Kisah Pilu Seorang Ibu, ke Mana Mereka Harus Mengadu?

Kondisi masalah keluarga yang demikian kompleks tak semata karena kesalahan personal. Tekanan ekonomi, minimnya ilmu pengetahuan terkait hak dan kewajiban, dan bodohnya dari hukum syarak seputar pergaulan dalam rumah tangga, disebabkan tidak berfungsinya negara sekuler membentuk ketahanan keluarga. Negara hari ini tidak menjamin seluruh kepala keluarga mampu menafkahi keluarga dengan menyediakan lapangan kerja , gaji yang layak, pemenuhan sarana publik memadai serta tidak ada pendidikan dan pembinaan untuk pasangan suami istri.

Oleh. Ahsani Annajma
(Penulis dan Pemerhati Sosial)

NarasIPost.Com-Ibu, layaknya langit yang selalu memberikan perlindungan, layaknya bumi sebagai tempat untuk berpijak, dan layaknya sinar matahari yang selalu memberikan kehangatan kepada buah hatinya. Sungguh mulianya seorang ibu, hingga diibaratkan surga berada di bawah telapak kakinya. Alegori-alegori ini melambangkan betapa besarnya peran seorang ibu, yang rela menjadi apa pun demi kebahagiaan anaknya, dan di dunia ini menjadi segalanya bagi sang anak.

Namun fakta lain berbicara, lantaran kehidupan sulit mengimpit, hingga membuat seorang ibu tega menghabisi nyawa sang buah hati. Ada rasa sayang yang mendalam, namun rasa cemas membayang tatkala di masa depan sang anak harus merasakan pahitnya kemiskinan, sehingga akal sehat tak dapat berbicara. Pilihan mengakhiri hidup, seakan menjadi pintu satu-satunya menyelesaikan penderitaan hidup.

Ketika Kehidupan Pilu Ditanggung Seorang Ibu

Berita menyayat hati kembali mewarnai jagat maya. Aksi seorang ibu muda berinisial KU (35) nekat menganiaya tiga buah hatinya dengan senjata tajam di Brebes, Jawa Tengah mengundang keprihatinan masyarakat. Akibat ulahnya, seorang anak tewas bersimbah darah dengan sayatan luka di bagian leher, dan dua anak lainnya mengalami luka yang cukup serius di bagian dada dan leher (20/3).

Kejadian tragis yang dilakukan oleh KU ini bukanlah yang sekali. Hal serupa juga terjadi di awal tahun 2021 ditemukan seorang ibu tewas menggantung diri bersama dua jasad anaknya. Sang ibu yang kehabisan akal diliputi rasa cemas yang berlebihan, tega menghabisi nyawa buah hatinya sendiri. Kasus depresi pada ibu sejatinya tak dapat dianggap enteng, lelah psikis yang juga beriringan dengan lelah fisik yang luar biasa dalam mengurus sang buah hati menjadikannya depresi.

Terlebih hidup di era serba sulit di masa pandemi membuat seorang ibu merasakan kecemasan yang berlebihan hingga tak dapat dibendung. KU mengaku ingin membunuh ketiga anaknya lantaran tak ingin hidup ketiga anaknya di masa depan susah seperti dirinya. Ditambah hidup berjauhan dengan sang suami yang merantau di Jakarta dan ancaman kehilangan pekerjaan membuatnya tidak mampu berpikir jernih. Akhirnya, mati menjadi satu-satunya pintu untuk menjauhkan ketiga anaknya dari kepahitan hidup. Nasi sudah menjadi bubur, tatkala penyesalan datang membayang, namun nyawa telah melayang.

Depresi dan faktor kemiskinan seringkali menjadi motif terkuat di balik hancurnya fitrah keibuan hingga melakukan tindakan kriminal. Sungguh tak dapat dianggap remeh, kondisi kejiwaan kaum ibu bisa berakibat petaka, tak jarang anak-anak menjadi korban. Tak cukup mengandalkan keimanan, seorang ibu membutuhkan dukungan terutama suami, agar bisa merawat dan membesarkan anak-anaknya dengan bahagia. Mengapa hal ini bisa terjadi?

Kemiskinan Membawa Bencana

Selain butuh dukungan seorang suami sebagai support system terbaik, faktor ekonomi juga sangat memengaruhi kejiwaan kaum ibu. Bagaimana tidak, kondisi ekonomi yang penuh ketidakpastian di alam kapitalisme membuat angka kemiskinan merangkak naik. Ditambah dengan meroketnya harga bahan-bahan pokok yang gagal terkendali, hati ibu mana yang tak resah?

Kemiskinan hari ini semakin memilukan. Agaknya yang terjadi bukan hanya kemiskinan kultural (akibat kemalasan rakyat), melainkan kemiskinan struktural (akibat kegagalan pemerintah dalam menjamin kesejahteraan dan menyediakan lapangan kerja untuk rakyat), apalagi di tengah pandemi yang belum sepenuhnya pulih. BPS menyajikan data angka kemiskinan bulan September 2021,sebesar 26,5 juta orang atau 9,71 persen, sementara jumlah orang kaya atau kerap dipersepsikan crazy rich Indonesia tercatat naik satu persen selama pandemi tahun 2021. (Kompas.com, 8/3/2022)

Persoalan kemiskinan sangat pelik, ketika kemiskinan struktural tidak segera diselesaikan, maka akan berpotensi menjadi tindak kriminal lainnya.

Miris, Indonesia yang dikenal memiliki kekayaan alam melimpah ruah, nyatanya tidak mampu menjadikan negara kaya dan rakyatnya sejahtera. Sehingga rakyat harus menanggung beban hidup yang berat, terutama kepala keluarga sangat merasakan dampak kehilangan pekerjaan, ancaman PHK, atau usahanya yang bangkrut. Kebijakan yang diterapkan tak satu pun yang memihak rakyat, bahkan pemerintah menyatakan lapangan pekerjaan bukanlah tanggung jawabnya melainkan pelaku usaha.

Akhirnya seorang ibu pun terkena imbasnya. Ia harus berjibaku mencari sesuap nasi untuk membantu suami dan memenuhi perut-perut buah hatinya. Ikut menjadi tulang punggung keluarga ditengah lelahnya mengurus buah hati, dan berjibun tugas domestik yang harus pula dijalankan perannya. Di sinilah tingkat depresi seorang ibu meningkat. Apalagi saat ini berbagai harga kebutuhan pokok ikut naik, membuat kaum ibu sulit untuk bernapas, hingga membuka celah bisikan-bisikan negatif jalan pintas yang seolah indah, untuk mengakhiri sejuta penderitaan yang dipikulnya.

Rapuhnya Keluarga Muslim dalam Sistem Kapitalis

Kondisi masalah keluarga yang demikian kompleks tak semata karena kesalahan personal. Tekanan ekonomi, minimnya ilmu pengetahuan terkait hak dan kewajiban, dan bodohnya dari hukum syarak seputar pergaulan dalam rumah tangga, disebabkan tidak berfungsinya negara sekuler membentuk ketahanan keluarga. Negara hari ini tidak menjamin seluruh kepala keluarga mampu menafkahi keluarga dengan menyediakan lapangan kerja, gaji yang layak, pemenuhan sarana publik memadai serta tidak ada pendidikan dan pembinaan untuk pasangan suami istri.

Negara sekuler membentuk keluarga sesuai kadar pengetahuannya sendiri-sendiri, dengan visi dan misinya yang tidak jelas orientasinya, juga minim pengetahuan dan skill berumah tangga sesuai Islam, sehingga rawan dalam menghadapi masalah internal dan eksternal keluarga. Ketika keluarga muslim mulai melepaskan diri dari ajaran-ajaran Islam, keluarga menjadi lumpuh dan bahkan anak-anak kehadirannya tidak diharapkan.

Di alam kapitalisme sekuler pula, pengasuhan anak menjadi salah satu bagian kehidupan yang kian terabaikan. Hingga pengasuhan anak seringkali menjadi konflik antarpasangan suami istri. Tak jarang, fitrah keibuan mudah terkikis beriringan dengan iman yang krisis. Sesungguhnya, kondisi keluarga yang semakin memprihatinkan hari ini, memerlukan institusi negara yang akan menyelamatkan keluarga dari keterpurukan dan penderitaan yang panjang.

Anak dalam Asuhan Islam

Dalam Islam, kehidupan seorang anak dihargai bukan hanya ketika lahir, melainkan sejak mereka berada dalam kandungan. Orang tua dan negara sekalipun tak berhak membatasi kelahiran, apalagi membunuh anak-anak yang telah tumbuh dalam rahim sang ibu. Karenanya, anak-anak adalah anugerah dan karunia Allah Swt. Anak bukan beban sebagaimana pandangan masyarakat kapitalis sekularisme.

Bicara soal jaminan ekonomi, di mana anak sering dianggap beban keluarga, Allah Swt. telah mewanti-wanti setiap orang tua untuk tidak membunuh atau menggugurkan anak-anak mereka dalam kandungan hanya semata takut miskin, ataupun sosial lainnya. Jadi, alasan apa pun tidak dibenarkan dalam Islam untuk menghilangkan nyawa seorang anak. “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu dikarenakan takut miskin. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu. Membunuh mereka sungguh suatu dosa yang besar.” (QS. Al-Isra' Ayat 31)

Islam memandang anak sebagai anugerah yang mahal harganya. Anugerah yang mahal ini adalah amanah yang wajib dijaga dan dilindungi oleh orang tua, masyarakat, dan negara. Islam telah memberi perhatian yang lebih terhadap perlindungan anak-anak. Jaminan perlindungan meliputi fisik, psikis, intelektual, moral, ekonomi, dan lainnya. Islam telah merincikan semua hak-hak seorang anak. Diantaranya, menjamin kebutuhan sandang dan pangannya, menjaga nama baik dan martabatnya, menjaga kesehatannya, memilihkan teman bergaul yang baik, serta menghindarkan dari kekerasan, dan lain-lain.

Adapun untuk melindungi anak dari pelaku kejahatan, Islam memiliki sistem sanksi yang tegas dan mampu membuat jera pelakunya, juga mampu mencegah orang lain melakukan tindak kejahatan serupa. Di saat yang bersamaan, Islam membangun konsep akidah Islam sebagai asas kehidupan, baik pada individu, masyarakat, maupun negara. Dengan asas keimanan kepada Allah Swt ini, semua pihak menyadari adanya pertanggungjawaban di hari akhirat atas semua perilaku di dunia. Sehingga kesadaran yang timbul, akan mencegah seseorang untuk melakukan tindak kejahatan atau melindungi perilaku jahat. Sungguh, perlindungan anak sangat paripurna dalam sistem Islam.

Islam Tempat Kembali

Islam memiliki sebuah aturan yang paripurna untuk mengatur kehidupan dalam sebuah institusi yang disebut khilafah. Khilafah akan memastikan pelaksanaan hukum syariat dilaksanakan oleh setiap keluarga, dan akan memastikan syariat-Nya terimplementasi dalam kehidupan bernegara. Sebagai contoh, dalam Islam setiap suami atau wali diwajibkan untuk mencari nafkah (Lihat QS An-Nisa:34).

Khilafah sendiri yang memastikan ketersediaan lapangan pekerjaan bagi laki-laki. Pun memberikan pendidikan dan pelatihan kerja, bahkan jika dibutuhkan akan memberikan bantuan modal usaha. Khilafah juga akan memfasilitasi dan membekali ilmu pergaulan suami istri, agar setiap pasangan paham bahwa satu sama lain berhak mendapatkan ketenteraman, ketenangan, serta menjalankan amanahnya dengan baik. Sehingga, dapat dieliminasi munculnya kasus kekerasan, penelantaran keluarga, tindak pembunuhan di circle keluarga dan sebagainya. Khilafah pun akan memenuhi kebutuhan hidup keluarga dengan penyediaan rumah layak dengan harga terjangkau, pakaian dan pangan yang memadai dan murah. Alhasil, dalam Islam sejatinya negara berperan penting dalam menjaga keutuhan keluarga. Jika bukan dengan hukum Islam yang diterapkan oleh khilafah, niscaya keutuhan keluarga dan kesejahteraannya mustahil terealisasi.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Ahsani Annajma Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Kesalahan Terbesar
Next
Mentari di Balik Batas Perjodohan
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram