"Separatisme adalah suatu paham atau gerakan yang mengacu pada suatu golongan yang ingin memisahkan diri dari suatu negara. Dalam arti ingin memerdekakan diri dari negara asal dan mendirikan negara sendiri."
Oleh. Diyani Aqorib
NarasiPost.Com-Aksi teror yang dilancarkan kelompok separatis Papua seakan tak berkesudahan. Hampir setiap tahun selalu ada korban jiwa, baik sipil maupun militer. Sarana-sarana umum seperti sekolah dan puskesmas pun tak luput dari aksi keji mereka. Bahkan mereka tak segan-segan membakar rumah-rumah penduduk yang tak berdosa. Segala cara mereka lakukan untuk mencapai tujuan, yaitu memerdekakan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Belum lama ini Kelompok Separatis Teroris (KST) Papua membantai 8 karyawan PT.Palapa Timur Telematika (PTT) di pedalaman Distrik Beoga, Kabupaten Puncak Jaya. Mereka yang sedang bertugas memperbaiki tower untuk sistem telekomunikasi di langit Papua tersebut, justru dibunuh oleh KST pada Rabu dini hari. (republika.com, 7/3/2022)
Beberapa hari sebelumnya juga terjadi baku tembak antara Kelompok Kriminal Bersenjata Organisasi Papua Merdeka (KKB OPM) dan TNI di Distrik Beoga, Kabupaten Puncak Jaya. KKB OPM menyerang prajurit di Pos Koramil Dambet Satgas Kodim Yonif R 408/SBH, Distrik Beoga. Pada saat itu 12 personel sedang berpatroli dan sekaligus memperbaiki saluran air. Akibat dari serangan itu, satu orang prajurit TNI, yaitu Pratu Heryanto terluka tembak. (cnnindonesia.com, 4/3/2022)
Akar Masalah Papua
Sejak 1970-an di Papua terdapat gerakan prokemerdekaan yang meminta referendum ulang. Hasil referendum Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada 1969 yang diikuti 1.022 delegasi Papua pilihan pemerintahan di Jakarta, mengesahkan masuknya Papua sebagai bagian dari Indonesia. Tetapi banyak warga prokemerdekaan Papua merasa Pepera dilaksanakan di bawah tekanan militer.
Menurut peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Rosita Dewi, pada tahun 2020 menyatakan bahwa akar permasalahan Papua meliputi empat faktor:
- Peminggiran, diskriminasi, termasuk minimnya pengakuan atas kontribusi dan jasa Papua bagi Indonesia.
- Tidak optimalnya pembangunan infrastruktur sosial di Papua, khususnya pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi rakyat, dan rendahnya keterlibatan pelaku ekonomi asli Papua.
- Proses integrasi politik yang belum tertangani, bahkan meluas.
- Pelanggaran HAM yang belum diselesaikan.
Di samping itu, aroma permainan dan provokasi pihak asing terasa begitu kental. Seperti Amerika Serikat (AS) melalui salah satu anggota senator kongresnya pada tahun 2012 mendukung penyelesaian Papua melalui otonomi khusus. Pada tahun yang sama, AS mengirimkan sekitar 12.000 marinir ke Darwin, Australia, dengan alasan mengimbangi Cina di perairan Asia Pasifik. Begitu juga dengan Inggris yang membuka kantor perwakilan parlemen OPM di London pada bulan Mei 2013.
Provokasi pihak asing tidak berhenti di situ. Melalui agen-agennya dalam bentuk NGO (Non Governmental Organization) menggulirkan isu-isu Hak Asasi Manusia (HAM), kebebasan (freedom), demokratisasi, kemiskinan, korupsi, dan lainnya. Sehingga pemerintah Indonesia terkesan tidak berhasil memberikan kehidupan yang adil dan makmur bagi rakyat Papua. Dengan begitu menurut mereka, rakyat Papua berhak menentukan nasibnya sendiri yaitu dengan memisahkan diri dari NKRI.
Di sisi lain, sumber daya alam Papua yang melimpah menjadi rebutan para kolonialis asing. Seperti proyek lumbung pangan dan energi terpadu Merauke atau Merauke Integrated Food and Energy Estate yang disokong oleh Cina. Pun demikian dengan AS yang tidak ingin kehilangan segala keuntungan yang sudah didapat selama ini. Inggris dan Australia juga tidak mau ketinggalan. Mereka terus berusaha untuk bisa menanamkan pengaruhnya dan menikmati keuntungan dari kekayaan alam Papua.
Solusi Islam Menyelesaikan Separatisme
Separatisme adalah suatu paham atau gerakan yang mengacu pada suatu golongan yang ingin memisahkan diri dari suatu negara. Dalam arti ingin memerdekakan diri dari negara asal dan mendirikan negara sendiri.
Islam sebagai sistem hidup, memberikan solusi yang komprehensif untuk mencegah terjadinya separatisme. Semua peluang dan motif yang memungkinkan terjadinya pemisahan wilayah telah diantisipasi oleh Islam. Hal ini tampak dari asas yang mendasari perlakuan negara terhadap warganya, baik muslim maupun nonmuslim. Negara akan mengatur dan memelihara urusan-urusan umat dengan sebaik-baiknya berdasarkan aturan Allah Azza wa Jalla. Sehingga sangat kecil kemungkinan munculnya keinginan untuk memisahkan diri karena faktor ekonomi, kezaliman penguasa, ketidakadilan, atau ditelantarkan oleh pusat.
Negara juga wajib menjamin kebutuhan pokok tiap individu rakyat dan memenuhi kebutuhan kolektif rakyat seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Semua dilakukan merata. Tanpa membedakan rakyat tersebut di pusat atau daerah, kekayaan alam wilayahnya sedikit atau banyak, baik muslim maupun nonmuslim.
Selain itu, negara juga mencegah intervensi asing. Karena Islam mengharamkan segala bentuk intervensi asing terhadap negeri-negeri muslim. Sebab, intervensi asing bertujuan untuk menguasai negeri-negeri Islam dan memecah belah kesatuan kaum muslim.[]