Regulasi Suara Azan, Islamofobia Makin Berkumandang

"Umat Islam harus waspada terhadap ide-ide nyeleneh kaum sekuler liberal yang hendak memadamkan syiar azan atau ajaran Islam lainnya. Umat Islam harus menyadari bahwa Islam adalah sebuah identitas sejati dan azan adalah bagian dari syariat Islam yang harus terus dikumandangkan secara lantang."

Oleh. Ummu Zamzama
(Forum Hijrah Kafah)

NarasiPost.Com-Kontroversi soal ajaran Islam kembali disuguhkan di hadapan publik. Kali ini pernyataan seorang pejabat publik yang menyoal suara azan. Sehingga menurutnya, dibutuhkanlah sebuah regulasi untuk mengatur azan agar tidak "bising" karena mengganggu telinga.

Azan berkumandang bukan ajaran kemarin sore, tetapi tiba-tiba hari ini dianggap gangguan, bahkan dianalogikan bak gonggongan hewan. Wajar, dalam platform sekularisme, apa saja bisa jadi dalih, terutama dalih toleransi. Frasa "takut" mengganggu saudara-saudara yang berbeda agama pun menjadi alibi.

Negeri ini mayoritas muslim, tetapi nuansa sekuler lebih mendominasi kehidupan umat beragamanya. Regulasi soal azan contohnya, justru lahir dari pejabat publik yang muslim. Tak heran, banyak pihak menduga hal ini untuk menutupi alergi terhadap panggilan salat, terutama di kalangan kaum liberal.

Masyarakat Nusantara, berabad-abad lamanya hidup dalam naungan Kesultanan Islam dan merasakan kedamaian mendengar lantunan azan. Nyaris tidak terdengar protes atau kritik tentangnya, termasuk dari kalangan nonmuslim. Justru hari ini, ketika Nusantara mengadopsi paham sekuler demokrasi, ada pejabat publik muslim yang meregulasi suara azan karena merasa takut tidak toleran terhadap nonmuslim. Sungguh perasaan takut yang hiperbolis akibat menderita mental inferior kronis.

Ketakutan lebay ditambah diksi yang tidak selektif dalam statement- nya sebenarnya mencerminkan bentuk paranoid terhadap syiar Islam, syariat Islam dan kebangkitan umat Islam. Jelas sekali, mereka menderita islamofobia. Mereka terus berupaya meredam dan mencari-cari dalih agar Islam tidak memasuki panggung kehidupan publik, terutama Islam politik. Mereka takut kalau umat Islam kembali menerapkan Islam dalam seluruh aspek kehidupan yang menjadi kunci kemenangan, kemuliaan, dan keamanan bagi kaum muslim bahkan bagi dunia secara menyeluruh sebagaimana era kekhalifahan dahulu.

Di sisi lain, efek samping islamofobia menyebabkan kebutaan mereka terhadap problematika krusial strategis yang mengancam negeri. Ibarat pepatah, kuman di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tidak tampak. Semestinya, pejabat publik berkaca dahulu sebelum melempar tudingan. Problem moral seperti pemurtadan marak, perzinaan di kalangan pelajar membuat gempar, praktik perdukunan dan bentuk kesyirikan justru tidak tersentuh penyelesaian tuntas, bahkan terkesan dibiarkan meningkat dari waktu ke waktu. Padahal, dalam kacamata Islam, kesemuanya adalah bentuk jarimah atau kejahatan. Negara memiliki tanggung jawab menyelesaikan. Belum lagi persoalan korupsi, ketamakan oligarki, kisruh IKN, sengkarut BPJS, kenaikan berulang bahan pangan dan seabrek persoalan lain yang juga tak kunjung terselesaikan.

Kembali ke persoalan azan, negara yang katanya berasas Ketuhanan Yang Maha Esa semestinya punya andil besar dan bersungguh-sungguh dalam menjaga akidah umat dari berbagai penyimpangan, menjaga kesucian nasab dan masa depan generasinya sebagai tanggung jawab estafet kepemimpinan bangsa. Upaya strategis apa yang sudah ditempuh untuk itu semua sehingga sempat-sempatnya mengusik sesuatu yang seharusnya tak perlu diusik? Bukankah, negara seharusnya menjaga umat beragama (Islam) agar menjalankan kewajiban salat, salah satunya melalui azan? Semestinya negeri mayoritas muslim ini punya regulasi bagi mereka yang sengaja meninggalkan kewajiban salat. Semata agar mereka menunaikan kewajiban agung, karena salat adalah tiang agama. Bukankah ini peran strategis negara? Terkait fondasi keimanan warga negara yang darinya akan berpengaruh terhadap perilaku keseharian mereka.

Rasulullah saw. bersabda dalam hadis yang diriwayatkan Abu Dawud dan Tirmidzi, bahwasanya “Hal pertama yang akan dihisab kelak di hari pembalasan adalah salat. Apabila salatnya baik, maka akan baik pula amal-amalnya. Dan apabila salatnya rusak, maka akan rusak pula amal-amal lainnya.” Salat menjadi benteng yang menjaga diri kita dari perbuatan keji dan maksiat. Hal ini disebutkan dalam Al-Qur'an surah al-Ankabut: 45 yang artinya, “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur'an) dan dirikanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah perbuatan keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah lebih besar keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Rasulullah saw. pun menegaskan dalam hadisnya bahwa salat menjadi pembatas atau pembeda yang tegas antara seorang muslim dan orang kafir. “Perjanjian antara kami dengan mereka (orang kafir) adalah mengenai salat, barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” (HR. Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah).

Senada dengan hadis tersebut, Umar bin Khattab juga menyatakan, “Tidak ada Islam bagi seseorang yang tidak menegakkan salat.” Karenanya, Nabi saw. dan para sahabat bermusyawarah tentang bagaimana cara memberikan notifikasi kepada masyarakat kapan datangnya waktu salat. Ada yang mengusulkan dengan menabuh genderang seperti orang-orang Yahudi. Ada pula yang menyampaikan dengan memukul lonceng seperti orang-orang Nasrani. Hingga seorang sahabat bernama Abdullah bin Zaid menyampaikan mimpi di mana ia ditalqin kalimat-kalimat azan dan ikamah.

Maka, bersegeralah Abdullah bin Zaid pergi menemui Rasulullah saw. untuk menceritakan perihal mimpinya. Setelah mendengar apa yang diceritakan Abdullah bin Zaid, Rasulullah saw. pun menyetujuinya dan beliau memerintahkan Abdullah bin Zaid untuk mengajarkannya kepada Bilal bin Rabah. Akhirnya, kita mengenal Bilal sebagai muazin pertama dalam Islam. Demikianlah sejarah disyariatkannya azan.

Atas polemik regulasi azan ini, kiranya patut kita merenungi Firman Allah swt., "Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya". (TQS. Ash-Shaf [61]: 8)

Oleh karena itu, umat Islam harus waspada terhadap ide-ide nyeleneh kaum sekuler liberal yang hendak memadamkan syiar azan atau ajaran Islam lainnya. Umat Islam harus menyadari bahwa Islam adalah sebuah identitas sejati dan azan adalah bagian dari syariat Islam yang harus terus dikumandangkan secara lantang. Bukan malah diredupkan suaranya akibat konstruksi paham sekuler. Fakta sejarah golden age Islam di bumi Nusantara tidak bisa dilenyapkan. Bahwa Islam lewat berbagai syiarnya telah memberkahi Nusantara lebih dari tiga abad. Sementara itu, sekularisme justru mendatangkan berbagai bencana bagi negeri ini, menindas umat Islam yang mayoritas melalui berbagai regulasi culas hingga hari ini.

Di tengah arus perubahan besar dan konstelasi politik di berbagai belahan dunia Islam saat ini dan di tengah momentum Rajab yang sekaligus mengingati 101 tahun pasca runtuhnya Khilafah Islamiah adalah saat yang tepat bagi umat Islam untuk bersatu mengokohkan visi dan misi perjuangan umat untuk tegaknya kembali kehidupan Islam. Sekaligus sebagai reminder bagi umat bahwa perubahan dunia adalah sebuah keniscayaan, namun arah perubahan yang mesti dituju adalah tegaknya Khilafah, bukan yang lain. Wallahua’lam.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Ummu Zamzama Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Refleksi Hari Perempuan Internasional; Sekularisme Membajak Fitrah Kaum Hawa
Next
The Day You Say Goobye To Me
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram