bergantung pada APBD untuk mengembangkan daerah masing-masing. Ini adalah salah satu bentuk kurangnya tanggung jawab pemerintah dalam menjamin kesejahteraan masyarakat. Seharusnya pemerintahlah yang bertanggung jawab meningkatkan ekonomi masyarakat secara umum.
Jika pemerintah betul-betul mempunyai keinginan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat, pemerintah tidak perlu susah-susah membuat program desa wisata yang nilai ekonominya tidak seberapa. Pemerintah bisa mewujudkan cita-cita ini dengan mengubah sedikit peraturan tentang pengelolaan sumber daya alam yang kita miliki.
Saat ini, pengelolaan SDA sepenuhnya dikelola oleh investor baik domestik maupun asing. Dari hasil pengelolaan SDA saja, jika pemerintah bijak dalam pengelolaannya maka kemakmuran rakyat di bidang ekonomi bisa dicapai.
Pariwisata Bukan Sumber Pendapatan Negara
Berbeda dengan Islam, Islam memandang pariwisata bukanlah salah satu sumber pendapatan negara. Negara Islam (Khilafah Islamiah) memosisikan objek wisata sebagai bentuk dakwah dan propaganda. Keindahan alam yang merupakan potensi wisata adalah anugerah dari Allah Swt. Bagi seorang muslim anugerah ini akan menambah kesadaran akan ke Maha Besaran Allah sebagai Sang Pencipta alam semesta.
Sedangkan objek wisata berupa peninggalan-peninggalan kejayaan Islam masa lampau, pada diri kaum muslimin harus ditanamkan bagaimana hebatnya umat Islam pada masa itu. Mampu menghasilkan karya-karya yang sangat luar biasa, sehingga tumbuh rasa kagum kepada umat Islam yang terdahulu. Dan akan bertambah keyakinannya akan kegemilangan peradaban Islam yang pernah ada.
Bagi wisatawan nonmuslim, keindahan alam bisa memicu timbulnya keimanan akan keberadaan Sang Pencipta, yang memang sudah Allah anugerahkan pada diri setiap manusia. Dan peninggalan peradaban Islam bisa menjadi propaganda untuk nonmuslim. Bahwa, peradaban Islam itu memang betul-betul pernah berjaya pada masa lampau, dengan bukti peninggalan-peninggalan yang ada.
Objek wisata peninggalan sejarah dari peradaban lain, negara mempunyai kebijakan untuk tetap mempertahankan. Selama peninggalan tersebut merupakan tempat peribadatan kaum kafir yang masih dipakai, dengan ketentuan tidak boleh direnovasi. Jika peninggalan tersebut tidak dipakai dan tidak dipergunakan lagi, maka Khilafah berhak untuk menutup, mengubah, atau menghancurkannya. Selain tempat peribadatan maka Khilafah tidak akan mempertahankannya.
Khilafah akan memakai aturan Islam dalam mengelola objek wisata yang ada. Sehingga pemikiran-pemikiran di luar Islam yang berpotensi merusak akidah umat Islam tidak akan bisa memengaruhi tatanan kehidupan masyarakat.
Pandangan Islam
Khilafah tidak akan menjadikan objek wisata sebagai sumber pendapatan negara. Karena Khilafah mempunyai sumber penghasilan tetap yang masuk ke baitulmal atau kas negara. Yaitu dari pertanian, perdagangan, industri, dan jasa, ghanimah, fai, kharaj, dll. Dalam upaya menyejahterakan rakyat, Khilafah mempunyai cara-cara tersendiri, yaitu melalui bantuan tidak langsung maupun bantuan langsung.
Bantuan tidak langsung seperti mewajibkan laki-laki balig yang sanggup bekerja, untuk bekerja. Dengan bekerja laki-laki tersebut bisa memenuhi semua kebutuhan diri pribadi dan kebutuhan orang-orang yang berada dalam tanggungannya. Tentu saja dengan menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup. Bisa juga dengan jalan memberikan lahan pertanian serta modal untuk bertani, memberikan modal usaha, atau dengan memberikan pelatihan dan pembinaan terhadap salah satu bidang usaha.
Negara juga bisa memberikan bantuan langsung seperti menjamin penyaluran bantuan secara rutin setiap bulan. Atau dengan mendorong orang kaya untuk memberikan zakat, sedekah, atau infak kepada orang-orang miskin atau orang yang membutuhkan.
Negara memastikan industri kepemilikan umum tidak boleh dikelola oleh swasta maupun swasta asing, untuk menjamin tingkat produksi sekaligus menjamin kemakmuran rakyatnya. Karena hasil dari pengelolaan harta milik umum akan dikembalikan kepada rakyat. Baik secara langsung maupun tidak langsung.
Berdasarkan hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ahmad menyatakan,
"Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal yaitu padang rumput, air, dan api".
Kesejahteraan rakyat bisa diwujudkan dengan harta kepemilikan umum yang ada, yaitu sumber daya alam yang mempunyai potensi ekonomi yang sangat luar biasa. Wallahu'alam bissawab. []
[…] https://narasipost.com/opini/03/2024/desa-wisata-akankah-membawa-sejahtera/ […]
Tata kelola yang salah berakibat kepada masyarakat yang tidak teriayah dengan baik
Hem, SDA yang begitu melimpah yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat malah dilepas begitu saja ke swasta dan asing. Rakyatnya disuruh kreatif cari pendapatan sendiri termasuk membuat desa wisata untuk sumber pendapatan.
Program desa wisata hanyalah upaya menggenjot pendapatan negara dari sektor pariwisata. Meski pemerintah selalu menyebutnya demi rakyat, tetapi keuntungan rakyat tidaklah sebanding dengan keuntungan negara ataupun swasta yang diperoleh dari sektor pariwisata.
Beberapa kali berkunjung ke tempat-tempat wisata semacam ini. Penduduknya tetap belum sejahtera. Malah tempat wisata yang ramai justru didatangi para investor dari luar. Jafi yang kaya makin kaya, yang miskin tetap miskin
Ketika SDA sdh diobral ke asing dan Aseng, yg tersisa hanya alam yang indah, ya itu aja yg dijuali.
Padahal tanpa sadar semua yang dilakukannya justru mendekatkan kepada kemaksiatan hingga ke pelosok desa.
Desa wisata bisakah menjaga alam di desa tetap hijau karena tinggal di kota suasana tak lagi hijau.
Sepakat dengan opini ini. Mengapa kekayaan SDA tidak dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat. Pariwisata tidaklah banyak berpengaruh terhadap sember pendapatan.