"Pada masa kekhalifahan, pengumpulan dan penggunaan zakat dan jizyah diatur dengan ketat dan harus dilakukan secara transparan dan adil. Dana yang terkumpul dari zakat dan jizyah harus digunakan untuk kepentingan umum, seperti pembangunan infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan, serta untuk membantu orang-orang yang membutuhkan."
Oleh. Maman El Hakiem
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Publik dikejutkan dengan cuitan-cuitan netizen yang menanggapi soal kasus pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo. Diberitakan bahwa Rafael tidak melaporkan harta Jeep Rubicon dan Harley Davidson di LHKPN-nya, serta kasus anaknya Mario Dandy yang menganiaya anak petinggi salah satu ormas pemuda.
Dalam kasus tersebut akhirnya terkuak banyaknya harta kekayaan para pejabat dinas pajak yang disinyalir ladang korupsi. Mengutip berita CNNIndonesia.Com (26/2/2023), Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tercatat harta kekayaan Dirjen Pajak Suryo Utomo pada 2017 mencapai Rp6,13 miliar. Selang empat tahun pada 2021, harta dia tercatat menjadi Rp14,4 miliar.
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa Dinas Pajak atau Kementerian Keuangan menjadi salah satu lahan basah para pejabat untuk meraup kekayaan. Tidak mengherankan jika banyak di kalangan mereka yang memiliki hobi istimewa seperti berkendara motor mewah. Padahal, jika dicermati pajak yang mereka himpun berasal dari mayoritas rakyat jelata di negeri ini dengan berbagai jenisnya.
Pajak Andalan Kapitalisme
Pajak seperti aliran darah yang terus dipompa dalam sistem kapitalisme. Hampir semuanya terkena pajak, mungkin hanya cahaya matahari dan udara segar di pagi hari yang belum terkena pajak. Beberapa jenis pajak yang umum diketahui masyarakat di antaranya:
Pertama, Pajak Penghasilan (PPh). Pajak ini dikenakan pada penghasilan yang diterima oleh orang pribadi atau badan usaha dalam satu tahun pajak. PPh terdiri dari beberapa jenis, seperti PPh pasal 21, PPh pasal 22, PPh pasal 23, dan PPh pasal 25.
Kedua, Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pajak ini dikenakan pada barang dan jasa yang dikenai PPN dalam setiap tahap produksi atau distribusi. PPN dikenakan oleh pelaku usaha yang memiliki omzet tertentu.
Ketiga, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Pajak ini dikenakan atas kepemilikan dan pemanfaatan tanah dan bangunan. PBB dikenakan oleh pemilik atau pengguna tanah dan bangunan.
Keempat, Pajak Barang Mewah (PBM). Pajak ini dikenakan pada barang mewah seperti mobil, pesawat terbang, perhiasan, barang antik, kapal pesiar, dan sejenisnya. PBM dikenakan atas dasar nilai barang yang tercantum pada surat faktur atau dokumen yang menyertai barang. Jenis pajak ini yang sekarang ramai dibicarakan karena menyangkut kendaraan-kendaraan mewah yang dimiliki anak pejabat.
Selain itu, masih banyak lagi jenis pajak yang dipungut pemerintah, seperti meterai dan bea cukai, bahkan pemerintah juga memperoleh pajak dari sumber-sumber lain seperti pajak hotel, pajak restoran, pajak reklame, dan sejenisnya.
Adapun mekanisme pemungutan pajak di Indonesia dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, sebuah lembaga di bawah Kementerian Keuangan yang bertanggung jawab atas pengelolaan pajak.
Sejak tahun 2021, pemerintah Indonesia mengumumkan program tax amnesty untuk memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak (WP) untuk melaporkan dan membayar pajak yang belum terbayar tanpa dikenakan sanksi atau denda. Program ini dilakukan untuk meningkatkan penerimaan pajak negara dan memperkuat kepatuhan WP terhadap peraturan perpajakan. Disinyalir banyak pengusaha dan pejabat yang tidak melaporkan harta kekayaannya karena besarnya tagihan pajak.
Dengan demikian, tampak jelas bahwa pajak dalam sistem ekonomi kapitalisme menjadi andalan pendapatan negara guna membiayai segala rencana proyek pembangunannya.
Hal yang berbeda dengan sistem Islam, pajak (dlaribah) disamakan dengan harta sedekah dari orang kaya untuk sekadar menutupi kas negara yang kosong, tidak menjadi sumber pendapatan utama negara. Fungsi pajak dalam sistem Islam dianggap sebagai instrumen untuk membangun kesejahteraan sosial dan mengurangi kesenjangan sosial.
Pengumpulan dan penggunaan pajak juga diatur dengan ketat. Pajak harus dikumpulkan secara transparan dan digunakan untuk kepentingan umum, seperti pembangunan infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan. Selain itu, pemungutan pajak juga tidak boleh menyebabkan beban yang berlebihan pada orang-orang yang membayarnya. Pajak adalah pungutan sementara terhadap orang muslim yang kaya saja.
Beragam Sumber Pendapatan Negara
Sebenarnya masih banyak istilah lain berkenaan dengan sistem keuangan dalam Islam. Semisal zakat, yang dalilnya:
"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka untuk membersihkan dan mensucikan mereka." (TQS. At-Taubah[9]: 103)
Selain itu, bagi mereka nonmuslim yang hidup berdampingan dalam negara Islam dipungut jizyah, dalil hukumnya:
"Kemudian jizyah dibayar oleh mereka dengan tangannya sendiri dengan sukarela dan merendahkan diri." (TQS. At-Taubah[9]: 29)
Terhadap harta rampasan perang (ganimah), harta penemuan (rikaz) juga dikenakan pungutan yang dinamakan khumus:
"Dan ketahuilah, bahwa apa saja yang kamu peroleh dari rampasan perang, maka sesungguhnya seperlimanya untuk Allah, Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan." (TQS. Al-Anfal[8]: 41)
Dengan beragamnya sumber pendapatan tersebut, pajak termasuk salah satu solusi terakhir yang dibebankan pada kaum muslim ketika kas negara benar-benar kosong. Sebagaimana diketahui dalam sistem Khilafah, keuangan negara berpusat pada baitulmal yang terdiri dari pos penerimaan dan pengeluaran.
Menurut Abdul Qadim Zallum dalam buku Sistem Keuangan Negara Khilafah , disebutkan bagian yang berkaitan dengan penerimaan atau pemasukan kas negara adalah jenis harta yang berasal dari zakat kaum muslim, jizyah dari nonmuslim dan hasil pengelolaan harta milik umum yang dikelola oleh negara untuk kemaslahatan seluruh rakyat, baik muslim maupun nonmuslim.
Sedangkan bagian pos pengeluaran adalah berkaitan dengan harta yang dibelanjakan dan seluruh jenis harta yang harus dibelanjakan, semisal harta untuk para mustahik zakat dan harta yang sifatnya pemberian dari negara untuk seluruh rakyat, semisal subsidi dan manfaat lainnya dari harta yang dikelola negara.
Sedangkan jizyah adalah pungutan yang dikenakan pada orang-orang nonmuslim yang hidup di negara-negara Islam sebagai pengganti kewajiban membayar zakat.
Pada masa kekhalifahan, pengumpulan dan penggunaan zakat dan jizyah diatur dengan ketat dan harus dilakukan secara transparan dan adil. Dana yang terkumpul dari zakat dan jizyah harus digunakan untuk kepentingan umum, seperti pembangunan infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan, serta untuk membantu orang-orang yang membutuhkan.
Adapun dlaribah adalah pajak yang diambil dari kaum muslim yang memiliki kelebihan harta setelah mereka mampu memenuhi kebutuhan dasar dan pelengkapnya secara sempurna, sesuai standar hidup tempat mereka tinggal. Pajak tidak dipungut kepada mereka yang tidak memiliki kelebihan harta. Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah saw. yang menerangkan, bahwa sebaik-baiknya sedekah adalah dari orang-orang kaya. Hadis riwayat Al-Bukhari melalui jalur Abu Hurairah. Wallahu a'lam bishawab.[]