"Bagi mereka yang memiliki orang tua pejabat, kaya raya membuat mereka suka pamer harta dan merasa hebat. Sementara itu, masyarakat kelas bawah berjuang keras demi memenuhi kebutuhan hidup yang mengimpit akibat penerapan sistem ekonomi kapitalis."
Oleh. R. Raraswati
(Kontributor NarasiPost.Com dan Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
NarasiPost.Com-Perilaku amoral Mario Dandy mengisi setiap berita di televisi, media online maupun cetak. Sebagaimana dikabarkan tvonenews.com (27/2/2023), Mario, anak mantan pejabat negara Ditjen Pajak telah memukul, menendang, hingga menginjak kepala bagian belakang David. Kasus Mario tersebut merupakan satu dari beberapa kasus pemuda lain yang berperilaku serupa. Jika diamati, perilaku tersebut tidak lepas dari tontonan yang meracuni pikiran penontonnya, khususnya para pemuda. Mereka menjadikan tontonan sebagai panutan.
Pengaruh Tontonan
Emosi pemuda mudah tersulut di sistem sekuler ini. Mereka telah kehilangan panutan, sehingga tontonan menjadi tuntunan. Mirisnya, panutan yang benar justru menjadi tontonan semata. Sebagai contoh, ketika ada anak-anak muda rajin membaca Al-Qur’an, mestinya bisa dijadikan panutan karena begitulah seharusnya sebagai muslim. Namun, masyarakat sekadar menjadikannya sebagai sebuah tontonan, bahkan mereka dan media terkadang merespons negatif. Mereka menganggap pemuda yang suka baca Al-Qur’an telah ikut kelompok radikal, aliran keras, berbahaya, dan sebagainya.
Sebaliknya, ketika pemuda berperilaku seperti artis idolanya, maka akan mendapatkan apresiasi dan dibanggakan. Meski perilaku tersebut sama sekali tidak bermanfaat, bahkan melanggar syariat Islam. Sebagai contoh, ketika pelajar menjadi juara dansa. Masyarakat memujinya, bahkan memberikan apresiasi dan mendukungnya. Sungguh, umat muslim telah jauh dari ajarannya sendiri.
Gaya Hidup
Mario ternyata tidak hanya tega menganiaya orang, dia juga memiliki gaya hidup hedonis. Hal ini mendapatkan tanggapan dari Menkeu, Sri Mulyani, di akun Instagram @smindrawati (24-2-2023). Sri Mulyani mengecam gaya hidup mewah dan hedonis keluarga jajaran Kemenkeu. Ia menilai hal ini akan menimbulkan erosi kepercayaan rakyat. Dia menilai gaya hidup mewah sebagai pengkhianatan terhadap mereka yang bekerja secara bersih, jujur, dan profesional.
Pola Asuh
Gaya hidup mewah Mario juga sebagai wujud pola asuh yang salah. Pakar Kriminologi dan Kepolisian, Adrianus Meliala, menyatakan kemungkinan Mario mengalami trauma di masa kecil. Hal ini bisa dilihat dari emosi Mario yang tidak terkontrol sebagai akibat dari trauma tersebut.
Dugaan Adrianus diperkuat Rohika Kurniadi Sari, Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan dan Lingkungan KemenPPA, yang menyampaikan data susenas 2020. Pada data tersebut terdapat 3,73% balita yang pernah mengalami pola asuh tidak layak. Pengasuhan tersebut dapat berdampak buruk bagi perkembangan anak, karena hak-hak mereka tidak terpenuhi dengan baik. Anak tidak mendapatkan perlindungan, kesehatan yang kurang, bahkan tidak diperhatikan. Saat dewasa, anak dengan salah pola asuh menjadi mudah tersinggung, cepat putus asa, dan lemah.
Kesenjangan Sosial
Gaya hidup dan pola asuh anak bisa memperlebar kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin, terlebih dalam sistem kapitalis hari ini. Gaya hidup mewah memengaruhi interaksi sosial masyarakat, khususnya pemuda. Bagi mereka yang memiliki orang tua pejabat, kaya raya membuat mereka suka pamer harta dan merasa hebat. Sementara itu, masyarakat kelas bawah berjuang keras demi memenuhi kebutuhan hidup yang mengimpit akibat penerapan sistem ekonomi kapitalis.
Fakta kesenjangan sosial ini sangat terlihat jelas dari fasilitas yang dimiliki. Tempat tinggal, kendaraan, pakaian, cara berbicara, dan sebagainya. Mereka yang memiliki kekayaan melimpah seolah bisa berbuat semaunya kepada orang lain. Pun demikian dengan masyarakat dari kelas bawah yang hanya bisa diam, patuh kepada yang kaya meski itu salah.
Pejabat di Masa Khalifah Umar bin Khattab
Diriwayatkan oleh Ibnu Syabbah, bahwa Khalifah Umar r.a. menulis surat kepada Mujasyi’ bin Mas’ud. Isi surat tersebut adalah meminta Mujasyi’ merobek gorden-gorden yang dipasang istrinya, Khadirah, setelah memperbaharui rumahnya. Khadirah pun meminta orang-orang untuk masuk dan mengambil gorden-gorden tersebut untuk dihancurkan, meski ia membelinya dengan uang halal.
Khalifah Umar r.a. meminta para pejabat tidak bergaya hidup mewah ketika ada orang lain yang masih kekurangan. Khalifah melakukan audit kekayaan para pejabat secara rutin. Jika ditemukan harta berlebih dari yang telah ditetapkan sebagai pendapatan sahnya, maka pejabat tersebut harus menyerahkan kelebihannya kepada negara dan menjadi pemasukan baitulmal.
Khalifah Umar tidak hanya memerintahkan, tetapi juga menjadi teladan bagi masyarakat. Ia hidup sederhana, bahkan makan makanan yang sama dengan rakyat biasa. Begitu pula dengan rumahnya, sama dengan tempat tinggal masyarakat pada umumnya.
Kepemimpinan Khalifah Umar hendaknya menjadi panutan penguasa. Pemimpin negeri yang tidak hanya memperkaya diri sendiri dan golongannya, sementara rakyatnya menderita. Kalaupun ada pelanggaran syariat, ia menerapkan sanksi Islam dengan tegas yang bersifat sebagai zawajir (pencegah) juga jawabir (penebus dosa). Dengan demikian, jika ada pelanggaran syariat Islam, bisa segera diselesaikan sehingga tidak meluas di masyarakat.
Penguasa yang menerapkan syariat Islam mampu mewujudkan masyarakat yang memiliki cara pandang benar terhadap kehidupan. Hal ini telah Allah perintahkan dalam Al-Qur’an surah Ar-Ruum ayat 30 yang artinya, ”Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
Ayat di atas berisi perintah untuk tetap lurus pada agama Allah, tetap atas fitrahnya. Meski kebanyakan manusia tidak mengetahui. Dengan demikian, tontonan yang melanggar syariat Islam tidak akan pernah menjadi panutan umat. Sehingga, tidak ada lagi Mario lain di negeri ini.
Allahu ‘alam bish shawwab.[]