Jelang Ramadan: Harga Melonjak, Rakyat Sesak

"Banyak pihak menilai, berlimpahnya pangan tidak menjadi jaminan ketahanan pangan suatu negeri. Hal yang sangat fundamental adalah kemandirian dan independensi suatu negara dalam mengelola SDA yang dikaruniakan Sang Pencipta."

Oleh. Dr. Suryani Syahrir, S.T., M.T.
(Kontributor NarasiPost.Com, Dosen, dan Pemerhati Sosial)

NarasiPost.Com-Semerbak wangi Ramadan sudah mulai tercium. Aromanya membuat euforia kegembiraan masyarakat tidak dapat dibendung. Namun, menyambut bulan yang penuh kemuliaan ini, sebagian besar rakyat harus menghadapi kenyataan pahit. Pasalnya, harga-harga kebutuhan pokok melonjak naik. Mulai dari beras, telur, bawang putih, dan yang lainnya.

Jika ditelisik, akan ditemui fenomena seperti ini hampir setiap tahun berulang. Derita rakyat akibat melambungnya harga-harga terus terjadi. Bukan saja di Sulsel, tetapi hampir merata di seluruh wilayah Indonesia. Seperti dilansir dari laman metrotvnews.com (13/3/23), beras kualitas sedang naik dari harga Rp7 ribu/liter menjadi Rp10 ribu/liter. Sementara beras kualitas premium berada di kisaran harga Rp12 ribu/liter.

Untuk daerah Jawa misalnya, di Tangerang Selatan. Dikutip dari metro.tempo.co (11/3/2023), salah satu komoditas sayuran yang mengalami kenaikan harga cukup tinggi adalah cabai. Cabai rawit merah yang mencapai harga Rp80 ribu/kilogram dari harga semula Rp60 ribu/kilogram. Pun untuk cabai merah keriting dari harga Rp35 ribu menjadi Rp60 ribu per kilogram.

Kondisi ini sangat membebani masyarakat. Terlebih daya beli masyarakat memang sangat rendah di tengah karut-marutnya kondisi negeri. Mulai dari persoalan PHK massal, korupsi di instansi pelat merah, biaya pendidikan yang makin mahal, kerusakan lingkungan akibat keserakahan para kapitalis, kerusakan generasi akibat pergaulan bebas, dan segudang problem yang masih menghiasi nusantara tercinta.

Ironi di Tengah Berlimpahnya Pangan

Melonjaknya harga-harga kebutuhan pokok, terlebih jelang Ramadan seakan menjadi hal lumrah. Rakyat harus berpikir ekstra demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Padahal, Indonesia adalah negeri agraris. Menurut Departemen Pertanian AS (USDA), produksi beras Indonesia tahun 2022/2023 diproyeksi mencapai 34,64 juta ton. Angka tersebut terkategori sebagai produsen beras terbesar ke-4 di dunia.

Selanjutnya, Indonesia juga negara dengan keanekaragaman hayati (biodiversitas) kedua di dunia, baik jenis tumbuhan maupun hewan. Belum lagi berbicara sawit. Indonesia adalah penghasil sawit terbesar di dunia. Realitas ini cukup membuktikan negeri ini berlimpah pangan. Lalu, mengapa harga-harga komoditas dalam negeri terus melambung tinggi? Selanjutnya solusi yang ditempuh adalah membuka keran impor sebesar-besarnya?

Jika dianalisis problem mendasar kesemrawutan tata kelola di negeri ini, akan ditemui beberapa penyebab, di antaranya:

Pertama, negara tidak berdaya dalam mengendalikan harga pasar. Sistem kapitalisme dengan ekonomi kapitalisnya menyuburkan praktik-praktik yang membuka celah kecurangan/penyimpangan. Oligarki di bidang ekonomi tak bisa dihindari sebagai konsekuensi dari empat pilar kebebasan dalam sistem demokrasi. Salah satunya adalah kebebasan kepemilikan. Harga-harga terkesan bisa dipermainkan oleh para produsen besar dan mafia kartel di pasaran.

Kedua, terjerat dalam kesepakatan internasional. Indonesia banyak meratifikasi berbagai agreement internasional. Sehingga keran impor tetap dibuka, walau faktanya negeri ini berlimpah pangan dan SDA lainnya. Jeratan sistem kapitalisme melalui Agreement On Agriculture (AOA) adalah cara culas untuk merampok harta negeri-negeri yang kaya akan SDA, seperti Indonesia. Neoimperialisme terus dijalankan dengan beragam dalih, di antaranya perubahan iklim global.

Ketiga, supremasi hukum gagal menjamin stabilitas harga. Tidak adanya efek jera bagi para mafia kartel adalah bukti gagalnya negara menjamin kestabilan harga. Dampak dari hal tersebut adalah kenaikan harga yang dapat terjadi sewaktu-waktu, terlebih jelang dan sepanjang Ramadan. Faktor pemicunya juga sangat klasik, misal terjadi kelangkaan barang, kenaikan harga BBM, dll.

Kesemua kondisi di atas menegaskan bahwa negeri ini keliru dalam tata kelola pangan. Banyak pihak menilai, berlimpahnya pangan tidak menjadi jaminan ketahanan pangan suatu negeri. Hal yang sangat fundamental adalah kemandirian dan independensi suatu negara dalam mengelola SDA yang dikaruniakan Sang Pencipta.

Instrumen yang Khas dan Berkah

Islam punya cara pandang yang khas dalam mengelola semua kekayaan alam, termasuk perkara penentuan harga di pasaran. Berbasis akidah Islam, negara sebagai pelayan rakyat menjalankan perannya dengan maksimal. Menjamin kebutuhan pokok individu dan kebutuhan pokok publik secara murah, bahkan gratis.

Terkait harga-harga, ada hakim pasar ( qadhi pasar) yang siap siaga mengontrol kecurangan yang terjadi di pasar. Sanksinya pun tidak melalui mekanisme panjang dan mahal. Saat itu juga bisa diputuskan di tempat, tidak perlu ke pengadilan. Penguasa dalam sistem Islam bekerja sangat amanah, sehingga ruang kecurangan tertutup rapat.

Perkara harga juga beririsan langsung dengan pemenuhan kebutuhan pokok individu, sehingga negara memaksimalkan terkait pengurusan tersebut. Prinsip dasar kegiatan ekonomi dalam sistem Islam adalah konsep maslahat dan menjunjung tinggi asas-asas keadilan.

Adapun mekanisme pasar tecermin prinsip syariat dalam bentuk nilai-nilai. Secara umum dapat dibagi dalam dua perspektif, yaitu makro dan mikro. Nilai-nilai syariat dalam prespektif makro menekankan pada aspek distribusi, pelarangan riba, dan kegiatan ekonomi yang tidak memberikan manfaat secara nyata kepada sistem perekonomian. Sedangkan dalam prespektif mikro, menekankan pada aspek profesionalisme dan sikap amanah.

Selain itu, negara tidak akan membuka kebijakan impor jika persediaan dalam negeri melimpah. Instrumen impor hanya dilakukan jika kondisi urgen dan mendesak. Itu pun tidak mengambil langkah-langkah yang melanggar syariat, seperti utang ribawi. Negara akan mengupayakan semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyat, person to person.

Inilah sekelumit gambaran sistem Islam yang diterapkan oleh negara. Instrumen yang sedemikian detail akan membuat harga-harga menjadi stabil dan kesejahteraan rakyat akan terwujud. Paling penting adalah pelaksanaan seluruh aturan Allah Swt. sebagai bukti ketaatan kita sebagai hamba-Nya. Dengannya keberkahan insyaallah akan diraih. Aamiin!

"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan." (TQS. Al-A'raf: 96)

Wallahu a'lam bish shawwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com
Dr. Suryani Syahrir S.T. M.T. Kontributor NarasiPost.com
Previous
Membongkar Rasuah, Serius?
Next
Menjejak Dakwah, Menjadi Literat
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram