”Perubahan pemikiran sangat diperlukan untuk membangun sebuah negara adidaya. Pemikiran yang dilandasi akidah yang sahih akan menghasilkan perubahan hakiki yang membangun sebuah peradaban.”
Oleh. Diyani Aqorib
(Kontributor NarasiPost.Com dan Aktivis Muslimah Bekasi)
NarasiPost.Com-Apa yang ada dalam benak kalian ketika mendengar istilah negara maju? Tentu gambaran sebuah negara dengan teknologi canggih, strata ekonomi penduduknya tinggi, segala fasilitas umum yang mumpuni, serta mayoritas penduduknya pekerja keras. Mungkin itu sebagian gambaran tentang negara maju yang ada di benak masyarakat kita. Lalu bagaimana dengan Indonesia?
Sedari dulu Indonesia masuk dalam kelompok negara berkembang. Sebuah istilah yang memang sengaja disematkan oleh negara-negara Barat, untuk memberikan citra negatif kepada negara miskin bekas jajahan yang mulai menggeliat untuk membangun negaranya. Padahal, kemiskinan tersebut terjadi akibat perampokan yang dilakukan oleh negara-negara Barat tersebut.
Kini ketika Indonesia sedang berusaha menjadi negara maju berbagai potensi terus dikembangkan. Semua yang dianggap sebagai peluang terus digali. Terutama menjelang 100 tahun usia kemerdekaan Indonesia di tahun 2045 nanti. Visi Indonesia emas pun digulirkan demi meraih cita-cita menjadi negara maju dan unggul.
Dilansir dari viva.co.id, 26/2/2023, menurut Ketua Umum DPP IKA Universitas Diponegoro (Undip) Abdul Kadir Karding bahwa Indonesia memiliki peluang emas yang harus digali untuk pembangunan bangsa. Seperti bonus demografi, reformasi struktural baik dari segi sumber daya manusia (SDM) maupun teknologi, serta akselerasi transformasi ekonomi. Hal ini disampaikan dalam acara pengukuhan pengurus DPP IKA (2022-2027) pada Sabtu (25/2).
Namun, benarkah klaim bahwa bonus demografi, kemajuan teknologi, dan transformasi ekonomi dapat mewujudkan Indonesia menjadi negara maju di tahun 2045? Sudahkah ketiganya menjadi tolok ukur yang sahih untuk mewujudkan Indonesia menuju masa emasnya di usia satu abad kemerdekaan?
Tolok Ukur Semu
Indonesia diprediksi akan mengalami bonus demografi di tahun 2030-2040. Diperkirakan jumlah penduduk usia produktif mencapai 64 persen dari total penduduk. Tingginya jumlah usia produktif diklaim dapat mendorong Indonesia menjadi negara dengan ekonomi terbesar ke-4 di dunia. Mengingat potensi yang dimiliki antara lain sebagai salah satu pasar terbesar di dunia, kualitas SDM yang menguasai teknologi, inovatif dan produktif, serta memiliki kemampuan mentransformasi ekonomi.
Bonus demografi juga akan mendukung tingginya pertumbuhan ekonomi. Salah satu faktor utama dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi adalah infrastruktur. Sehingga, negara menggencarkan pembangunan infrastruktur guna mendorong produktivitas dan faktor-faktor produksi. Termasuk memperlancar arus barang dan jasa.
Namun, pada faktanya pembangunan infrastruktur tersebut lebih diprioritaskan pada industri manufaktur yang berorientasi ekspor. Jelas bahwa peningkatan ekonomi rakyat kecil dikesampingkan, sehingga tidak memiliki daya saing di pasar domestik maupun internasional.
Dengan begitu, bonus demografi maupun transformasi ekonomi tidak bisa dijadikan tolok ukur sebuah negara maju. Begitu juga dengan kemajuan teknologi. Kecanggihan teknologi tidak bisa dijadikan standar penilaian kemajuan sebuah negara. Semua itu adalah tolok ukur semu. Karena apa artinya jumlah penduduk yang banyak, taraf ekonomi meningkat, serta teknologi tinggi, jika akhlak generasi mudanya hancur, harga kebutuhan pokok mahal sehingga masyarakat sulit mendapatkannya. Belum lagi susahnya mendapatkan pekerjaan karena rendahnya daya saing dengan tenaga kerja asing. Serta yang paling utama adalah tidak memiliki kedaulatan karena masih ada dalam genggaman negara lain.
Lantas, seperti apa konsep negara maju dalam perspektif Islam? Tolok ukur apa saja yang menandakan sebuah negara disebut sebagai negara maju, bahkan negara adidaya yang menjadi jantung peradaban dunia?
Negara Maju Perspektif Islam
"Kemajuan tidaklah mungkin tanpa perubahan, dan mereka yang tidak bisa mengubah pikiran, maka mereka tidak bisa mengubah apa pun." (George Bernard Shaw, Peraih Nobel Sastra 1925)
Perubahan pemikiran sangat diperlukan untuk membangun sebuah negara adidaya. Pemikiran yang dilandasi akidah yang sahih akan menghasilkan perubahan hakiki yang membangun sebuah peradaban. Dari akidah inilah memancar aturan-aturan kehidupan yang akan membentuk sebuah sistem kehidupan sesuai fitrah manusia. Sehingga, peradaban yang dibentuknya pun merupakan peradaban yang mulia. Bukan hanya maju dari segi teknologi dan ekonomi, tapi juga terbentuk masyarakat yang berakhlak baik.
Sejarah membuktikan bahwa Islam pernah menguasai dua per tiga dunia selama hampir 13 abad lamanya dengan peradaban yang agung. Karena penerapan syariat Islam secara menyeluruh merupakan solusi kehidupan. Seperti sistem pendidikan dan sosialnya akan membentuk generasi penerus yang berakhlakul karimah, memiliki visi untuk memajukan daulah, berinovasi tinggi demi kebaikan umat, serta memiliki ketakwaan yang tinggi.
Pemenuhan segala kebutuhan primer rakyat dilakukan dengan penuh amanah. Segala kemudahan dalam pemenuhan kebutuhan hidup diurusi dengan benar. Dengan begitu rakyat bisa berkonsentrasi melakukan inovasi-inovasi mutakhir demi Islam dan daulah. Sehingga, Daulah Khilafah bisa menjadi negara maju yang kuat dan berdaulat. Tanpa adanya kekuatan negara lain yang menguasainya.
Ini membuktikan implementasi dari ajaran Islam yang menyeluruh akan menghasilkan peradaban emas. Seperti firman Allah yang tercantum dalam surah Ibrahim ayat 1, yang artinya: "Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji." []