“Miras akan tetap ada dan diperjualbelikan selama sistem sekuler kapitalisme yang menjadi dasar aturan di negeri ini. Sebab, orientasi dari sistem kapitalisme adalah mengejar keuntungan materi sebanyak-banyaknya, sehingga tak memedulikan status halal dan haram.”
Oleh. Lussy Deshanti Wulandari
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Bulan Ramadan sebentar lagi akan tiba. Untuk menjaga suasana agar kondusif, maka jajaran kepolisian di berbagai wilayah melakukan operasi penyakit masyarakat dengan razia miras (minuman keras). Tujuannya, agar masyarakat merasa aman dari dampak miras.
Di Bogor, Polresta Bogor menggelar razia ke sembilan tempat hiburan malam (THM) di Kota Hujan. Sebanyak 298 botol miras dari berbagai merek dan jenis disita. Di Tangerang Selatan (Tangsel), Satpol PP Kota Tangsel juga melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke sejumlah tempat hiburan. Dari hasil sidak tersebut, sebanyak 399 minuman beralkohol diamankan untuk dimusnahkan.
Operasi razia pun digelar Polres Indramayu di beberapa warung remang-remang yang diketahui menjadi lokasi jual beli minuman keras. Dari hasil razia tersebut, sebanyak 130 botol miras dengan berbagai merek berhasil diamankan. Begitu juga di wilayah lain, operasi razia miras jelang Ramadan pun digelar.
Upaya ini tampak baik, demi menghormati bulan suci dan mengurangi dampak miras yang menjadi pemicu kejahatan dan keresahan di masyarakat. Tetapi, sangat disayangkan jika razia miras ini hanya dilakukan menjelang bulan Ramadan saja. Bukankah masyarakat membutuhkan jaminan keamanan setiap saat?
Tak hanya itu, razia miras ini pun hanya menyasar pada miras ilegal, yaitu miras yang tak memiliki izin sebagaimana peraturan daerah yang ditetapkan. Ini artinya, jika legal, miras masih boleh diperjualbelikan, seperti miras yang dijual di hotel, bar, restoran, atau tempat lain sesuai peraturan perundang-undangan. Bukti lainnya, pabrik miras pun masih terus beroperasi.
Hal ini menunjukkan bahwa pemberantasan miras hanya dilakukan setengah hati. Pemangku kebijakan di negeri ini tidak benar-benar serius memberantas miras hingga tuntas. Mengapa bisa demikian?
Pertama, masih banyak permintaan miras di pasaran, baik di kalangan masyarakat maupun di sektor pariwisata yang akhir-akhir ini digenjot kembali oleh pemerintah. Bahkan untuk menarik wisatawan tersebut, peraturan terkait miras pun agak dilonggarkan.
Kedua, bisnis miras dinilai menjanjikan keuntungan. Terlihat dengan melantainya perusahaan miras di bursa saham, seperti PT. Delta Djakarta Tbk (DLTA), PT. Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI), PT. Hatten Bali Tbk (WINE), dan PT. Jobubu Jarum Minahasa Tbk — BEER (investasiku.id, 8/3/2023). Bahkan, Pemprov DKI Jakarta memegang saham terbesar di DLTA yang menguasai 210,20 juta saham (26,25 persen). Sehingga, mendapatkan dividen sebesar Rp60 miliar dari laba pada tahun 2021. (jakarta.bpk.go.id,20/6/2022)
Ketiga, pemerintah pun diuntungkan dengan mendapat cukai dari minuman beralkohol (minol). Misalnya, pada periode Januari–April 2022, Kemenkeu melaporkan penerimaan cukai minuman mengandung etanol tumbuh 25,9% per tahun menjadi Rp2,19 triliun. (katadata.co.id, 24/5/2022)
Keempat, miras akan tetap ada dan diperjualbelikan selama sistem sekuler kapitalisme yang menjadi dasar aturan di negeri ini. Sebab, orientasi dari sistem kapitalisme adalah mengejar keuntungan materi sebanyak-banyaknya, sehingga tak memedulikan status halal dan haram. Oleh karena itu, mustahil bisa memberantas miras secara tuntas dalam sistem ini.
Miras Biang Kejahatan
Konsumsi miras dapat berdampak buruk baik bagi kesehatan maupun psikologis. Bahkan dikatakan bahwa miras adalah biang dari segala kejahatan. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam An-Nasa'i, “Hindarilah khamar (miras dan segala jenisnya), karena itu adalah biang dari segala keburukan.”
Miras dapat menghilangkan akal sehat. Seseorang yang berada dalam pengaruh miras bisa dengan mudah melakukan tindak kriminal sekalipun. Seperti kasus aparat kepolisian yang menembak warga sipil di Sumba Barat disebabkan karena mabuk (liputan6.com, 9/1/2023). Belum lagi efek merusak pada kesehatan, seperti merusak jaringan saraf pusat, otak, ginjal, pencernaan, dan lain-lain.
Islam Berantas Miras
Islam diturunkan oleh Allah untuk mengatur kehidupan manusia. Islam bukan semata din, namun sistem kehidupan. Syariat Islam jika diterapkan dalam kehidupan dapat menjaga lima hal penting dan asasi, yaitu memelihara agama (akidah), memelihara diri/jiwa, memelihara keturunan, memelihara akal, dan memelihara harta.
Miras (khamar) haram dari zatnya, baik sedikit maupun banyak. Oleh karena itu, Islam mengharamkan miras baik bagi yang membuatnya, mengonsumsinya, dan yang mendistribusikannya. Rasulullah saw. bersabda,
“Allah telah melaknat khamar, termasuk orang yang meminumnya, orang yang menuangkannya, orang yang menjualnya, orang yang membelinya, orang yang memerasnya, orang yang mengambil hasil perasannya, orang yang mengantarnya, dan orang yang meminta diantarkan.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah dari Ibnu Umar).
Oleh karena itu, negara dalam sistem Islam akan benar-benar memberantas khamar hingga ke akar-akarnya, sebagai wujud penjagaan negara terhadap akal dan diri/jiwa manusia. Negara tak akan tergiur dengan keuntungan yang berasal dari sesuatu yang diharamkan Allah. Maka, investasi miras mutlak dilarang. Pabrik miras pun tak akan diberi izin beroperasi di wilayahnya.
Tak hanya itu, negara akan memberlakukan sanksi bagi siapa pun yang melanggar aturan ini dengan tegas. Inilah jaminan negara agar terwujud rasa aman dari miras di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu, jelaslah dalam sistem Islam, pemberantasan miras sangat mungkin dilakukan secara tuntas.
Wallahu’alam bish shawwab[]