“Inilah gambaran buruknya tata ruang dalam kapitalisme. Penataan terhadap daerah pemukiman dan perencanaan kawasan tidak memperhatikan faktor keamanan dan keselamatan. Negara lalai ketika memberikan izin kepada warga untuk bertempat tinggal di kawasan yang berbahaya.”
Oleh. Deena Noor
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Jumat malam yang mencekam. Sebuah Depo Pertamina yang berdekatan dengan pemukiman warga meledak dan terbakar. Ledakannya tak ayal mengempaskan apa saja yang ada di dekatnya. Api juga menyambar rumah-rumah warga. Suasana mendadak hiruk pikuk. Warga berhamburan menyelamatkan diri. Jerit tangis menghiasi malam yang harusnya mulai terlelap.
Angin yang kencang membuat api makin berkobar. Depo Pertamina Plumpang itu mengalami kebakaran hebat. Akibatnya, banyak warga yang tinggal di dekat situ menjadi korban, meninggal, terluka, dan kehilangan rumah. Apa sebenarnya penyebab kebakaran di Depo Plumpang? Benarkah ini karena buruknya tata kelola? Seperti apakah Islam dalam melihat masalah ini?
Penyebab dan Dampak
Pada Jumat malam lalu (3/3/2023), kebakaran besar terjadi di Depo Pertamina Plumpang di Jalan Tanah Merah Bawah, Kelurahan Rawa badak, Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Api pertama kali muncul pada pukul 20.11 WIB yang berasal dari ledakan pipa bahan bakar minyak (BBM) di area depo. Api dengan cepat membesar karena banyaknya BBM di area tersebut. Embusan angin yang kencang membuat api menyambar area sekitar hingga pemukiman warga. (megapolitan.kompas.com, 5/3/2023)
Adapun dugaan sementara penyebab kebakaran adalah karena masalah teknis. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, mengungkapkan bahwa awal mula kebakaran terjadi saat pengisian BBM jenis pertamax dari Balongan. Rupanya, saat proses pengisian tersebut terjadi gangguan teknis yang memicu tekanan kuat sehingga api pun berkobar. (news.detik.com, 5/3/2023)
Kepolisian masih akan terus mendalami peristiwa ini. Pemeriksaan CCTV yang berada di sekitar lokasi dilakukan. Sejumlah saksi yang berasal dari warga sekitar, pihak keamanan, supervisor, dan operator dari pihak Depo Pertamina juga dimintai keterangan guna mengungkap lebih jelas lagi penyebab kebakaran.
Letak Depo Plumpang yang berada dekat pemukiman padat tak pelak memberikan dampak yang besar. Sejauh ini, kebakaran dahsyat di Depo Plumpang telah memakan 19 nyawa. Kebakaran tersebut juga menyebabkan 49 luka-luka, 3 orang hilang, dan seribu lebih warga mengungsi.
Dua Opsi Solusi
Peristiwa kebakaran Depo Plumpang turut menjadi perhatian Presiden Joko Widodo. Presiden menawarkan dua opsi solusi agar tragedi mengerikan tersebut tidak terulang lagi di masa depan. Yakni, memindahkan Depo Pertamina Plumpang ke Pulau Reklamasi dan merelokasi warga sekitar depo.
Menurut Jokowi, zona Depo Pertamina adalah berbahaya untuk ditinggali sehingga harus ada solusinya. Salah satu harus dipindah. Entah deponya atau warganya yang harus direlokasi. Relokasinya bisa di Pulau Reklamasi. Terkait kajian relokasi ini yang nantinya akan diputuskan segera. Jokowi juga memerintahkan Menteri BUMN dan PJ Gubernur DKI untuk memutuskan solusi mana yang akan dipilih. (finance.detik.com, 6/3/2023)
Insiden yang Berulang
Kebakaran Depo Plumpang pada Jumat (3/3) bukan pertama kalinya. Depo ini pernah terbakar hebat pada 18 Januari 2009 silam. Kebakaran tersebut mengakibatkan kerugian hingga sekitar Rp17 miliar dan menewaskan seorang petugas keamanan depo. Tidak ada korban tewas dari warga. Kebakaran disebabkan oleh faktor human error. Saat itu, terjadi gesekan antara slot ukur dan alat pengambil sampel BBM yang memercikkan api. Percikan api lalu menyambar BBM hingga menyulut kebakaran hebat. (bisnis.tempo.co, 5/3/2023)
Sebelum dua kali kebakaran di Depo Plumpang, insiden yang sama juga terjadi di kilang minyak Pertamina di Balikpapan pada 15 Mei 2022. Merunut ke belakang, kebakaran juga pernah terjadi di kilang minyak Balongan pada 29 Maret 2021 dan kilang minyak Cilacap pada 13 November 2021. Pada 12 Juli 2019 terjadi kebocoran minyak dan gas Pertamina di Pesisir Utara Jawa. Insiden pipa Pertamina yang meledak di lokasi kereta api cepat di Cimahi, Jawa Barat pada Oktober 2019. (cnnindonesia.com, 4/3/2023)
Berulangnya insiden mengerikan di Depo Pertamina menjadi bukti buruknya pemeliharaan negara dalam menjaga fasilitas yang strategis ini. Meskipun mungkin sebenarnya prosedur sudah ketat, tetapi faktanya kejadian buruk di fasilitas strategis Pertamina masih terus berulang. Ini menandakan bahwa prosedur yang ada masih belum memadai untuk menjamin keselamatan.
Musibah memang tak bisa dihindari. Namun, jika insiden berulang kali terjadi, artinya ada faktor keteledoran manusia. Harusnya pihak-pihak terkait belajar dari pengalaman agar masalah tak terus berulang. Bahwa ada yang salah dalam sistemnya.
Negara paling bertanggung jawab dalam memastikan standar keamanan dan keselamatan di kilang minyak bisa terpenuhi. Negara harus benar-benar melakukan segala upaya untuk menjaga keselamatan dari semua aspek. Sebab, ini berkaitan dengan nyawa manusia, baik petugas Pertamina sendiri maupun masyarakat sekitar. Belum lagi kerugian materi yang diakibatkan kebakaran dan terganggunya pasokan BBM.
Tata Kelola yang Buruk
Keberadaan Depo Pertamina yang sangat dekat dengan pemukiman warga menjadi masalah besar. Sebab, daerah sekitar Depo Pertamina adalah berbahaya karena banyak gas, aliran listrik, dan lainnya yang bisa terjadi kebakaran atau ledakan sewaktu-waktu. Tidak ada buffer zone yang memadai di antara Depo Pertamina dengan pemukiman warga.
Apalagi, daerah depo tersebut dahulunya adalah rawa-rawa sehingga secara alamiah tidak layak untuk dibangun pemukiman. Dari waktu ke waktu, justru makin banyak rumah yang dibangun di daerah tersebut. Daerah yang semula sepi dan bersih menjadi ramai dan kumuh. Makin tidak layaklah wilayah tersebut untuk pemukiman. Ancaman bahaya pun kian meningkat.
Namun, hal itu seperti dibiarkan. Meskipun sudah jelas berbahaya, tetapi tidak ada tindakan nyata untuk menghindarkan masyarakat darinya. Peristiwa kebakaran Depo Pertamina di tahun 2009 tidak menjadikan pihak berwenang mengambil langkah antisipatif yang terukur. Malah makin banyak rumah-rumah yang berdiri di sekitar depo. Bukannya menata ulang kembali kawasan dan merelokasi warga ke tempat yang aman, yang ada malah difasilitasi dengan air dan listrik. Jadilah warga tetap berdiam di sana.
Ini jelas ada pembiaran dan pemberian izin oleh pihak-pihak tertentu, sehingga area penyangga depo menjadi pemukiman padat penduduk. Tak mungkin warga bisa membuat rumah dan bertahan di sana selama bertahun-tahun tanpa sepengetahuan pemerintah setempat. Ditambah dengan pembentukan RT/RW dan pemberian KTP bagi warga, makin menunjukkan bahwa pemerintah merestui daerah sekitar depo tersebut untuk dijadikan tempat tinggal.
Inilah gambaran buruknya tata ruang dalam kapitalisme. Penataan terhadap daerah pemukiman dan perencanaan kawasan tidak memperhatikan faktor keamanan dan keselamatan. Negara lalai ketika memberikan izin kepada warga untuk bertempat tinggal di kawasan yang berbahaya. Negara juga abai dalam membuat kawasan penyangga untuk fasilitas strategis seperti Depo Pertamina tersebut.
Tata kelola yang dijalankan negara merupakan hasil dari penerapan prinsip-prinsip kapitalisme. Negara tidak menunaikan perannya sebagai pelindung dan pemelihara urusan rakyat. Negara malah membahayakan rakyatnya sendiri dengan membiarkan mereka tinggal di kawasan yang tidak layak dan tidak aman seperti di dekat Depo Pertamina.
Negara Abai
Negara juga mengabaikan tugasnya dalam memenuhi kebutuhan rakyat, termasuk papan atau tempat tinggal. Rakyat harus berusaha sendiri memenuhi kebutuhannya akan rumah dengan caranya masing-masing. Mereka yang berekonomi lemah jelas kesulitan dalam mendapatkan hunian yang layak dan aman. Akhirnya, mereka pun bertahan seadanya dan tinggal di tempat dengan tingkat kelayakan dan keamanan yang rendah.
Lahan-lahan yang semestinya bisa dimanfaatkan bersama, banyak dikuasai para kapitalis. Lahan-lahan tersebut dijadikan ladang bisnis kapitalis. Mereka membangun tempat tinggal eksklusif yang hanya bisa dijangkau oleh kalangan berduit. Kapitalisme merampas hak rakyat atas tanah demi kepentingan segelintir orang. Insiden Plumpang merupakan akibat dari pengabaian negara atas tugasnya dalam memelihara urusan rakyat. Negara gagal memberikan perlindungan dan menjamin kesejahteraan rakyat.
Butuh Negara Terapkan Islam Kaffah
Melihat insiden Plumpang dengan kacamata Islam, maka akan ditemukan beberapa hal. Yaitu:
Pertama, perencanaan pembangunan kawasan harus dibuat secara teliti dengan memperhatikan aspek keselamatan. Pembangunan dilakukan dengan mengikuti kondisi ekologis, sehingga dapat mencegah kemungkinan terjadinya bahaya di masa depan.
Kedua, tidak boleh membangun rumah di kawasan yang berbahaya. Untuk kasus Depo Pertamina, maka harus ada buffer zone atau zona penyangga yang memisahkan dari rumah-rumah warga. Lebarnya ditentukan setelah melakukan kajian lingkungan sekitar secara mendalam, bisa 50 meter atau 500 meter. Dalam jarak tertentu tersebut tidak boleh ada pemukiman. Area ini juga dipakai sebagai penghijauan. Pentingnya zona penyangga ini untuk meminimalisasi dampak jika terjadi insiden.
Ketiga, fasilitas strategis seperti Depo Pertamina harus dijaga dan dirawat agar tidak mengalami gangguan atau kerusakan. Pemeriksaan secara berkala terhadap alat-alat yang ada dilakukan dengan ketelitian tinggi.
Keempat, tentang tanah yang merupakan milik bersama. Siapa pun boleh memanfaatkannya. Tidak boleh dikuasai sendiri. Ketika ada tanah yang dibiarkan tak terolah lebih dari tiga tahun, maka menjadi hak siapa pun yang mampu menghidupkannya kembali.
Tanah akan dipetakan antara yang subur dan yang kurang subur. Tanah yang subur untuk pertanian dan perkebunan. Sedangkan yang kurang subur dipakai untuk industri dan pemukiman. Dengan begitu, rakyat tidak akan kesulitan mendapatkan tanah untuk ditinggali.
Peristiwa kebakaran Depo Plumpang seharusnya makin membuka mata kita bahwa persoalan kian menumpuk. Satu persoalan berkaitan dan diikuti dengan persoalan lain. Seakan tiada habisnya. Ini sistemis. Dibutuhkan peran negara di dalamnya.
Untuk itulah, penting adanya negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah. Penerapan Islam secara menyeluruh dalam kehidupan akan dapat menjawab berbagai macam persoalan dan menyelesaikannya secara tuntas. Rakyat membutuhkan negara dan pemimpin yang mampu menjalankan tugasnya dalam memelihara urusan rakyat. Negara adalah pelayan umat sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Seorang imam adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Wallahu a’lam bishshawwab[]