KKB Papua Membengis, Bumi Cenderawasih Menuju Disintegrasi?

"Rezim demokrasi kapitalis gagal menjaga keutuhan negaranya, buktinya sejak 1965 sampai sekarang para separatis KKB terus berupaya melakukan disintegrasi, yang padahal ini bukanlah solusi untuk menyelesaikan masalah kemiskinan, diskriminasi atau terpojoknya warga Papua di segala aspek, baik kesehatan, pendidikan, pembangunan dan lain sebagainya. Selain itu, walaupun pemerintah mengakui adanya keterlibatan pihak asing atas konflik yang terjadi di Papua, tetapi pemerintah tidak memperlihatkan adanya upaya untuk menumpas tuntas siapa dalang atau provokator atas konflik yang terjadi di Papua."

Oleh. Nur Hajrah MS
(Aktivis Dakwah Nisa Morowali)

NarasiPost.Com-Masyarakat Indonesia kembali dikejutkan dengan viralnya berita salah seorang karyawan PT Palapa Ring Timur Telematika (PPT) yang selamat dari serangan Kelompok Kriminal Bersenjata Papua (KKB) di Kampung Kago, Distrik Beoga, Puncak Papua. Nelson Sarira merupakan satu-satunya korban selamat dari serangan KKB yang terjadi pada Rabu, 2 Maret 2022. Delapan rekan kerjanya tewas akibat serangan tersebut. Salah satu korban tewas merupakan warga asli Papua dan tujuh korban lainnya merupakan warga pendatang.

Kejadian bermula saat NS dan rekan-rekannya tengah memperbaiki Tower Base Transcaiver Station 3 Telkomsel (BTS). Aksi penyerangan terungkap dari rekaman CCTV tower milik PPT. Dalam rekaman CCTV tersebut terlihat NS meminta pertolongan setelah melihat rekan-rekannya sudah tidak bernyawa. NS selamat dari serangan tersebut karena saat kejadian penyerangan NS sedang tidak ada di basecamp saat itu. (Tribunnews.com, 04/03/2022)

Aksi penyerangan yang dilakukan oleh KKB tersebut bukanlah kali pertama terjadi, sudah banyak kasus penyerangan yang mereka lakukan, baik itu terhadap warga sipil, pekerja maupun terhadap TNI-Polri, baik itu yang tertangkap media maupun tidak. Penyerangan yang mereka lakukan begitu sadis, tidak memandang ia warga lokal ataukah pendatang, KKB tidak segan-segan membantainya dengan keji. Dilansir dari merdeka.com, jumlah kasus kekerasan yang menonjol dilakukan KKB di sepanjang tahun 2020 tercatat sebanyak 46 kasus kekerasan dan sembilan orang korban meninggal. Di tahun 2021, aksi teror KKB meningkat menjadi 92 kasus kekerasan, 44 orang meninggal, 15 orang di antaranya adalah anggota TNI-Polri.

Mengapa KKB Sering Melakukan Aksi Teror?

Aksi teror yang dilakukan KKB tentu saja memiliki tujuan, dimana tujuan utama mereka adalah ingin memisahkan diri dari Republik Indonesia dan mendirikan negara sendiri, inilah yang biasa dikenal dengan paham "Separatisme". Lantas, apakah yang menyebabkan separatisme bisa terjadi di negeri ini, khususnya di wilayah Papua? Separatisme bisa terjadi di dalam suatu negara karena adanya konflik yang terjadi di negara tersebut, baik itu konflik secara vertikal (antara rakyat dengan pemerintah) maupun konflik secara horizontal (antara rakyat dengan rakyat, suku atau kelompok). Kedua konflik ini tentu saja disebabkan oleh beberapa faktor:

Pertama, faktor ekonomi. Seperti yang diketahui wilayah Papua adalah wilayah yang kaya akan sumber daya mineral. Kaya akan SDM inilah yang menjadikan Papua menjadi daerah dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia, bahkan kandungan emas yang ada di wilayah Papua terkenal sebagai emas terbaik di dunia. Namun, yang sangat disayangkan di balik terkenalnya potensi SDM bumi Cenderawasih itu ternyata Papua adalah wilayah dengan angka kemiskinan tertinggi di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), provinsi dengan angka kemiskinan tertinggi pada September 2021 adalah wilayah Papua.

Karena faktor ekonomi inilah akhirnya membuat para separatis merasa pemerintah Indonesia tidak adil terhadap warga Papua. Bagaimana mungkin di mata dunia Papua yang terkenal dengan kekayaaan sumber daya mineralnya justru menjadi daerah dengan angka kemiskinan tertinggi di Indonesia?

Kedua, faktor politik. Para separatis merasa bahwa pemerintah Indonesia minim mengakui atas kontribusi atau jasa yang diberikan Papua bagi Indonesia. Begitupun dengan pembangunan infrastruktur yang tidak merata dan terkesan tidak adil terutama bagi wilayah terpencil di Papua.

Ketiga, faktor sosial. Perbedaan suku, agama, ras dan antargolongan sering menimbulkan masalah diskriminasi terhadap warga Papua.

Beberapa faktor di atas juga tercatat dalam buku Papua Road Map yang diterbitkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) 2009, dimana buku tersebut merupakan hasil penelitian dan memberikan masukan kepada pemerintah untuk menyelesaikan konflik yang ada di Papua.

Berdasarkan buku tersebut, ada empat isu yang menjadi sumber konflik di Papua.

  1. Efek marginalisasi dan diskriminasi.
  2. Kegagalan dalam pembangunan infrastruktur secara merata.
  3. Adanya pertentangan atau kontradiksi sejarah dan identitas politik antara Papua dan Jakarta.
  4. Luka di masa lalu akibat kekerasan negara terhadap warga Indonesia di Papua.

Berdasarkan faktor-faktor di atas, maka tidak heran jika bermunculan para separatis KKB. Akibat ketidakadilan rezim saat ini dan luka di masa lalu, KKB terus berupaya dan menghalalkan berbagai macam cara termasuk membunuh warga lokal agar bisa mencapai tujuannya yaitu melepaskan diri dari Indonesia dan mendirikan negara sendiri.

KKB adalah Teroris, Bukan Saudara!

Masih sangat jelas di ingatan pada November 2021, Jenderal Dudung Abdurachman, selaku Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) mengeluarkan pernyataan di depan para personel TNI bahwa, "KKB bukan musuh, tetapi saudara kita yang tidak paham mengenai NKRI". Padahal sudah sangat jelas, telah banyak anggota TNI dan Polri yang berguguran, tenaga pendidik, kesehatan dan warga sipil termasuk anak-anak pun ikut menjadi korbannya, mereka dianiaya, dibunuh bahkan rumah warga pun dibakar olehnya. Tidak ketinggalan infrastruktur baik bangunan sekolah dan layanan kesehatan pun ikut dirusaknya. Bagaimana mungkin mereka dianggap saudara? Ya, benar warga Papua adalah saudara, tetapi para separatis KKB bukanlah saudara! KKB adalah teroris, merekalah musuh negara.

Pada April 2021, melalui Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD, pemerintah telah memutuskan KKB dan seluruh yang tergabung di dalamnya telah ditetapkan sebagai daftar terduga teroris dan organisasi teroris. Lantas, pertanyaannya sekarang efektifkah pemerintah dalam menangani tindak kekerasan para teroris KKB? Sudah sejauh apa pemerintah memberantas para teroris yang ada di Papua?

Faktanya tidak sedikit anggota personel TNI-Polri yang diterjunkan ke lapangan gugur di medan perang. Tidak sedikit kasus warga sipil, baik pendatang maupun lokal, dibantai secara keji oleh para separatis KKB. Tidak sedikit kasus, mereka yang disebut pahlawan tanpa tanda jasa juga menjadi korban kekejian para KKB, mereka merelakan dirinya untuk mengabdi tanpa digaji, tanpa jaminan keamanan dan kesejahteraan.

Mau sampai kapan membiarkan nyawa rakyat berjatuhan di tangan KKB? Mau sampai kapan membiarkan para oligarki bersenang-senang atas kekayaan alam bumi Cendrawasih? Membiarkan mereka tertawa bahagia melihat konflik yang ada dan memanfaatkan kondisi yang ada untuk menguras habis harta tanah Papua. Sedangkan rakyatnya hanya bisa menangis, hidup di bawah garis kemiskinan, serta ketakutan atas teror-teror para separatis.

KKB Membengis Ulah Demokrasi Kapitalis

Dari pemaparan di atas, terbukti bahwa rezim dan sistem pemerintahannya saat ini gagal untuk meri'ayah rakyatnya. Kerena ketidakadilan, separatis KKB membengis ulah demokrasi kapitalis. Rezim demokrasi kapitalis gagal menjaga keutuhan negaranya, buktinya sejak 1965 sampai sekarang para separatis KKB terus berupaya melakukan disintegrasi, yang padahal ini bukanlah solusi untuk menyelesaikan masalah kemiskinan, diskriminasi atau terpojoknya warga Papua di segala aspek, baik kesehatan, pendidikan, pembangunan dan lain sebagainya. Selain itu, walaupun pemerintah mengakui adanya keterlibatan pihak asing atas konflik yang terjadi di Papua, tetapi pemerintah tidak memperlihatkan adanya upaya untuk menumpas tuntas siapa dalang atau provokator atas konflik yang terjadi di Papua. Atas kejadian inilah dapat disimpulkan bahwa ikatan nasionalisme bukanlah ikatan yang kuat untuk mempersatukan rakyat. Ikatan nasionalisme hanya bersifat emosional yang hanya bersatu jika terdapat ancaman. Namun, jika situasi dalam kondisi aman maka kekuatan ikatan nasionalisme ini ikut sirna. Itulah mengapa ketika para separatis KKB tidak melakukan penyerangan, para penguasa negeri pun ikut diam seolah-olah semua akan baik-baik saja, terlena akan diamnya KKB yang padahal mungkin saja di balik diamnya mereka para separatis KKB sedang menyusun siasat baru untuk melancarkan aksi terornya.

Negeri Ini Butuh Sistem Pemerintahan Baru

Dengan berbagai masalah yang terjadi di negeri ini baik itu dalam bidang sosial, ekonomi, pendidikan, politik khususnya masalah separatisme yang ada di Papua sudah selayaknya negeri ini butuh sistem pemerintahan yang baru. Sistem pemerintahan yang benar-benar mengurus urusan umat, bersifat adil terhadap rakyatnya tanpa membeda-bedakannya, baik dari segi agama suku bangsa maupun rasnya. Setiap warga negaranya akan mendapatkan hak yang sama baik dari segi ekonomi, pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Sehingga dalam kasus yang namanya ketidakadilan, kecemburuan ataupun kekecewaan tidak akan dirasakan warga negaranya.

Satu-satunya sistem pemerintahan yang mampu melakukan itu semua adalah sistem pemerintahan Islam atau khilafah. Dalam naungan daulah khilafah tidak akan dibiarkan kekayaan alam negerinya dikuasai oleh pihak asing atau pemilik modal. Semua kekayaan sumber daya alam seutuhnya dikelola oleh negara dan hasilnya akan dikembalikan kepada umat. Khilafah tidak menggunakan ikatan nasionalisme untuk mempersatukan umat. Khilafah hanya berpegang teguh pada ikatan akidah Islam dan ikatan ini yang juga dipegang teguh setiap warga negaranya, karena dengan menjalankan setiap syariat agama dan berpegang teguh pada ikatan akidah Islamlah yang menjadikan warga negaranya Ummatan Wahidatan atau umat yang satu, sebagaimana sabda Rasulullah saw, "Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Tuhan kalian satu, bapak kalian juga satu. Sesungguhnya tidak ada kelebihan pada orang Arab atas orang non-Arab, tidak pula orang non-Arab atas Arab, orang berkulit putih atas orang berkulit hitam, tidak pula orang berkulit hitam atas orang berkulit putih, kecuali karena ketakwaannya." (HR Ahmad)

Hanya dengan berislam kaffah solusi atas konflik yang terjadi di Papua dan bibit-bibit separatisme pun terpadamkan oleh khilafah islamiah.

Wallahu a'lam bish-shawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasIpost.Com
Nur Hajrah MS Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Rusia vs Ukraina: Kamu di Pihak Mana, Gaes?
Next
Narasi Radikalisme Kembali Bergulir, Upaya Pembungkaman Amar Makruf Nahi Mungkar?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram