Kentalnya Politik Klenik dalam Ritual Kendi Nusantara IKN

"Ritual Kendi Nusantara yang digelar demi kelancaran pembangunan IKN merupakan bentuk politik klenik yang bisa mengundang amarah dan azab dari Sang Khalik."

Oleh. Nurjamilah, S.Pd.I.
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Pembangunan IKN (Ibu Kota Negara) di Kalimantan Timur menimbulkan polemik berkepanjangan. Ambisi penguasa untuk memindahkan ibu kota tak terbendung lagi. Setelah penyerobotan tanah milik rakyat setempat dan secara ugal-ugalan pula menyeret para investor untuk menopang dana pembangunan IKN. Kini hal yang irasional digelar, ritual Kendi Nusantara yang berbau mistis dan kesyirikan menjadi bukti terjadinya politik klenik di bumi pertiwi ini.

Dilansir dari Kumparan.com (14/03/2022) Presiden Jokowi bersama para gubernur se-Indonesia pada Senin (14/03) berkemah di titik nol IKN di Kalimantan Timur dan menggelar ritual Kendi Nusantara. Sebelumnya para gubernur itu diinstruksikan untuk membawa 2 kg tanah dan 1 liter air dari wilayahnya masing-masing, kemudian disatukan dalam sebuah kendi yang dinamakan Kendi Nusantara.

Tak ketinggalan, Cianjur yang menjadi bagian dari provinsi Jawa Barat pun ikut berkontribusi. Bupati Cianjur Herman Suherman memilih Cikundul untuk diambil segenggam tanah dan airnya. Sebab, Cikundul merupakan cikal bakal terbentuknya Cianjur, inilah mengapa daerah ini dinobatkan sebagai lokasi paling bersejarah di Cianjur (Detik.com, 13/03/2022).

Pro kontra mewarnai ritual itu. Ada yang bersikeras bahkan pasang badan membela kesakralan ritual itu dan menyatakan bahwa ini merupakan kearifan lokal yang menjadi ciri khas Indonesia. Namun, tak sedikit yang menentang bahkan dengan tegas menyatakan bahwa ritual itu berbau mistis bahkan wujud dari politik klenik. Lantas, betulkah ritual ini merupakan budaya lokal yang harus dilestarikan? Bagaimana perspektif Islam dalam hal ini?

Java Sentris (lagi)

Ritual Kendi Nusantara ini diinisiasi sekaligus dieksekusi oleh Presiden Jokowi. Mengingat asal usulnya yang berasal dari Jawa, tak ayal ritual ini dikaitkan dengan adat kejawen yang sangat kental. Direktur Pusat Riset Politik, Hukum, dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI) Saiful Anam menjelaskan bahwa jika pindah rumah atau membangun rumah baru, orang zaman dahulu senantiasa melakukan ritual sakral dengan menuangkan air dan tanah tempat kelahirannya masing-masing. Hal tersebut dilakukan untuk mengusir roh-roh halus yang bersemayam di tempat tadi sehingga agar orang tadi merasa kerasan di tempat yang baru (Rmollampung, 15/03/2022).

Hal ini senada dengan penuturan Antropolog Sipin Putra, bahwa masyarakat Jawa memang memiliki kepercayaan (believe) seperti itu agar ingat selalu kelahirannya, betah di perantauan, dan lancar dalam bekerja (Kompas.com, 14/03/2022).

Nusantara Diselimuti Politik Klenik

Politik berkelindan dengan klenik. Benarkah demikian? Tak dinafikan dunia politik kontemporer masih diselimuti klenik. Sebab, kultur nenek moyang Indonesia sebagai penganut animisme dan dinamisme tidak sepenuhnya sirna seiring masuknya agama-agama samawi, meskipun agama ini telah diakui secara resmi oleh konstitusi. Eksistensi politik klenik di masa lalu memiliki konektivitas dengan era modern. Terus berlanjut secara turun-temurun oleh orang-orang yang melanggengkan praktiknya.

Dahulu, konon raja-raja nusantara mesti menguasai ilmu kanuragan dan aji-aji yang mumpuni untuk mendukung kekuasaannya. Berbagai ritual pun dijalani seperti tapa brata dan tirakat di tempat-tempat wingit, bahkan bersekutu dengan lelembut penguasa wilayah nusantara. Namun, kini para politisi calon penguasa hanya perlu mem- booking guru spiritual (baca: dukun) untuk menyukseskan elektabilitasnya. Sugesti ini yang terus tertanam di alam bawah sadarnya.

Tak ayal ritual Kendi Nusantara akhirnya mem- booming -kan istilah politik klenik. Apakah itu? Pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta Ubaedilah Badrun mendefinisikan politik klenik sebagai suatu praktik politik mengimplementasikan kemauan penguasa berdasar imajinasi irasionalitasnya yang meyakini semacam adanya magis dan mistis tertentu. Ini berarti terjadi kemunduran peradaban politik. Hal tersebut sangat bertentangan dengan rasionalitas masyarakat modern. Sejatinya, politik modern yang membentuk pemerintahan modern meniscayakan syarat rasionalitas dalam seluruh implementasi kebijakannya. Membawa kendi berisi air dan tanah dari 34 provinsi di Indonesia itu sesuatu yang irasional (Gelora.co, 14/03/2022).

Bahkan, politik klenik pun kerap terjadi pada perhelatan pemilu dan persaingan antarpolitisi. Tak cukupi mengotori politik dengan tangan-tangan serakah mereka, namun cara klenik pun tak segan digunakan untuk melanggengkan kekuasaannya, menutupi tindak korupsi, atau menundukkan sang bos agar disayang meskipun secara intelektual pas-pasan dan kinerja minim.

Klenik Merasuki Budaya Lokal

Tak dimungkiri Indonesia memiliki ragam budaya lokal yang berlimpah. Hal itu selaras dengan banyaknya suku bangsa dan bahasa yang mendiami ibu pertiwi ini. Oleh karena itu, budaya lokal terkadang dikeramatkan bahkan dianggap sakral. Sebab, dianggap sebagai warisan leluhur yang mesti diapresiasi. Pada praktiknya, tak sedikit budaya lokal justru kental dengan ritual yang bernuansa klenik.

Permasalahannya, bagaimana kita menempatkan kaidah relasi budaya lokal dengan Islam? Sebab, tak jarang keduanya justru malah saling berbenturan. Islam sebagai wahyu Ilahi selayaknya dijadikan sebagai standar, sedangkan budaya lokal merupakan objek yang distandarkan. Jika budaya lokal tidak bertentangan dengan Islam, maka boleh saja kita mengambilnya, misalnya memakai batik. Namun, jika tidak berkesesuaian terlarang mempraktikkannya, misalnya menyiapkan sesajen untuk ritual pawang hujan.

Sangat disayangkan, fakta yang terjadi justru sebaliknya, Islam ‘dipaksa’ tunduk pada budaya lokal. Jika tidak, maka julukan intoleran justru santer dialamatkan pada kaum muslim yang taat pada ajaran agamanya. Inilah bukti bahwa praktik sinkretisme masih ada bahkan sengaja dilestarikan untuk mengobok-obok syariat Islam.

Kapitalisme Mengobarkan Kesyirikan

Indonesia merupakan negeri mayoritas muslim, namun sayang ideologi kapitalismelah yang justru menjadi ideologinya. Islam sama sekali tak diberi panggung dalam lingkupnya sebagai ideologi juga, ranahnya dipersempit hanya dalam ibadah mahdhoh saja. Sebaliknya, sekularisme (paham yang memisahkan antara agama dan kehidupan) yang menjadi asas dari kapitalisme justru mewarnai berbagai aturan kehidupan di bumi pertiwi ini.

Tak ayal sistem ini memaklumkan bahkan mengobarkan ritual budaya yang berbau syirik (menyekutukan Allah). Dosa besar yang tak terampuni justru dilegalkan atas nama kearifan lokal. Tak hanya itu, politik klenik ini pun mengikis akal sehat dan menunjukkan betapa rendahnya taraf berpikir para punggawa negeri ini berikut masyarakatnya.

Terkait pemindahan IKN seharusnya pemerintah mendengarkan masukan dari para pakar dan jeritan suara hati rakyat, bukan malah mengakomodasi bisikan gaib. Alih-alih melancarkan pembangunan, yang ada justru menghancurkan dan mengundang kebinasaan.

Demokrasi memang sarat kemunafikan, berkoar-koar akan menjunjung tinggi suara rakyat, faktanya justru mengkhianati rakyat. Rakyat tak lebih dari ‘keset’ para oligarki. Empat kebebasan yang diagung-agungkan justru menyuburkan kemaksiatan dan memberangus kebenaran.

Islam Memberantas Kesyirikan

Bukan Islam namanya, jika tak menawarkan kesempurnaan. Aturan komprehensif yang termanifestasi dalam ajaran agamanya menobatkan Islam bukan hanya sebagai agama, namun juga ideologi. Oleh karena itu, posisi Islam tidak hanya pantas dipeluk oleh individu, namun juga diadopsi oleh negara.

Dalam pandangan Islam, ritual Kendi Nusantara merupakan salah satu bentuk ritual klenik yang berbau magis dan mistik. Di dalamnya sarat dengan kesyirikan yang terkategori dosa besar. Allah Swt. berfirman dalam QS An-Nisa ayat 48 yang berbunyi: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik)…”

Syirik tidak hanya dosa besar, namun terkategori kezaliman yang dapat mengundang murka Allah dalam menimpakan kebinasaan bagi negeri. Allah Swt. berfirman dalam QS Hud ayat 109 yang artinya, “Dan Rabbmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedangkan penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan.”

Kesimpulannya, ritual Kendi Nusantara yang digelar demi kelancaran pembangunan IKN merupakan bentuk politik klenik yang bisa mengundang amarah dan azab dari Sang Khalik. Kesyirikan yang dilakukan secara berjemaah di hadapan khalayak ramai serta dipimpin oleh pemimpin negara merupakan kemaksiatan massal yang dipertontonkan.

Diamnya umat Islam melihat aksi kesyirikan massal ini terkategori ‘mengamini’ dosa besar itu. Oleh karena itu, haram bagi kita berdiam diri apalagi mendukung ritual klenik tersebut, meskipun dilegalisasi oleh negara atas nama budaya.

Khatimah

Kesyirikan akan terus merajalela jika sistem kapitalisme tetap eksis, sebab hal ini memang sengaja dipelihara untuk mengobok-obok ajaran Islam. Sebaliknya, kesyirikan akan dipunahkan dengan Islam kaffah. Bentuk kesyirikan tidak melulu berupa klenik. Namun, menjadikan manusia sebagai pembuat aturan kehidupan pun dianggap kekufuran yang nyata. Sebab, aktivitas itu tergolong menyekutukan Allah. Oleh karena itu, sudah saatnya kita campakkan sistem kapitalisme dan menerapkan aturan Islam dam kehidupan bernegara sebagai konsekuensi keimanan kita dan upaya menyelamatkan bangsa ini dari dahsyatnya azab Allah Swt. Wallahu a’lam bi ash-shawwab[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Tim Redaksi NarasiPost.Com
Tsuwaibah Al-Aslamiyah Tim Redaksi NarasiPost.Com
Previous
Nasi Goreng Terenak di Dunia
Next
Rigiditas Regulasi Menjembatani Nyawa Rakyat Pulang ke Pangkuan Ilahi
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram