"Dengan demikian, ketika kaum muslim lainnya diserukan untuk memberantas buta aksara, sedangkan support system dan orientasi kaum muslim bukan pada akhirat, maka hal ini akan sulit diwujudkan."
Oleh. Dia Dwi Arista
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Indonesia merupakan tempat bagi bermukimnya umat Islam terbesar di dunia. Namun, fakta ini tak lantas menjadikan Indonesia sebagai negara dengan ketaatan beragama yang baik. Bahkan sebaliknya, Indonesia adalah negara kapitalis-sekuler. Maka, tak mengherankan ketika ditemukan data 72 persen muslim di Indonesia buta aksara Al-Qur'an.
Data ini disampaikan oleh Wakil Ketua MPR, Yandri Susanto pada acara pengukuhan dewan pengurus pusat lembaga pembinaan literasi Qur'an di gedung DPR/MPR pada Minggu, 05 Maret 2023 (cnnindonesia.com, 06/03/2023). Ia pun mengajak semua muslimin untuk menyelesaikan persoalan ini. Lantas, apa sebab terjadi buta aksara Al-Qur'an di negara mayoritas muslim ini? Dapatkah kaum muslim mengatasi persoalan tersebut?
Sistem Tak Mendukung
Negara ini, meski mempunyai penduduk muslim terbesar di dunia, namun tak pernah sekalipun menerapkan aturan Islam dalam sistem pemerintahannya. Setelah merdeka dari penjajahan Belanda dan Jepang pada tahun 1945, negara ini dengan cepat mengambil demokrasi sebagai sistem negara.
Adapun kelompok Islam yang menginginkan syariat diterapkan, harus menelan pil pahit. Sebab, rumusan Pancasila yang tercantum dalam Piagam Jakarta dengan bunyi pada butir pertama, "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" harus dihapus dengan dalih terdapat penolakan oleh masyarakat Indonesia wilayah timur yang mayoritas beragama non-Islam.
Para perumus peraturan negara ini telah menentukan nasib bangsa dengan memilih demokrasi sebagai sistem/aturan negara. Hal ini juga tak luput dari campur tangan bangsa penjajah yang masih mempunyai pengaruh di Indonesia. Demokrasi yang notabene adalah sistem yang berasas dari ideologi kapitalisme bertolak belakang dengan syariat Islam.
Dalam kapitalis demokrasi, negara tak memiliki hak untuk menginterupsi keyakinan rakyatnya. Sebab, mereka menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM), dan berkeyakinan bahwa kepercayaan masyarakat adalah urusan privat yang harus dipisahkan dengan urusan negara (sekularisme).
Dari sini, maka jelaslah persoalan 72 persen kaum muslim Indonesia buta baca Al-Qur'an bukanlah urusan negara. Negara tak ada tanggung jawab dalam menjaga akidah rakyatnya. Negara hanya sebagai pengatur tanpa ikut campur dengan keimanan warganya.
Mirisnya, selain negara ini tak mau mengurusi keimanan warganya, dengan sistem kapitalis demokrasinya malah menjauhkan kaum muslim dari syariat itu sendiri. Betapa tidak? Sebab ideologi kapitalisme memiliki asas sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) yang berarti agama tidak boleh mengatur urusan duniawi. Hal ini sangat berbahaya. Akibat riilnya adalah jauhnya kaum muslimin dari Islam itu sendiri.
Sisi Lain
Menurut Yandri, buta aksara Al-Qur'an menjangkiti kaum muslim dari berbagai usia. Artinya, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga orang tua banyak yang tak bisa membaca Al-Qur'an. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal seperti:
1. Tidak adanya perhatian dari negara/ support system
Telah dijelaskan di awal, bahwa negara ini mengadopsi kapitalis-demokrasi yang tak akan pernah menganggap penting masalah agama dalam kehidupan rakyatnya. Oleh karena itu, membaca Al-Qur'an adalah hal yang tidak akan tebersit untuk dijalankan secara sistemis. Selain itu menurut kapitalis, mengaji tidaklah membawa keuntungan materi apa-pun juga tak memiliki kontribusi dalam perekonomian negara.
2. Anggapan bahwa sekolah formal lebih penting bagi anak
Tersebab kapitalisme yang menjangkiti mayoritas kaum muslim, para orang tua hanya fokus mendidik anaknya di sektor formal, yakni sekolah. Tujuannya pun tak jauh dari menghasilkan materi pada saat mereka dewasa nanti. Pendidikan merupakan investasi yang akan menjamin anak-anak mereka mendapat pekerjaan yang layak untuk menopang kehidupannya.
3. Tersibukkan dengan urusan dunia (sekolah, kuliah, kerja)
Lagi, dunia telah mengalihkan waktu kaum muslim dari agamanya. Dengan dalih sekolah full day, kesibukan kuliah, dan kerja, mereka menyampingkan urusan membaca Al-Qur'an dalam benak mereka. Orientasinya jelas hanya pada dunia. Membaca Al-Qur'an bisa jadi hanyalah pilihan ketika datang bulan Ramadan saja.
4. Hedonisme
Jika para salaf saleh menjadikan Al-Qur'an sebagai pusat dunianya, berbeda dengan kaum muslim hari ini. Muslim hari ini menjadikan kesenangan materi sebagai tujuan dan pusat hidupnya (hedonisme). Sedangkan melaksanakan perintah agama bagai belenggu yang mengikat kebebasan mereka.
Dengan demikian, ketika kaum muslim lainnya diserukan untuk memberantas buta aksara, sedangkan support system dan orientasi kaum muslim bukan pada akhirat, maka hal ini akan sulit diwujudkan. Meski banyak lembaga-lembaga wakaf Al-Qur'an yang tak lelah selalu mendonasikan juga mengajarkan Al-Qur'an, namun hal tersebut bukan solusi tuntas bagi banyaknya buta aksara Al-Qur'an yang harus diatasi. Sebab, masalah ini masuk dalam ranah sistematis.
Urgensi Mengenal Al-Qur'an
Bahasa Arab merupakan bahasa resmi dari agama Islam. Kitabnya pun turun dengan berbahasa Arab. Oleh karena itu, sebagai seorang muslim diwajibkan untuk mengenal huruf-huruf hijaiah sejak dini. Meski tak pandai berbahasa Arab, minimal seorang muslim dapat membaca Al-Qur'an dengan baik dan benar.
Allah Swt. berfirman dalam surah Yusuf ayat 2,
"Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya."
Penjelasan Imam Ibnu Katsir atas ayat di atas,
“Yang demikian itu (bahwa Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab) karena bahasa Arab adalah bahasa yang paling fasih, jelas, luas, dan maknanya lebih mengena lagi cocok untuk jiwa manusia. Oleh karena itu kitab yang paling mulia diturunkan (Al-Qur’an) kepada rasul yang paling mulia (Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam), dengan bahasa yang termulia (bahasa Arab), melalui perantara malaikat yang paling mulia (Jibril), ditambah diturunkan pada dataran yang paling muia diatas muka bumi (tanah Arab), serta awal turunnya pun pada bulan yang paling mulia (Ramadan), sehingga Al-Qur’an menjadi sempurna dari segala sisi.” [Tafsirul Qur’an Al-Adzim 4/366]
Dalam hadis riwayat Imam At-Tirmidzi, Nabi Muhammad saw. pun memberitakan betapa pentingnya seorang muslim belajar membaca dan memahami Al-Qur'an,
“Siapa saja membaca satu huruf dari Kitabullah (Al-Qur'an) maka dia akan mendapat satu kebaikan. Sedangkan satu kebaikan dilipatkan kepada sepuluh semisalnya. Aku tidak mengatakan alif lâm mîm satu huruf. Akan tetapi, alif satu huruf, lâm satu huruf, dan mîm satu huruf.”
Pun, hadis-hadis lainnya yang memberikan kabar gembira seperti adanya syafaat bagi orang yang membaca dan mengamalkan Al-Qur'an di hari Kiamat kelak, begitu juga dengan dipakaikannya mahkota kepada kedua orang tua yang anaknya rajin membaca dan menghafal Al-Qur'an.
Selain itu, Al-Qur'an merupakan sumber hukum utama bagi kaum muslim, dengannya kita berhukum dan menggali hukum. Kaum muslim dapat berjaya ketika mereka menerapkan Al-Qur'an dalam kehidupannya. Namun apa jadinya jika saat ini malah sebagian besar kaum muslim buta aksara Al-Qur'an? Bukankah hal ini termasuk kemunduran?
Ketiadaan Khilafah
Telah gelap satu abad lamanya Khilafah hancur di tangan musuh Allah. Hingga kejayaan dan kemuliaan Islam tertutup oleh kapitalisme sebagai penggantinya. Hanya dalam satu abad, kaum muslim begitu terpuruk dan terbelakang. Bahkan, sejarah kehidupan leluhurnya pun tak paham, hukum-hukum mulai dibredel dan ditinggalkan, sampai baca tulis Al-Qur'an juga disepelekan.
Menyadari hal ini, sesungguhnya hal yang paling urgen untuk dilakukan kaum muslim bukan hanya mengajari saudaranya baca tulis Al-Qur'an door to door, sebab cara tersebut tak akan memberi hasil signifikan. Cara yang paling ampuh untuk mengenalkan kembali Islam pada kaum muslim adalah dengan diterapkannya syariat Islam dalam peraturan negara.
Sebab, masalah yang timbul hari ini adalah masalah sistem yang tak mendukung bagi eksistensi Islam itu sendiri. Sehingga, kaum muslim butuh kembali pada aturan aslinya, yakni syariat Islam dalam bingkai Khilafah. Dengan diterapkannya syariat Islam, satu per satu masalah yang dihadapi kaum muslimin akan tersolusi dengan baik. Pun, dengan buta aksara Al-Qur'an yang tengah menjangkiti mayoritas kaum muslim hari ini.
Khilafah sebagai institusi penerap syariat akan memberikan pendidikan terbaik bagi setiap individu rakyatnya, baik dari akidah, keimanan, baca tulis Al-Qur'an hingga sains teknologi. Hal ini disebabkan karena khalifah bertanggung jawab secara langsung terhadap akidah rakyatnya, pun dengan kesejahteraan mereka.
Dengan demikian, hendaknya umat Islam mulai sadar akan urgensitas Khilafah di tengah-tengah kaum muslim. Sebab, karena ketiadaan Khilafahlah yang akhirnya menjadikan umat Islam terbelakang dan terjajah. Oleh karena itu, mari bersama-sama menyeru umat untuk menerapkan Islam secara kaffah. Allahu a'lam bishshowwab. []
Iya hanya kembali pada aturan Islam segala persoalan akan terselesaikan dg tuntas. Khilafah telah terbukti mampu menjadi mercusuar peradaban dan menyolusi setiap masalah yg mengadang. Khilafah selain sistem shahih juga merupakan kewajiban dari Allah Swt.