Ritual di Titik Nol: Tontonan Kesyirikan demi Eksisnya Singgasana Kapitalis

Ritual klenik yang diselenggarakan di titik nol IKN, menjadi bukti ke sekian kali bahwa sekularisme, akidah yang datang dari paham kapitalisme telah menjauhkan peran agama dari kehidupan. Bahkan paham ini pula yang menjadikan taraf berpikir umat kembali ke titik terendah. Individu, masyarakat, atau negara senantiasa memosisikan aturan manusia dan karya ciptanya berupa adat budaya lebih luhur dibanding aturan Sang Pencipta manusia.

Oleh. Uqie Nai
(Member AMK4)

NarasiPost.Com-Di tengah badai protes atas rencana pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan, Presiden Jokowi bersama petinggi daerah meresponsnya dengan ritual "Kendi Nusantara." Ritual ini menghadirkan puluhan kendi yang berisi air satu liter dan tanah dua kilogram, yang diambil dari lokasi tertentu dimana kepala daerah menjabat. Gubernur Jatim, Khofifah misalnya. Air yang dibawanya ke titik nol IKN adalah air yang diambil dari Sumur Upas Kedaton Majapahit dengan beberapa ritual yang dilaluinya. Sementara Gubernur Jambi, Al Aris, membawa air yang diambil dari kolam 'Telago Rajo', Candi Muara Jambi dan tanah dari pusat Kerajaan Melayu Jambi.

Dikutip dari laman kumparan.com (14/3), Presiden Jokowi didampingi ibu negara telah berada di titik nol (ibu kota Nusantara) berkemah bersama seluruh gubernur dari 34 provinsi di Indonesia, yakni sebelum prosesi penyerahan kendi esok harinya. Dalam ritual tersebut, Jokowi yang didampingi Gubernur Kalimantan Timur, Isran Noor, memasukkan tanah dan air ke sebuah gentong besar yang berada di titik 0 Nusantara.
Prosesi penyerahan tanah dan air diawali Gubernur Anis Baswedan, dilanjutkan Gubernur Aceh Nova Iriansyah, Gubernur Papua yang diwakili Asisten III, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X, Gubernur Sumatera Utara Edy Rachmayadi, Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan. Kemudian dilanjutkan dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi Ansharullah, dan begitu seterusnya hingga prosesi penyerahan kendi selesai.

Menurut Kepala Sekretariat Presiden, Heru Budi Hartono, inti dari prosesi penyatuan tanah dan air tersebut adalah berdoa dan memohon kepada Allah Swt., supaya program yang besar ini bisa berjalan dengan baik dan tentunya harus didukung oleh seluruh elemen masyarakat. Setelah acara usai, Jokowi dan para gubernur dijadwalkan juga melakukan penanaman pohon bersama di lokasi yang tak jauh dari tugu titik nol kilometer. Pohon yang ditanam adalah pohon khas daerah yang dibawa oleh masing-masing gubernur.

Kesyirikan Dipertontonkan Intelektual di Titik Nol

Tak ada yang patut dibanggakan dari ritual klenik yang dilakukan petinggi negara di titik nol IKN, selain rasa miris dan kecewa. Mereka yang seharusnya membawa kemajuan intelektual, justru mempertontonkan cara berpikir yang amat rendah. Meminta perlindungan kepada Allah Swt., tapi di waktu yang bersamaan menyekutukannya dengan ritual syirik. Kesyirikan beraroma budaya, bernuansa nasionalisme dan kebinekaan demi eksisnya ibu kota negara baru untuk para oligarki kapitalis.

Meski Indonesia memiliki beragam suku dan budaya, adat dan bahasa, namun mayoritas penduduk negeri ini adalah muslim, begitu pun pejabat yang duduk di pemerintahan. Sejatinya, aktivitas dari seorang muslim harus mencerminkan jati dirinya sebagai muslim yang terikat dengan norma agama, yakni Islam. Apa pun kegiatannya, keimananlah yang mestinya menjadi tolok ukur, boleh tidaknya prosesi klenik dilakukan, bukan sebaliknya, menjadikan adat dan budaya sebagai prioritas amal, sementara akidah dikesampingkan.

RM Teguh Supriyanto, Budayawan dari Universitas Negeri Semarang (Unnes) menyebut acara penyatuan tanah dan air dari 34 provinsi itu menjadi simbol kebangkitan semangat nasionalisme dalam membangun ibu kota baru RI. Menurutnya, tanah dan air menjadi simbol kesuburan dan lambang kekuatan. Penulis buku Sarining Kasusastran Jawi itu menganggap ritual Kendi Nusantara tidak bisa dibaca menggunakan konteks agama tapi memandangnya harus dengan konteks kebudayaan. (Jpnn.com, Rabu, 16/03/2022)

Ritual klenik yang diselenggarakan di titik nol IKN, menjadi bukti ke sekian kali bahwa sekularisme, akidah yang datang dari paham kapitalisme telah menjauhkan peran agama dari kehidupan. Bahkan paham ini pula yang menjadikan taraf berpikir umat kembali ke titik terendah. Individu, masyarakat, atau negara senantiasa memosisikan aturan manusia dan karya ciptanya berupa adat budaya lebih luhur dibanding aturan Sang Pencipta manusia. Negara yang mengadopsi sekularisme, tak memiliki kepentingan menjaga akidah umat Islam dari praktik kesyirikan, apa pun bentuknya. Negara hanya bertanggung jawab terhadap langgengnya ideologi kapitalisme dalam wujud undang-undang dan bermacam megaproyek kapitalis, termasuk IKN.

Islam, Solusi Kebangkitan dan Penjagaan Akidah

Klenik yang masih diadopsi petinggi negara telah mengingatkan pada fakta sejarah sebelum Islam datang. Kehidupan umat manusia, terutama masyarakat Mekkah dan sekitarnya berada dalam kedangkalan berpikir yang teramat rendah. Hal ini tampak dari praktik penyembahan terhadap berhala (paganisme), Tuhan yang mereka bentuk sendiri dari tanah, kayu, atau roti. Namun, begitu Islam hadir ke tengah mereka, peradaban manusia mengalami kemajuan yang luar biasa, karena Islam membawa kebangkitan berpikir umat secara sahih, sebagaimana perintah Allah Swt. kepada Muhammad saw. tentang tauhidullah (QS. al-Ikhlas: 1-4).

Begitu pula firman Allah dalam surah an-Nisa ayat 36 dan 48 tentang larangan menyekutukan Allah dan konsekuensi hukumnya. "Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun…." (TQS. an-Nisa: 36)

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh, dia telah berbuat dosa yang besar." (TQS. an-Nisa: 48)

Meski perintah Allah ini diperuntukkan untuk seluruh kaum muslimin, namun ada taklif khusus yang dibebankan pada pemimpin negara sebagai raa'in dan junnah (perisai). Sebagai raa'in (pengurus), pemimpin negara bertanggung atas semua hal yang diurusnya, yakni rakyat (HR. al-Bukhari). Sementara sebagai junnah, ia menjadi tempat berlindung kapan saja masyarakat butuh perlindungan. Perlindungan ini mencakup kewajiban untuk menjaga akidah umat Islam dari berbagai penyimpangan, pendangkalan, serta penyesatan sebagaimana syariat Islam berfungsi menjaga agama, akal, jiwa, harta, dan keamanannya (maqashid asy syariah).

Untuk itu, negara akan bertindak tegas atas praktik syirik yang terjadi di masyarakat dengan cara memilih dan memilah budaya dan tradisi masyarakat. Jika bertentangan dengan syariat Islam, maka negara akan meluruskan atau menghapus secara total tradisi tersebut.
Selain melindungi Islam itu sendiri, negara Islam berperan juga melindungi agama lainnya, dengan syarat, pemeluknya menjadi ahli dzimmah. Islam membiarkan mereka dalam agamanya; Kristen, Yahudi, Hindu, Budha dan sebagainya. Terhadap aliran-aliran sesat, negara Islam akan menghentikan aktivitas mereka, membubarkan jemaah atau organisasinya. Adapun orang-orang yang terjebak pada aliran sesat tersebut, negara akan memberikan pendampingan berupa pembinaan hingga ia kembali pada akidah yang lurus, memberikan pemahaman, menjelaskan kesesatan dan kepalsuan ajaran tersebut dengan bukti dan argumentasi yang mampu memuaskan akal pikiran dan perasaannya.

Dengan tanggung jawab yang ditunjukkan negara dalam sistem pemerintahan Islam, tak akan terjadi aktivitas kezaliman dan kesyirikan sebagaimana saat ini ketika negara menjadi kepanjangan tangan kapitalisme. Islam benar-benar menjadi solusi sahih atas keterpurukan berpikir umat dan mengembalikannya pada kemajuan intelektual hakiki.
Wallahu a'lam bi ash shawwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Uqie Nai Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Presiden Baru Korsel Antifeminis, Akankah Perlindungan Hak Perempuan di Negeri Ginseng Terealisasi?
Next
Stunting, Bukan Sekadar Masalah Gizi
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram