"Fenomena ini jelas muncul dan diperparah dengan penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang berlandaskan manfaat dan keuntungan demi komersialisasi. Semakin instan jalan yang dilewati untuk meraih materi sebanyak mungkin, maka semakin langgeng pula jalan tersebut."
Oleh. Fitria Zakiyatul Fauziyah CH
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Baru-baru ini Kepolisian Brasil tengah mengusut sindikat penjualan organ tubuh manusia secara internasional yang diduga dikirim ke Singapura. Berdasarkan keterangan Kepolisian Federal Brasil, mengungkapkan bahwa tangan manusia bersama dengan tiga paket plasenta manusia telah dikemas dan dikirim dari Brasil ke Singapura.
Mengutip Vice World News, laboratorium anatomi universitas setempat melakukan ekstraksi cairan tubuh, terdapat indikasi bahwa paket berisi tangan dan tiga plasenta manusia. Kendati demikian, masih belum jelas apakah pengiriman paket yang berisi organ manusia itu diadang dalam perjalanan atau bukan. Sementara itu, para pejabat melaporkan bahwa salah seorang anggota staf kampus telah diskors setelah dilakukannya operasi pencarian dan penyitaan polisi. (tribunnews.com, 24/02/2022)
Sejumlah staf di lab UEA juga telah dipecat karena diduga terlibat operasi pengawetan organ untuk kepentingan komersial. Profesor yang mengawetkan dan menyimpan organ juga sudah ditetapkan sebagai tersangka. Kini masih dalam tahap pemeriksaan polisi. Sementara itu, desainer terkenal asal Indonesia berinisial AP disebut-sebut oleh pihak kepolisian terkait dengan skandal ini. Ia diduga telah memesan paket organ manusia dari Brasil. (cnnindonesia.com, 24/02/2022)
Miris, satu kata yang menggambarkan kondisi tersebut. Ini bukanlah kasus pertama, namun hanya sedikit dari kasus yang naik ke permukaan. Maraknya penjualan organ tubuh manusia bukanlah persoalan satu-satunya yang berdiri sendiri. Ibarat adanya sebuah mata rantai, maka ada hubungan dan keterikatan satu dengan yang lainnya. Selama permintaan masih ada, maka penjualan akan tetap ada pula. Begitu pun, selama belum terpenuhinya kebutuhan ekonomi atau ladang bisnis seseorang, maka menawarkan organ tubuh bisa menjadi jalan mulus untuk meraih keuntungan. Terlebih tuntutan zaman kapitalis, semua yang meraih keuntungan cepat akan tumbuh subur di masyarakat.
Islam Menjaga Nyawa Manusia
Perdagangan organ dinyatakan sebagai tindakan ilegal dan pelakunya diancam sanksi, namun faktanya tidak membuat masyarakat berhenti menjadikan hal itu sebagai solusi. Di sisi lain, jual beli organ tubuh menjadi ladang bisnis yang menggiurkan bagi para sindikat yang terlibat di dalamnya.
Fenomena ini jelas muncul dan diperparah dengan penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang berlandaskan manfaat dan keuntungan demi komersialisasi. Semakin instan jalan yang dilewati untuk meraih materi sebanyak mungkin, maka semakin langgeng pula jalan tersebut. Apalagi di level pemerintahan tidak ada bentuk tanggung jawab dan lemahnya pengawasan kepolisian serta bea cukai dalam menghentikan tindakan ilegal ini. Berbeda dengan Islam. Islam sangat memuliakan dan menjaga nyawa manusia. Oleh karenanya, Islam menempatkan tanggung jawab yang besar pada negara dalam mengurusi rakyat. Dalam Islam, pengawasan kepolisian dan bea cukai ketat, sehingga akan menghentikan perdagangan internasional organ tubuh manusia. Dalam tinjauan fikih, memang benar adanya kebolehan untuk menjual organ tubuh pada saat masih hidup yang dilakukan oleh pemilik organ, selama bukan pada objek-objek vital yang dapat menyebabkan kematian. Seseorang memiliki hak atas tubuhnya. Maka, ia memiliki hak untuk mentasharufkannya dengan baik, yaitu donor atau jual-beli tetapi tidak bisa diwariskan. Sebab, al-milkiyah lil amwal (kepemilikan terhadap harta) berbeda faktanya dengan al-milkiyah lil jism au al-adho’ (kepemilikan terhadap jasad atau organ).
Pada akhirnya, kasus jual beli organ tubuh menjadi salah satu dari banyaknya bukti yang ada bahwa negara abai dalam mengurusi rakyatnya. Meskipun demikian, kemungkinan kecil hal tersebut menjadi pilihan yang diambil apalagi menjadi bisnis. Karena negara Islam akan membina masyarakat dengan hukum-hukum Islam agar masyarakat sadar dan memahami akan hukum. Selain itu, sistem sanksi dan peradilan Islam juga turut memberikan efek jera yang mampu meminimalisasi peluang terjadinya fenomena serupa.
Wallahu A'lam Bish-Shawwab.[]