“Masuk Jam 5 Pagi”, Akankah Mewujudkan SDM Unggul?

”Para pakar menilai, daripada menerapkan kebijakan yang membebani banyak pihak, sebaiknya Pemprov NTT fokus memperbaiki kualitas mutu pendidikan.”

Oleh. Muthiah Al Fath
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi sorotan sejak Gubernur Viktor Bungtilo Laiskodat menetapkan kebijakan “masuk sekolah jam 5 pagi” sebagai upaya memperbaiki kualitas SDM. Awalnya kebijakan itu masih sebatas uji coba untuk sekolah yang dinilai unggul, namun Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT telah mencatat 10 sekolah yang telah menerapkan aturan tersebut. (CNN Indonesia, 3/3/2023)

Lantas, mengapa kebijakan tersebut dinilai tidak berkorelasi dengan visi mewujudkan kualitas pendidikan di NTT?

Kebijakan Merugikan

Ketua PGRI Kabupaten Sumbawa Timur NTT, Melkianus Dju Rohi menegaskan dirinya menolak kebijakan tersebut. Meskipun jam masuk sekolah telah diundur menjadi pukul 05.30 Wita dan hanya berlaku untuk siswa kelas XII SMA atau SMK, namun ia menilai kebijakan tersebut akan membebani peserta didik dan guru.

Peserta didik terpaksa harus bangun lebih awal dan ini akan mengurangi durasi jam tidur malamnya. Padahal, usia rata-rata 15 hingga 17 tahun masih kategori anak yang membutuhkan waktu istirahat cukup. Belum lagi, kemungkinan untuk sarapan amat kecil karena mereka membutuhkan persiapan ke sekolah lebih awal, yakni antara Pukul 04.30-05.00 pagi, terutama bagi mereka yang berada di luar kota.

Saat di sekolah, materi yang disampaikan tidak akan maksimal terserap oleh peserta didik karena banyak dari mereka masih dalam keadaan mengantuk. Sehingga kebijakan ini bukanlah indikator keberhasilan pendidikan baik dari aspek biologis maupun psikologis.

Kemudian, pada rentan waktu sepagi itu banyak siswa yang masih kesulitan dalam mendapatkan transportasi umum ke sekolah. Belum lagi pada waktu tersebut rawan terjadi begal dan ancaman tindakan asusila, khususnya bagi para siswi maupun guru perempuan.

Kebijakan ini juga akan merugikan para guru, terutama bagi mereka yang sudah berkeluarga. Di mana mereka harus bangun lebih awal untuk mengurus keperluan keluarganya. Belum lagi ribuan guru honorer dengan upah jauh di bawah UMK/UMP (berkisar Rp200.000 hingga Rp700.000 per bulan) yang kalau dipaksa bekerja tentu akan terasa tidak manusiawi.

Masalah Klasik Sistem Demokrasi

Pengamat dan Praktisi Indra Charismiadji menilai bahwa keputusan Pemprov tersebut kurang relevan dan tidak ada kajian akademisnya. Meskipun kebijakan tersebut minim partisipasi publik dalam hal ini tenaga pendidik, namun Pemprov NTT tetap tidak akan mundur dari keputusannya tersebut.

Memang dalam sistem demokrasi cenderung melahirkan tipikal pemerintah yang selalu membuat kebijakan tanpa didahului kajian akademis. Hal ini menunjukkan betapa lemahnya para pemangku kebijakan dalam memahami hakikat pendidikan. Padahal, NTT adalah salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki tingkat kemiskinan tinggi dengan kualitas pendidikan rendah. Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik) tentang Indeks Pembangunan Manusia, tahun 2021, NTT menempati peringkat ke-32 di Indonesia.

Sementara pendidikan yang mapan akan meningkatkan taraf hidup seseorang menuju kesejahteraan seseorang di masa yang akan datang. Namun, kemiskinan menjadi faktor rendahnya tingkat partisipasi pendidikan di masyarakat. Hal ini terlihat dari masih tingginya angka berhenti sekolah, terutama siswa SMP yang tidak lanjut ke jenjang SMA atau sederajat.

Sedang penyebab rendahnya mutu pendidikan di NTT diakibatkan oleh sarana dan prasarana yang tidak mumpuni, kesejahteraan guru yang kurang mendapat perhatian, dan bentuk perhatian pemerintah akan pendidikan yang masih rendah. Alhasil, NTT terus mengalami peningkatan jumlah penduduk miskin, yakni dari 1.146.280 orang pada 2021 menjadi 1,15 juta pada September 2022 (meningkat sekitar 2,9 ribu).

Berdasarkan laporan dari BPS NTT disebutkan bahwa kenaikan harga BBM berpengaruh besar pada kenaikan angka kemiskinan tersebut. Kondisi itu berimbas pada naiknya harga barang dan jasa transportasi di wilayah pedesaan maupun perkotaan di NTT.

Oleh karena itu, pemerintah, tenaga pengajar, dan masyarakat harus lebih peka dalam menghadapi masalah ini. Di mana untuk meningkatkan SDM generasi penerus bangsa yang berkualitas tidak akan tercapai dalam sistem demokrasi. Beberapa problem klasik yang tidak terselesaikan dari dulu hingga saat ini menjadi bukti gagalnya ideologi sekularisme-kapitalisme dalam menyelesaikan masalah hidup manusia.

Akibat Sekularisasi Pendidikan

Hingga kini, peta jalan sistem pendidikan di Indonesia belum menemukan standar baku. Terbukti dengan berulang kalinya dilakukan pergantian kurikulum dan kebijakan. Ini semua menjadi bukti ketika sistem hidup yang hanya mengandalkan akal manusia menjadi niscaya terus mengalami perubahan mengikuti kepentingan dan nafsu pihak yang berkuasa. Termasuk kebijakan sistem pendidikan bagi generasi.

Setiap pergantian rezim yang berkuasa selalu membawa arah pendidikan sesuai visi yang ingin dicapainya. Sebab, tidak ada standar baku pendidikan dan visi yang berubah-ubah menyesuaikan kepentingan mereka. Namun dapat kita lihat, arahnya hanya mengukuhkan kapitalisasi pendidikan. Di mana lulusan-lulusannya dicetak mengikuti kebutuhan dunia industri dan disiapkan sebagai insan akademis yang siap kerja. Akhirnya, SDM unggul dilelang menjadi budak korporasi karena tidak mampu bersaing dengan kualitas pendidikan negara maju.

Sekularisme menjadi akidah sistem pendidikan saat ini semata-mata demi melanggengkan eksistensi kapitalisme global. Makin berkembangnya zaman pemerintah justru menunjukkan kegagalannya dalam merumuskan sistem pendidikan yang berkualitas bagi generasi. Padahal, sistem pendidikan ibarat ruh atau nyawa sebuah negara karena dari sini tercipta tunas-tunas baru yang akan membawa arah bangsa. Keberadaan generasi menunjukkan performa rakyat dan posisi bangsa dalam kancah internasional.

Akhirnya, tujuan mulia dari pendidikan mulai luntur. Para intelektual dan ilmuwan yang terlahir, berikut kecanggihan teknologinya tak berbanding lurus dengan terselesaikannya problematik umat manusia. Bahkan, krisis kemanusiaan makin terbentang lebar di berbagai belahan bumi pertiwi.

Solusi yang Ditawarkan

Para pakar menilai, daripada menerapkan kebijakan yang membebani banyak pihak, sebaiknya Pemprov NTT fokus memperbaiki kualitas mutu pendidikan. Misalnya dilakukan penguatan kapasitas guru melalui diklat atau pelatihan pembelajaran. Sebab, kualitas SDM guru di NTT masih perlu ditingkatkan dan diperbaiki.

Kemudian, perlu dilakukan peningkatan sarana dan prasarana untuk menunjang proses pembelajaran. Pemerintah juga wajib memikirkan pemenuhan gizi anak melalui program-program dan kebijakan yang efektif karena kualitas mutu pendidikan sangat bergantung pada SDM yang sehat.

Contohnya Finlandia, negara yang memiliki sistem pendidikan terbaik dunia, namun para siswa datang ke sekolah pada pukul 8 atau 9 pagi, dan selesai pukul 1 atau 2 siang. Oleh karena itu, dari pada mengubah jam berangkat sekolah, sebaiknya pemerintah memperbaiki sistem pendidikan dari fondasi dasar. Di mana sekolah juga tidak boleh terfokus pada lamanya jam belajar, namun juga harus melahirkan program-program edukasi bagi tenaga didik.

Solusi Islam

Allah Swt. berfirman dalam surah Al-Maidah ayat 50, “Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? Hukum siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini agamanya?”

Secara keimanan, seorang muslim seharusnya meyakini bahwa penerapan syariat Islam kaffah akan menyelesaikan berbagai persoalan hidup manusia dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk bidang pendidikan. Bukankah syariat Islam memang diturunkan Allah Swt. sebagai pemecah problem kehidupan (mualajah li masyakilil hayah).

Islam adalah agama yang memberikan perhatian besar terhadap pendidikan dan generasi muda. Pendidikan yang sesuai syariat akan menghasilkan generasi intelektual dan bertakwa, bukan generasi yang miskin moral, lemah, dan materialistis.

Rasulullah Muhammad saw. bersabda, “Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah: 224)

Dalam sistem pemerintahan Islam, hadis tersebut tidak hanya menjadi “slogan wajib belajar”, tetapi menjadi keharusan bagi pemerintah untuk menghadirkan sekolah gratis dengan berbagai fasilitas sarana dan prasarana yang inovatif untuk seluruh masyarakatnya. Tujuan dasar sistem pendidikan unggul dalam Khilafah adalah untuk mencetak calon pemimpin yang berkepribadian Islam, mampu berpikir cemerlang, dan siap menjadi pemecah segala permasalahan kehidupan. Sebab, generasi adalah abna’ul ummah (anak-anak umat) yang Rasul banggakan karena jumlah dan kontribusinya bagi Islam.

Karenanya dalam Daulah Islam, sistem pendidikannya bersifat universal. Artinya negara tidak hanya memberikan pendidikan gratis, namun juga bersifat inklusif dan komprehensif secara merata kepada semua masyarakat. Pendidikan bersifat fleksibel sehingga siapa saja dapat melanjutkan pendidikan di usia berapa pun. Pendidikan tidak terikat oleh waktu dan usia, pemilihan bidang keahlian, serta masa kelulusan disesuaikan dengan kemampuan masing-masing individu peserta didik.

Dalam daulah, selain rakyat diberi kesempatan menempuh pendidikan tanpa biaya sedikit pun, para guru juga digaji besar dan layak, serta sarana dan prasarana tersedia dengan kualitas terbaik, mutakhir dan memadai. Hal ini tidak mustahil karena seluruh SDA dikelola secara mandiri dan maksimal oleh negara sehingga APBN Khilafah lebih dari cukup untuk mewujudkan itu semua.

Sejarah telah mencatat kegemilangan pendidikan pada masa peradaban Islam, misalnya pada masa Khalifah Al-Ma’mun di Baghdad (tahun 813-833). Pada masa itu pendidikan Islam mampu mencetak generasi ulama, cendekiawan, dan ilmuwan yang faqih fiddin. Bagaimana tidak, pada masa itu para pelajar mendapat beasiswa berupa asrama, makanan, alat tulis, perpustakaan, lampu, dan uang saku satu dinar per bulan (± Rp4 juta).

Khalifah Al-Ma’mun (Khalifah ke-7) Dinasti Abbasiyah terbukti mampu membawa umat Islam mencapai puncak peradaban tertinggi pada masa itu. Saat yang sama, Khilafah juga mampu membawa masyarakat hidup sejahtera karena kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan mengalami kemajuan paling pesat pada masanya.

Khatimah

Meskipun maksud dan tujuan dari kebijakan Pemprov NTT baik, yakni demi meningkatkan kualitas SDM dan agar para peserta didik mampu masuk universitas terbaik, namun pemerintah juga perlu mendiskusikan kepada semua pihak untuk mengkaji indikator keberhasilannya. Sebab, visi dan kenyataan akan berjalan selaras dalam sistem pendidikan yang baik dan berkualitas.

Sedangkan mekanisme pendidikan unggul hanya dapat terwujud dalam penerapan syariat Islam kaffah yang berasal dari Zat Yang Maha Mengetahui. Islam kaffah mewajibkan kepala negara menjamin terwujudnya sistem pendidikan yang mampu menghasilkan generasi pembangun peradaban. Sehingga, keberkahan ilmu yang diperoleh menjadi bermanfaat dan berkah demi kemaslahatan umat manusia. Wallahu a’lam bishawwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Muthiah Al Fath Salah satu Penulis Tim Inti NarasiPost.Com. Pemenang Challenge NP dengan reward Laptop 256 GB, penulis solo Meraki Literasi dan puluhan buku antologi NarasiPost.Com
Previous
Pemilu dan Kebusukan Demokrasi
Next
Kebakaran Depo Plumpang, Pengabaian Negara yang Nyata Terpampang
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram