Kapitalisme Sejati, Kopi Saset pun Tak Aman Diseruput Lagi

"Watak kapitalisme-sekularisme yang selalu mengejar keuntungan/materi tak akan pernah memiliki nurani untuk peduli atas akibat yang akan menimpa konsumen, sehingga mencampurkan BKO yang membahayakan dalam produk pun tak sulit dilakukan selagi itu bisa menggunungkan keuntungan. Sistem yang memisahkan aturan agama dalam kehidupan ini pun membuat para pengembannya tak ragu melakukan perbuatan jahatnya sebab tidak pernah mempertimbangkan dosa dan pertanggungjawaban atas apa yang telah dilakukan kelak di akhirat."

Oleh. Dewi Fitratul Hasanah
(Penggiat Literasi)

NarasiPost.Com-Viral pemberitaan tentang penemuan kandungan zat berbahaya di dalam beberapa kopi saset yang selama ini telah dijual ke masyarakat. Sebagaimana diberitakan Tempo.com, (6/3/2022) bahwasannya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan produk pangan yang mengandung bahan kimia obat.

Kepala BPOM, Penny K. Lukito, menerangkan pihaknya mendapati berupa 32 kg bahan baku obat ilegal mengandung parasetamol dan sildenafil, 5 kg produk rumahan/bahan campuran setengah jadi, cangkang kapsul serta bahan kemas aneka jenis seperti aluminium foil untuk saset, karton, plastik, dan hologram beserta beberapa alat produksi sederhana. Adapun beberapa produk yang diduga antara lain, Kopi Jantan, Kopi Cleng, Kopi Bapak, Spider, Urat Madu, dan Jakarta Bandung.

Berita tersebut merupakan berita pahit yang mau tak mau harus diteguk rakyat, utamanya bagi para pecinta kopi. Bagaimana tidak, kopi merupakan minuman nikmat yang pada dasarnya aman dan halal dikonsumsi, seketika berubah menjadi minuman maut berisikan ramuan yang amat membahayakan kesehatan.

Masih pada media yang sama, Penny mengatakan, "Penggunaan bahan kimia obat parasetamol dan sildenafil secara tidak tepat dapat mengakibatkan efek samping yang ringan, berat bahkan sampai menimbulkan kematian. Parasetamol dapat menimbulkan efek samping mual, alergi, tekanan darah rendah, kelainan darah, dan jika digunakan secara terus-menerus dapat menimbulkan efek yang lebih fatal seperti kerusakan pada hati dan ginjal.”

Miris dan mengerikan. Siapa sangka bila minuman kopi kini telah dicampuri sildenafil dan parasetamol yang merupakan bahan kimia obat (BKO)?
Lantas bagaimana pula kopi ber-BKO tersebut bisa lolos terjual hingga sampai ke tangan masyarakat luas?

Sebenarnya Indonesia sendiri telah lama memiliki lembaga yang menjamin keamanan pangan, salah satunya adalah BPOM. BPOM pun pernah menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertemakan "Sinergisme Implementasi dan Pengawasan Sistem Jaminan Keamanan dan Mutu di Sarana Produksi Pangan Indonesia" secara daring di Kantor Badan POM Jakarta, Jumat (26/06/ 2020).

Tujuan dari acara tersebut tak lain adalah untuk mempermudah implementasi pelaku usaha dalam memenuhi standar keamanan pangan di sarana produksi, dengan harapan keamanan pangan dapat terwujud sebagai upaya perlindungan penuh terhadap konsumen akan pangan yang aman dan bermutu. Dan negeri pun telah ada sanksi yakni bila ada pelaku usaha yang memproduksi dan mengedarkan produk pangan ilegal mengandung bahan kimia obat ini dapat dipidana sesuai ketentuan Pasal 136 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp10 miliar.

Namun faktanya, tetap saja ada pelaku usaha yang memproduksi dan memasarkan makanan maupun minuman yang membahayakan konsumen. Kasus temuan produk kopi yang mengandung zat berbahaya ini bukanlah kali pertamanya. Banyak ragam kasus serupa, misalnya saja olahan makanan yang menggunakan borak, bakso berformalin, sirup dan saus tomat dengan pewarna pakaian dan lain sebagainya. Bahkan, beberapa diantaranya masih beredar di pasar dan dikonsumsi masyarakat sampai sekarang.

Jika mencermati sistem yang tengah dirodakan oleh negara saat ini, yakni sistem kapitalisme-sekularisme, maka ditemukannya BKO dalam kopi-kopi tersebut tak menjadi sebuah hal yang terlalu mengherankan. Hal tersebut wajar dan niscaya terjadi, sebab watak kapitalisme-sekularisme yang selalu mengejar keuntungan/materi tak akan pernah memiliki nurani untuk peduli atas akibat yang akan menimpa konsumen, sehingga mencampurkan BKO yang membahayakan dalam produk pun tak sulit dilakukan selagi itu bisa menggunungkan keuntungan. Sistem yang memisahkan aturan agama dalam kehidupan ini pun membuat para pengembannya tak ragu melakukan perbuatan jahatnya sebab tidak pernah mempertimbangkan dosa dan pertanggungjawaban atas apa yang telah dilakukan kelak di akhirat.

Tak sama. Islam bukan hanya sebagai sebuah agama melainkan sebuah sistem kehidupan yang memiliki seperangkat aturan yang paripurna. Tak hanya mengurusi ranah nafsiyah tetapi juga ranah negara/daulah. Islam sangat melindungi jiwa, akal, dan agama setiap rakyatnya termasuk masalah penjaminan produk pangan. Sistem yang bersumber dari Allah Swt. Sang Pencipta manusia. Termasuk di dalamnya adalah perlindungan pangan dan perlindungan konsumen. Tidak ada prinsip penipuan terhadap kandungan produk atau penzaliman terhadap konsumen karena adanya bahan-bahan yang berbahaya dan tidak semestinya.

Di dalam Islam, tanggung jawab pelaku usaha memiliki dua dimensi, yaitu dimensi
vertikal dan dimensi horizontal. Kedua dimensi ini dapat diidentifikasi sebagai berikut :

  1. Adanya dimensi tauhid sebagai ciri tanggung jawab secara vertikal kepada Allah Swt.
  2. Adanya dimensi amanah bagi para pelaku usaha.
  3. Sumber daya alam tersedia selalu karena karunia Allah Swt yang dilimpahkan ke muka bumi ini harus digunakan untuk mencapai kesejahteraan bersama.
  4. Harus tolong- menolong dan bekerja sama serta membina saling mengasihi di antara semua manusia (stakeholders).
  5. Bisnis atau usaha merupakan sarana ibadah bagi para pelaku bisnis.

Dalam hal ini, negara bersistem Islam mengatur dan mengawasi kondisi perekonomian masyarakat melalui sebuah lembaga yang bernama al-hisbah. Melalui lembaga al-hisbah ini negara
melakukan kontrol terhadap kondisi sosial dan ekonomi secara komprehensif atas kegiatan perdagangan dan praktik-praktik ekonomi. Selain itu, lembaga al-hisbah ini memiliki tugas dan kewenangan untuk mengawasi industri, jasa profesional, standarisasi produk, memeriksa adanya indikasi penimbunan barang, praktik riba, dan perantara (calo-calo atau makelar). Pejabat yang bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas lembaga al-hisbah
ini disebut muhtasib.

Kewenangan mengawasi pasar menjadi tanggung jawab muhtasib. Selain mengawasi pasar, muhtasib juga mengawasi perilaku sosial masyarakat, bagaimana kegiatan mereka dalam melaksanakan kewajiban agama dan bekerja untuk pemerintahan negara. Adapun fungsi ekonomis yang menjadi kewenangan muhtasib adalah memenuhi dan
mencukupi kebutuhan, melakukan pengawasan terhadap industri dan produksi, pengawasan atas
jasa, pengawasan atas perdagangan, mengawasi jual beli terlarang, mengawasi standar kehalalan, kesehatan dan kebersihan suatu komoditas, pengaturan pasar, melakukan intervensi pasar, dan memberikan hukuman tegas yang menjerakan terhadap pelaku pelanggaran.

Sedemikian terperinci, tegas, dan mulianya Islam dalam mengatur dan melayani rakyat dalam setiap urusannya. Itu semua karena karakter negara bersistem Islam adalah melayani hajat rakyat dengan sungguh-sungguh dan didasarkan pada syariat yang menyadari betapa pentingnya menjaga jiwa setiap rakyat, tak terlena dengan cuan/materi dunia. Sebab yang dikejar adalah kemaslahatan dan keberkahan darinya.
Sebagaimana hadis, "Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka.” (HR.Ibnu Asakir, Abu Nu’aim)

Sungguh jika kita mau mencampakkan sistem kapitalisme-sekularisme dan kembali menerapkan sistem Islam secara menyeluruh dalam bingkai negara khilafah islamiah, niscaya tak kan ada produk pangan yang membahayakan nyawa/ kesehatan, lebih-lebih jika produk tersebut sampai terlanjur dipasarkan. Keberadaan para kapitalis sejati pun akan terbasmi dengan sanksi Islam yang tak hanya berupa denda ataupun kurungan penjara saja, akan tetapi sanksi hukum Islam yang benar-benar terbukti mampu memberi efek jera. Para calon pelaku usaha yang hendak curang pun tak memiliki celah untuk beraksi nakal dalam mekanisme penjaminan pangan yang dimiliki Islam. Sehingga semua produk pangan yang sampai ke tangan masyarakat hanyalah produk yang baik, aman, teruji klinis, dan bukan produk yang membahayakan.

Selain itu, masing-masing diri akan tergiring untuk berbuat jujur dan menyadari untuk berbisnis dengan cara yang benar jauh dari praktik pemalsuan kehalalan ataupun penipuan sebagaimana perbuatan mencampurkan kopi dengan BKO . Sungguh dalam negara bersistem Islam takkan kita dapati produk membahayakan tersebut. Sehingga para pencinta kopi pun bisa menyeruput kopinya dengan hati tenang dan rasa aman. Wallahua'lam.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Dewi Fitratul Hasanah Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Ada Apa di Balik Isu Radikalisme?
Next
Urgensitas Label Halal bagi Keluarga Muslim
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram