"Larangan mengundang penceramah “radikal” menurut rezim, sebenarnya sudah bisa diendus maksud dan tujuannya. Hal ini bisa diartikan sebagai upaya membungkam kebenaran Islam yang seharusnya disampaikan kepada umat. Masyarakat pun akhirnya bisa menilai penyematan terhadap penceramah radikal sebenarnya hanyalah bentuk dari ketakutan dan ketidaksukaan terhadap penerapan Islam kaffah."
Oleh. Isty Da’yah
NarasiPost.Com-Narasi radikal kembali menjadi gorengan yang dijajakan untuk membuat stigma negatif terhadap Islam. Kali ini narasi radikal menyasar kepada para penceramah. Ulama-ulama yang dikenal sering menyampaikan kritik terhadap pemerintah dan menyampaikan penerapan syariat Islam, kini menjadi sasaran stigma radikal.
Penyematan stigma kepada penceramah radikal ini semakin menunjukkan potret pemerintahan yang represif. Pemerintah tidak segan-segan menggunakan instrumen hukum untuk menekan penceramah yang distigma radikal oleh rezim. Pemerintah terus-menerus mengaruskan kepada publik agar waspada terhadap kelompok dan tokoh radikal. Padahal sudah menjadi rahasia umum, yang mereka tunjuk adalah kelompok dan tokoh yang kritis terhadap kezaliman, dan mengajukan solusi untuk perbaikan negeri.
Narasi radikal sepertinya menjadi jurus jitu untuk membuka jalan agar masyarakat mudah untuk menerima segala sesuatu yang diputuskan pemerintah. Baik benar atau salah, apa pun yang dari pemerintah harus diikuti.
Sehingga perlu bagi presiden untuk memberi pernyataan, supaya keluarga personel TNI dan Polri tidak mengundang penceramah radikal, dengan mengatasnamakan demokrasi. (Kompas.com, 1/3)
Sementara itu, dilansir dari CNN Indonesia (5/3/22), menanggapi pernyataan tersebut, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), mengeluarkan ciri-ciri penceramah radikal yaitu:
Pertama, mengajarkan anti-Pancasila dan pro ideologi khilafah atau ingin mendirikan negara Islam.
Kedua, mengajarkan paham takfiri atau mengafirkan pihak lain yang berbeda paham atau agamanya.
Ketiga, menanamkan sikap antipemimpin/pemerintahan yang sah.
Keempat, memiliki sikap intoleran/ eksklusif terhadap lingkungan.
Kelima, mempunyai pandangan antibudaya atau kearifan lokal.
Dari ciri-ciri penceramah radikal yang disebutkan oleh BNPT di atas, justru bisa menimbulkan perpecahan antarumat muslim. Sehingga wajar jika banyak yang mengkritisi hal tersebut. Karena ungkapan tersebut seakan mengkriminalisasi ajaran Islam agar semakin dijauhi.
Waspada Pembungkaman Kebenaran
Ulama adalah pewaris Nabi, mereka berdakwah di jalan kebenaran Islam sesuai dengan risalah Rasulullah saw. Sehingga ketika ada penceramah yang menyampaikan Islam yang sempurna, namun berbagai tuduhan narasi radikal disematkan kepadanya, maka hal ini perlu dipertanyakan.
Larangan mengundang penceramah “radikal” menurut rezim, sebenarnya sudah bisa diendus maksud dan tujuannya. Hal ini bisa diartikan sebagai upaya membungkam kebenaran Islam yang seharusnya disampaikan kepada umat. Masyarakat pun akhirnya bisa menilai penyematan terhadap penceramah radikal sebenarnya hanyalah bentuk dari ketakutan dan ketidaksukaan terhadap Islam kaffah.
Serangan terhadap Islam semakin sering dirasakan oleh umat saat ini. Masifnya serangan terhadap Islam dan para pengembannya tidak bisa lepas dari strategi yang telah dirumuskan oleh Barat. Musuh Islam yang di dukung oleh penguasa yang menjadi anteknya di negeri-negeri muslim, akan terus mengopinikan stigma negatif terhadap Islam. Tujuannya adalah untuk terus melanggengkan penjajahan mereka di negeri-negeri muslim. Sehingga ajaran Islam tidak luput dari monsterisasi dan kriminalisasi. Adanya istilah penceramah radikal menambah daftar panjang hal tersebut, setelah sebelumnya juga heboh larangan cadar dan celana cingkrang di sejumlah kampus dan instansi pemerintah. Tenaga pengajar dan penceramah yang mengusung ide khilafah dituding sebagai pihak yang tidak propemerintah. Padahal khilafah adalah ajaran Islam. Sehingga umat dituntut cerdas dalam menyikapi masalah ini.
Karena sesungguhnya penyematan stigmatisasi terhadap Islam juga terjadi sejak zaman Rasulullah saw. Oleh gerombolan kafir Quraisy, Rasulullah saw. selalu difitnah dan digelari dengan berbagai macam sebutan negatif. Dikarenakan kebencian yang tumbuh di dalam dirinya, mereka memfitnah Rasulullah saw. sebagai penyihir, orang gila, dukun dan lain sebagainya. Bahkan dis aat Rasulullah melakukan dakwah amal makruf nahi mungkar secara terbuka, yang dengan tegas mengkritik sistem jahiliah dan menawarkan Islam, Rasulullah dituduh memecah belah bangsa Arab. Sejak dahulu Islam selalu menjadi sasaran tuduhan dan fitnah, dan ini juga terjadi pada saat ini.
Narasi Radikal Menghalangi Kebangkitan Islam
Monsterisasi ajaran Islam melalui perang istilah seperti radikal, garis keras, dan membenturkan dengan Islam moderat adalah proyek Barat untuk memecah belah umat Islam agar umat Islam tidak bisa bangkit dari keterpurukan.
Padahal Islam adalah agama dakwah, menyeru kepada yang makruf dan mencegah yang mungkar, kepada seluruh dunia dengan cara damai dan rasional. Islam adalah gerakan peradaban, bukan sekadar agama ritual semata.
Sebagaimana Allah telah berfirman yang artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (TQS Ali Imran: 110)
Sejarah Islam yang pernah ada selama kurang lebih 14 abad lamanya, merupakan sejarah dakwah dan seruan, dalam sistem dan pemerintahan.
Islam adalah agama dakwah yang anti terhadap kezaliman dan penjajahan, meski untuk itu dituduh sebagai radikal. Dari zaman penjajahan Belanda sampai sekarang, istilah radikal memang dibuat untuk menghalangi bahkan melumpuhkan kebangkitan Islam.
Padahal Islam tidak mengenal istilah radikal, seperti yang Barat tuduhkan kepada umat ini. Islam adalah Islam, agama yang sempurna yang datang dari Allah Swt. Jika diterapkan secara kaffah akan memberikan rahmat bagi alam semesta. “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” ( TQS Al-Baqarah:208)
Maka, dengan pelabelan terhadap para penceramah yang menyeru kepada Islam kaffah dengan istilah radikal adalah bagian dari upaya untuk mengadang kebangkitan Islam. Tujuan mereka adalah untuk terus mereduksi dan mendistorasi ajaran Islam untuk westernisasi. Targetnya adalah umat Islam akan kehilangan ilmu dan tsaqofahnya. Maka, akan lahir umat Islam yang liberal yang justru berusaha meruntuhkan bangunan Islam. Sebagaimana yang terjadi saat ini.
Jadi, istilah radikal dan moderat, liberal dan fundamentalis adalah istilah-istilah Barat yang sengaja diciptakan untuk mengadang kebangkitan umat, dan harus ditolak oleh kaum muslim. Umat harus peka dan waspada terhadap istilah yang diusung Barat. Umat harus tetap berpegang teguh atas istilah-istilah syar’i sebagaimana yang Allah Swt. tetapkan.
Bahkan Allah Swt. bertanya tentang hukum mana yang lebih baik, Islam atau jahiliah. “Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik dari pada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (TQS Al-Maidah:50)
Oleh karena itu, ulama dan para pengemban dakwah jangan pernah berhenti memperjuangkan Islam. Walaupun kafir Barat dan munafik akan terus mengadang dengan berbagai cara, dari yang paling halus sampai cara yang brutal. Kita harus terus melangkah maju sebagai pejuang kebangkitan umat. Karena Islam adalah kebenaran dan kemunafikan adalah kesesatan yang menjadi penghalangnya. Kita harus terus melakukan tugas mulia dengan gerakan membongkar agenda Barat dan antek-anteknya melalui dakwah.
Imam Syaf’i berpesan, “Ketika engkau sudah berada di jalan yang benar menuju Allah, maka berlarilah. Jika sulit bagimu, maka berlari kecillah. Jika kamu lelah berjalanlah. Jika itu pun tidak mampu, marangkaklah. Namun, jangan pernah berbalik arah atau berhenti,”
Wallahu ‘alam bi ash shawwab[]