Polisi Bertakwa Lahir dari Sistem Sempurna

”Polisi bertakwa tidak akan mau dibujuk atau disuap untuk kepentingan tertentu. Ia juga tidak akan mengambil keuntungan dari kekuasaan yang dimilikinya. Ia tidak akan berani bermain-main dengan amanahnya sebagai penegak syariat Islam.”

Oleh. Deena Noor
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Polisi adalah pemelihara keamanan dan ketertiban umum dengan menegakkan seperangkat hukum. Namun, apa jadinya jika penegak hukum malah melanggar hukum itu sendiri? Rusaklah pasti.

Seperti halnya kasus polisi yang menjadi calo penerimaan Bintara Polri baru-baru ini. Sejumlah oknum polisi melakukan pelanggaran hukum yang tidak hanya mencoreng muruah kepolisian, tetapi juga merugikan masyarakat. Sosok yang mestinya menjadi pengayom dan teladan justru melakukan tindakan tak terpuji.

Kenapa aparat bisa sampai melanggar hukum? Benarkah polisi menjadi calo karena kebutuhan, gaya hidup atau lemahnya sistem? Bagaimana Islam mencetak polisi yang amanah?

Saat Aparat Jadi Calo

Pemecatan tidak hormat akhirnya dilakukan Kapolda Jateng terhadap lima oknum polisi yang menjadi calo penerimaan Bintara Polri. Mereka adalah Kompol AR, Kompol KN, AKP CS, Bripka S, dan Brigadir EW. Kelima orang ini mendapat sanksi berupa Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH) pada Senin (20/3/2023). Sanksi tersebut ditetapkan berdasarkan aspek sosiologis, yuridis, dan psikologis. Lima orang tersebut telah terbukti melanggar Kode Etik Profesi Kepolisian. (kompas.com, 20/3/2023)

Lima orang polisi yang dipecat dengan tidak hormat tersebut sebelumnya melakukan praktik percaloan pada proses rekrutmen Bintara Polri di Jawa Tengah pada tahun 2022. Mereka terciduk saat operasi tangkap tangan oleh Divisi Propam Mabes Polri. Kelimanya sempat hanya dimutasi ke luar Pulau Jawa meskipun telah menerima uang miliaran rupiah dari percaloan tersebut. Namun, kemudian turun perintah dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memecat kelima oknum polisi tersebut. Aliansi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Polisi pun menuntut agar kelima polisi calo tersebut diproses secara pidana, bukan hanya etik.

Kapolri menegaskan jika masuk Polri gratis. Sejak dari awal rekrutmen hingga menjadi anggota polisi, masyarakat tidak perlu membayar. Kemampuan dan prestasi menjadi hal utama saat menjadi aparat penegak hukum. Ia meminta masyarakat untuk melapor jika ditemukan ada oknum yang memungut bayaran saat mendaftar jadi anggota polisi. Oknum tersebut akan ditindak tegas. (merdeka.com, 22/3/2023)

Sangat berbahaya jika praktik lancung semacam ini dibiarkan. Apalagi pelaku adalah penegak hukum yang harusnya menegakkan hukum dan menjalankan tugas memelihara keamanan masyarakat. Bagaimana bisa tertib jika aparatnya saja melakukan penyimpangan?

Bolehkah Menjadi Calo?

Menjadi calo pada dasarnya diperbolehkan. Calo memiliki arti sebagai orang yang menjadi perantara dan memberikan jasanya untuk menguruskan sesuatu berdasarkan upah. Calo disebut juga makelar. Seorang calo memberikan jasanya dengan membantu urusan pihak tertentu. Berdasarkan jasa tersebutlah, calo mendapatkan upahnya. Ada jasa, ada upah.

Namun, harus diperhatikan terkait urusan seperti apa yang ditangani. Jika urusan tersebut mengandung pelanggaran, maka jelas tidak diperbolehkan. Selama tidak ada unsur penipuan atau kebohongan yang merugikan pihak lain, maka tidak menjadi masalah.

Calo atau makelar hukumnya adalah boleh dalam Islam. Pekerjaan calo atau makelar disebut samasirah, sedangkan orangnya disebut simsar. Pekerjaan ini bisa dilakukan untuk memiliki harta secara sah menurut syariat. Imam Abu Dawud menuturkan riwayat dari Qais bin Abi Gharazah Al-Kinani yang mengatakan: “Kami pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam disebut dengan ‘samasiroh’ (para simsar). Kemudian (suatu ketika) kami bertemu Rasulullah dan menyebut kami dengan nama yang lebih baik dari calo. Beliau kemudian berkata: 'Wahai para pedagang, sesungguhnya jual beli itu bisa mendatangkan omongan yang bukan-bukan dan sumpah palsu. Maka, bersihkanlah dengan sedekah.'” (HR. Abu dawud)

Calo atau makelar yang diperbolehkan dalam Islam memiliki syarat: pekerjaannya jelas, upah atau komisinya jelas, upah tidak boleh terlalu tinggi atau yang mengeksploitasi kebutuhan masyarakat, dan percaloannya bukan untuk hal yang diharamkan oleh syariat.

Adapun yang dilarang dalam Islam adalah calo yang berbuat sewenang-wenang kepada pelanggannya seperti mengancam dan menindas. Calo tidak boleh berbuat curang, tidak jujur, atau tidak memberikan informasi yang sebenarnya. Tidak diperbolehkan pula bagi calo untuk memonopoli suatu barang yang sangat dibutuhkan masyarakat banyak.

Masalahnya, dalam era kapitalisme sekarang ini, segala hal diperbolehkan selama ada manfaat. Asas manfaat menjadi mindset manusia di sistem ini. Pemikiran ini membuat orang melakukan berbagai cara demi meraih tujuannya. Ini tentu saja akan menihilkan beragam norma dan aturan yang berlaku. Manusia merasa bebas berbuat apa saja tanpa takut dengan konsekuensi di belakang. Akibatnya, penyimpangan dan pelanggaran hukum akan marak terjadi.

Manfaat Jadi Standar

Sayangnya, mindset kapitalisme sekuler itu tak pelak juga melanda aparat kita. Sistem hidup yang jauh dari aturan Sang Pencipta telah membuat mereka mengalami disorientasi tujuan hidup. Ada faktor eksternal dan internal yang memicunya. Faktor pemicu eksternal adalah dari lingkungan budaya hedonistik. Gaya hidup ini lahir dari sistem kapitalistik sehingga membuat orang menilai kesuksesan dari materi yang bisa dimiliki.

Adapun faktor pemicu internalnya adalah keinginan untuk bisa eksis atau pamer. Ini merupakan salah satu penampakan dari adanya naluri mempertahankan diri atau gharizatul baqa’. Keinginan untuk memiliki pangkat yang tinggi atau materi yang banyak supaya bisa menunjukkan eksistensi dirinya. Meraih kedudukan setinggi mungkin atau mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya supaya bisa dipamerkan.

Penerapan kapitalisme sekularisme telah menjadikan masyarakat hidup dalam pemikiran yang berorientasi materi. Kesenangan hidup adalah segalanya hingga aturan tak dipandang. Materi menjadi tolok ukur keberhasilan dan kebahagiaan. Karena itu, manusia akan berbuat apa saja demi meraihnya. Halal dan haram tidak diperhatikan.

Ketakwaan individu pun lenyap tergerus oleh gaya hidup yang jauh dari aturan Sang Pencipta. Tak heran jika ada oknum polisi yang memanfaatkan celah sekecil mungkin untuk bisa mendapatkan keuntungan pribadi. Mereka lupa dengan kewajibannya dalam menjalankan hukum. Keinginan untuk meraih tujuan telah membutakan mereka dari hak masyarakat yang seharusnya dijaga. Mereka memanfaatkan kekuasaan yang dimiliki untuk mengambil keuntungan dari rakyat yang lemah. Mereka berubah dari penjaga hukum menjadi penjual hukum. Dengan segepok duit, mereka mewajarkan pelanggaran. Mereka pun telah menanggalkan muruahnya sebagai penegak hukum.

Inilah rapuhnya sistem buatan manusia. Akarnya yang lemah dan rusak hanya menghasilkan beragam kerusakan. Jangankan untuk menopang tegaknya hukum, yang ada malah menyuburkan pelanggaran terhadap aturan. Parahnya, pelanggaran juga dilakukan oleh aparat negara.

Polisi dalam Islam

Polisi dalam Islam merupakan orang-orang pilihan. Al-Azhari mengatakan bahwa polisi merupakan kesatuan terbaik yang terdiri dari para prajurit pilihan. Bahkan dikatakan lebih menonjol daripada tentara. Sebutan syurthah disematkan karena mereka memiliki ciri-ciri yang telah dikenal, baik dari pakaian maupun kemampuan geraknya.

Kepolisian atau syurthah telah ada sejak zaman Rasulullah memimpin Negara Islam di Madinah sebagaimana Imam Bukhari menuturkan riwayat dari Anas bin Malik: “Sesungguhnya Qais bin Saad di sisi Nabi saw. mempunyai posisi sebagai kepala polisi dan ia termasuk di antara para amir.”

Dalam kitab Ajhizah Ad-Dawlah Al-Khilafah disebutkan bahwa tugas polisi adalah untuk menjaga sistem, mengelola keamanan dalam negeri, dan melaksanakan seluruh aspek implementatif. Hal ini sebagaimana hadis di atas yang menyebutkan kedudukan Qais bin Saad sebagai kepala polisi yang berada di samping penguasa. Polisi berperan sebagai kekuatan implementatif yang dibutuhkan oleh penguasa untuk menerapkan syariat.

Polisi Bertakwa

Menjalankan peran penting sebagai penjaga sistem, maka tidak sembarang orang bisa menjadi polisi. Seorang polisi tidak hanya memiliki badan yang sehat dan keterampilan fisik yang baik, tetapi juga merupakan pribadi yang taat pada syariat.

Ibnu Azraq dalam Bada’ As-Silki fi Thabai’ Al-Mulki menyebutkan bahwa Khalifah wajib memilih polisi dari kalangan orang yang tsiqah (tepercaya) agamanya, tegas dalam membela kebenaran dan hudud, waspada, dan tidak mudah dibodohi.

Karena itulah, polisi dalam Islam merupakan sosok yang bertakwa. Ia akan selalu patuh pada aturan Sang Pencipta. Ketaatannya hanyalah kepada Allah taala. Ia menjalankan tugasnya karena mengharap rida Allah semata.

Polisi bertakwa tidak akan mau dibujuk atau disuap untuk kepentingan tertentu. Ia juga tidak akan mengambil keuntungan dari kekuasaan yang dimilikinya. Ia tidak akan berani bermain-main dengan amanahnya sebagai penegak syariat Islam. Ia tidak akan melanggar hukum, termasuk melakukan percaloan sebagaimana yang terjadi dalam sistem kapitalisme sekarang. Sebab, ia paham bahwa hal itu merupakan bentuk pelanggaran syariat.

Aparat penegak hukum yang bertakwa pada Allah Swt. hanya bisa terwujud dalam sebuah sistem yang sempurna, Islam. Sebab, hanya Islam yang mampu mengatur kehidupan manusia di segala sisi. Islam bukan sekadar agama ritual, tetapi juga mabda atau pandangan hidup yang memancarkan aturan lengkap. Aturan inilah yang kemudian diterapkan dalam kehidupan umat manusia.

Penerapan syariat Islam secara sempurna hanya bisa dilakukan oleh negara. Institusi tersebut bernama Daulah Khilafah Islamiah. Negara inilah yang akan memerintahkan seluruh perangkatnya untuk bekerja menegakkan hukum Allah dalam kehidupan manusia. Suasana ketakwaan akan tercipta sehingga bukan hanya masyarakatnya yang bertakwa, tetapi juga aparatnya. Masing-masing akan menunaikan amanahnya sebaik mungkin dengan spirit ketakwaan.
Wallahu a’lam bishshawwab[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Deena Noor Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Daun dan Akal
Next
NarasiPost.Com Membuatku Mencintai Dunia Literasi
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram