Upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk mencegah stunting dengan jalan memberikan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya pernikahan dini, hanya menyentuh ranah superfisial saja. Upaya yang diusahakan hanya dengan menyelesaikan secara kuratif. Harusnya diikuti dengan upaya preventif.
Oleh. Isty Da’iyah
NarasiPost.Com-Harga pangan yang terus mengalami kenaikan selama pandemi, akan berefek pada tidak terpenuhinya gizi di masyarakat, terutama masyarakat menengah ke bawah. Jika kekurangan gizi terjadi secara terus-menerus, maka akan lahir generasi yang mengalami masalah dalam tumbuh kembangnya, salah satunya adalah stunting.
Stunting, masih menjadi permasalahan yang mendasar dalam upaya pembangunan manusia Indonesia. Apabila masalah stunting tidak segera diselesaikan, maka hal ini akan mengganggu potensi sumber daya manusia di Indonesia ke depan. Terlebih dengan adanya perkiraan bonus demografi pada tahun 2030 serta target generasi emas pada 2045. Dikawatirkan generasi yang akan memimpin dan mengisi negeri ini memiliki permasalahan dari sisi kesehatannya.
Dari laman BKKBN.id, stunting merupakan suatu kondisi yang mana bayi menderita kekurangan gizi pada 1000 hari pertama kehidupan, yang berlangsung lama serta menyebabkan gangguan pada perkembangan otak dan tumbuh kembang anak.
Faktor penyebab stunting adalah rendahnya akses terhadap makanan bergizi, rendahnya asupan vitamin dan mineral, kurang beragamnya sumber pangan dan protein hewani, kondisi ibu, dan pola asuh, infeksi pada ibu, kehamilan usia remaja, jarak kelahiran anak yang sangat pendek, rendahnya akses pelayanan kesehatan, air bersih serta sanitasi. Yang keadaan ini akan banyak dijumpai pada masyarakat miskin.
Kondisi pandemi dan terus naiknya harga pangan diperkirakan akan meningkatkan kasus stunting. Hal ini karena stunting berkaitan erat dengan faktor ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Karena dipengaruhi oleh faktor ekonomi, peningkatan jumlah stunting akan berbanding lurus dengan peningkatan jumlah kemiskinan.
Data dari World Bank 2020 mencatat prevalensi stunting Indonesia pada posisi 115 dari 151 negara. Sedangkan dari Studi Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2019 mencatat stunting berada pada kisaran 27,7.(www.kemenkopmk.go.id). Data ini adalah data sebelum pandemi, dan setelah pandemi kemungkinan akan terjadi peningkatan.
Langkah Pemerintah Menangani Stunting
Untuk mengatasi percepatan penurunan angka stunting, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting. Pemerintah menunjuk kepala BKKBN sebagai ketua pelaksana percepatan penurunan stunting Indonesia. Perpres ini menjadi dasar hukum untuk memperkuat kerangka substansi, pendanaan pemantauan, dan evaluasi dalam percepatan stunting.
Ditekankan pula untuk dibentuk tim percepatan penurunan stunting dari pusat hingga daerah, bahkan desa termasuk pendampingan pranikah, seribu hari pertama kehidupan sejak di kandungan, hingga melahirkan generasi yang sehat dalam tumbuh kembang. (www.kemenkopmk.go.id)
Selaras dengan program yang dibuat pemerintah ini, BKKBN dan Kementerian Agama (Kemenag) bekerja sama untuk menurunkan angka stunting dengan melibatkan 55 ribu penyuluh agama untuk menekan angka stunting (Republika.co.id 11/3).
Menurut pemerintah, peran penyuluh agama tersebut sangat penting karena mereka bisa melakukan sosialisasi dan edukasi terkait pencegahan stunting. Pemerintah meluncurkan program-program pendampingan, konseling, dan kesehatan sebelum menikah. Melalui Kemenag yang melibatkan 55 ribu penyuluh agama tersebut, nantinya akan diadakan pendidikan pranikah, kepada calon pengantin.
Hal ini juga sejalan dengan upaya Kementerian PPPA (Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) yang mengupayakan mencegah terjadinya perkawinan anak, sebagai langkah untuk mendukung percepatan penurunan angka stunting. Kerena perempuan yang menikah muda berpotensi untuk melahirkan bayi stunting. Selain sudah ada juga komitmen pemerintah terhadap penetapan target penurunan perkawinan anak secara nasional.
Kemiskinan Sistemis Penyebab Stunting
Upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk mencegah stunting dengan jalan memberikan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya pernikahan dini, hanya menyentuh ranah superfisial saja. Upaya yang diusahakan hanya dengan menyelesaikan secara kuratif. Harusnya diikuti dengan upaya preventif. Stunting harus dilihat dari akar permasalahan munculnya. Selain kurangnya edukasi hingga minimnya layanan kesehatan di masyarakat, hal yang paling mendasar penyebab stunting adalah berasal dari kemiskinan yang tidak terurai. Kebutuhan pangan dan kebutuhan dasar lainnya tidak dapat dipenuh secara merata.
Kemiskinan merupakan masalah serius di negeri ini. Arti dari kemiskinan adalah suatu kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia, termasuk sandang, pangan, dan tempat tinggal yang layak, kesehatan, pendidikan, dan informasi. Meskipun pemerintah sering mengklaim jumlah kemiskinan menurun, data tersebut dihitung dari angka, bukan realitas yang ada.
Ada banyak faktor penyebab kemiskinan yang terjadi di negeri ini. Di antaranya, faktor pendidikan yang rendah, minimnya lapangan kerja dan tingginya harga pangan. Keadaan ini membuat masyarakat tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya.
Realitas kemiskinan yang terjadi saat ini bisa dilihat dengan jelas di masyarakat. Sayangnya, pemerintah tidak menyadari jika penyebab terjadinya kemiskinan adalah akibat diterapkannya sistem ekonomi kapitalisme. Sistem ekonomi yang membuat si kaya makin kaya dan si miskin semakin miskin. Karena sejatinya sistem kapitalisme akan melahirkan kesenjangan sosial ekonomi di masyarakat.
Melalui jalan demokrasi, akan lahir pemerintahan oligarki dan korup. Negara hanya menjadi regulator pembuat undang-undang yang menguntungkan para pemilik modal, bukan rakyatnya.
Sistem ini juga membuka lebar penguasaan sektor-sektor strategis dikuasai oleh swasta bahkan asing. Sumbar daya alam bebas dikuasai oleh siapa saja, sehingga rakyat tidak bisa menikmati hasil kekayaan alamnya sendiri. Maka, jurang kemiskinan yang terjadi semakin menganga. Jika ingin program percepatan penurunan stunting berhasil, maka pemerintah harus bisa menuntaskan permasalahan kemiskinan sistemis ini. Karena stunting ada bukan semata karena pernikahan usia muda, namun kemiskinan yang selalu bertambah tiap tahunnya.
Islam Mencegah Kemiskinan
Berbeda dengan sistem Islam yang memiliki seperangkat aturan yang sempurna. Maka, solusi stunting adalah kembali kepada peran negara sebagai pengurus umat. Islam mewajibkan kepada pemimpin untuk menjalankan perannya sebagai khadimul ummah (pelayan umat), dengan melaksanakan sabda Rasulullah saw, “Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya.” (HR.Bukhari)
Islam hadir bukan hanya sebagai agama, tapi juga aturan bagi segala urusan. Termasuk konsep mewujudkan kesejahteraan dan mencegah kemiskinan. Ada tiga konsep yang dimiliki Islam tentang bagaimana mencegah kemiskinan.
Pertama, mengatur kepemilikan harta. Yakni kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara.
Kedua, cara mengelola, memanfaatkan, dan pengembangan harta. Semua harta harus dikelola dengan cara yang halal. Negara wajib pemenuhan kebutuhan pokok individu dan kolektif, termasuk sandang, pangan dan papan, pendidikan, keamanan, dan kesehatan. Kewajiban memberi nafkah juga diperhatikan agar tetap dalam koridor syariat. Para lelaki penanggung nafkah keluarga akan diberikan lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya dengan berbagai bentuk. Sehingga mereka mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.
Ketiga, pendistribusian kekayaan yang adil dan sesuai syariat. Tidak diperkenankan harta hanya berputar dan dinikmati oleh segelintir orang saja. Tidak boleh menimbun, dan menumpuk harta. Hanya ekonomi riil dan bebas riba yang diperkenankan. Dengan konsep ini, kesejahteraan akan bisa dinikmati oleh seluruh warga, bahkan warga kafir dzimmi juga bisa menikmati.
Demikianlah, formulasi Islam yang mampu mewujudkan kesejahteraan dan mencegah kemiskinan. Allah Swt, berfirman yang artinya: “Dan tidak kami mengutusmu (wahai Muhammad saw.) melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.” (TQS. Al-Anbiya:107)
Hal ini hanya akan terwujud jika seluruh aturan yang digunakan untuk mengatur ekonomi menggunakan ekonomi Islam. Dan aturan ekonomi Islam hanya akan bisa diterapkan jika sistem pemerintahannya menerapkan seluruh aturan Islam secara kaffah. Alhasil, dengan konsep Islam, kemiskinan sistemis akan bisa dicegah, sehingga kelahiran bayi stunting juga bisa ditekan di angka terendah bahkan zero kasus. Sehingga muncullah generasi-generasi sehat dan tangguh sebagai penerus peradaban. Wallahu,’allam bi shawab.[]