"Kapitalismelah yang menjadi sumber permasalahan, sebab telah berhasil mengubah fitrah seorang ibu. Sehingga, dia tega menghabisi nyawa kedua anak kandungnya sendiri."
Oleh. Rahmiani. Tiflen, Skep
(Voice of Muslimah Malang)
NarasiPost.Com-Ibu adalah sosok lembut penuh santun yang senantiasa menjadi panutan serta madrasah pertama bagi anak-anaknya. Dalam Islam sendiri kedudukan seorang ibu begitu mulia, sebab Rasulullah saw. telah memberikan penghargaan yang tinggi terhadap mereka. Sebagaimana sabdanya yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, “Seseorang datang kepada Rasulullah saw. dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi saw. menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi saw. menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi saw. menjawab, ‘Kemudian ayahmu.” (HR. Al-Bukhari, kitab al-Adab, nomor 5971 dan Muslim, Kitab al-Bir wa al-Shilah wa al-Adab, nomor 2548).
Akan tetapi fitrah mulia itu telah lenyap dari diri seorang ibu, terlepas, hilang, terkikis, hingga mengubahnya menjadi mesin penjagal dan hilang akal dalam kejamnya arus sistem kapitalisme.
Seperti dilansir dari Detiknews.com (21/03/22) bahwa seorang ibu di Brebes Jawa Tengah berinisial KU (35) diduga telah menggorok tiga anak kandungnya sendiri. Satu anak dinyatakan meninggal dunia dengan luka sayat pada bagian leher, sedangkan dua lainnya segera dilarikan ke rumah sakit (RS). Menurut penuturan dari Kapolsek Tonjong AKP M Yusuf, ketika pintu dibuka olehnya, tampak anak yang bernama ARK (7) yang sudah berada dalam kondisi meregang nyawa. Terdapat pula luka sayat di daerah leher. Sementara itu kedua korban lainnya yang berinisial KSZ (10) dan E (5) pun mengalami luka yang cukup parah di sekujur tubuh mereka.
Sementara itu menurut ahli Psikologi Forensik, Reza Indra Giri Amriel, yang menyampaikan pada pihak kepolisian agar mendalami lebih lanjut kejiwaan pelaku. Meskipun dari informasi yang ada, pencetus pelaku melancarkan tindakan sadis tersebut kepada anaknya disebabkan alasan ekonomi dan kesulitan hidup (Republika.co.id, 20/03/22).
Kapitalisme Berhasil Menggerogoti Sendi Kehidupan
Apa yang dialami oleh keluarga pelaku, merupakan pukulan telak yang meninggalkan traumatis bagi anak-anaknya. Bagaimana tidak sosok ibu yang selama ini oleh mereka dianggap sebagai orang yang paling melindungi, membimbing, serta mendidiknya dari kecil hingga dewasa. Ibu yang dengan kedua tangannya membelai dan memberikan kasih sayang tanpa pamrih, namun kini berubah menjadi si penjagal yang tanpa ampun, tega menggorok kedua buah hatinya hingga meninggal dunia. Betapa peristiwa tersebut tentu akan meninggalkan luka pengasuhan, yang sampai kapan pun tetap tertoreh pada diri kedua anaknya yang selamat dari maut.
Sementara itu, melihat kondisi psikologis pelaku yang tidak stabil selama dilakukan investigasi, besar kemungkinan hal tersebut terjadi disebabkan adanya masalah kejiwaan (mental illness) yang diderita. Meski fakta lain menyatakan bahwa hal tersebut disebabkan oleh impitan ekonomi. Begitulah, yang namanya kebutuhan hidup, tentu saja berbeda-beda antara keluarga yang satu dengan lainnya. Terlebih di tengah arus kapitalisme.
Hanya saja secara makro, fokus kejadian di atas membuktikan bahwa telah terjadi dehumanisasi dalam masyarakat secara global. Kapitalisme pun turut bertanggung jawab atas kerusakan individu manusia termasuk pelaku, meski apa yang dilakukannya pun tak dapat dibenarkan.
Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, kapitalisme sukses menciptakan manusia-manusia yang hidup serba individualis, tak ada rasa welas asih dan juga kepedulian pada sesama, sulit untuk saling tolong menolong. Bahkan terhadap keluarga sendiri pun, kadang abai. Kondisi seperti itulah yang sering kali memicu stres serta tekanan hidup luar biasa, sehingga ujung-ujungnya mengakibatkan seseorang jatuh pada kondisi kejiwaan (mental illness) seperti yang dialami pelaku.
Sementara itu dari sisi ekonomi, kapitalisme berhasil menjadikan harta hanya berkisar pada para pemilik modal. Sulitnya mendapatkan lapangan pekerjaan bagi para lelaki, yang notabene adalah kepala keluarga, di samping itu gaji yang diterima ada kalanya di bawah UMR (upah minimum regional) pun ikut berimbas pada kewajiban nafkah seorang kepala keluarga.
Memang benar iman seseorang itu bergantung pada pemikiran sahih yang bersumber dari Al-Qur’an dan sunah Rasulullah saw. Sehingga, ketika terbentur pada suatu permasalahan yang pelik maka ia tidak serta-merta hilang kendali, namun ia sadar betul serta ikhlas atas apa pun yang telah ditetapkan Sang Khalik kepadanya. Itulah wujud iman pada takdir Allah Swt.
Akan tetapi kasus yang menimpa pelaku, tak sampai di situ saja. Tindak pidana tersebut pun turut dipicu oleh sistem yang kini diterapkan dalam kehidupan. Kapitalismelah yang menjadi sumber permasalahan, sebab telah berhasil mengubah fitrah seorang ibu. Sehingga, dia tega menghabisi nyawa kedua anak kandungnya sendiri.
Sistem Islam Solusi Problematik Umat
Oleh sebab itu, sudah sepatutnya dari kasus yang terjadi semakin menyadarkan kita bahwa manusia memang adalah makhluk yang lemah dan serba terbatas. Sejenius apa pun mereka menciptakan sebuah aturan kehidupan, pastilah akan ada celah dan kelemahannya. Hanya Dia yang paling tahu tentang makhluk ciptaan-Nya.
Oleh sebab itu, Allah Ta’ala menciptakan manusia beserta seperangkat aturan untuk memberikan solusi atas segala permasalahan yang dihadapinya dalam kehidupan. Manusia pun dituntun secara akal agar dapat mengetahui dan memahami apa tujuan hidupnya di dunia pun standar kebahagiaannya. Sehingga, dia akan memikirkan tentang alam semesta, manusia, dan kehidupan, kemudian dihubungkan dengan apa-apa yang terjadi sebelum penciptaan dan setelahnya yang kelak akan melahirkan pemikiran yang benar. Itulah kepemimpinan berpikir dalam Islam.
Kemudian dari kepemimpinan berpikir itu akan lahir sebuah metode penerapan, sebagai solusi atas berbagai problematik kehidupan. Metode ini yang akan diemban ke seluruh dunia melalui dakwah dan jihad oleh institusi negara yang lebih dikenal dengan Khilafah Islam. Sistem sahih yang bersumber dari Sang Pencipta dan juga Pengatur kehidupan, Allah Swt. Sebab, hanya Dia yang paling tahu seperti apa makhluk ciptaan-Nya.
Adapun perempuan memang memiliki fitrah lebih perasa, psikisnya lebih mudah goyah, serta akal yang kurang sempurna (dalam arti, perasaannya yang lebih dominan). Terlebih ketika kondisi hari ini yang tidak mendukung seorang muslimah untuk senantiasa istikamah pada ketentuan Ilahi, maka fisik dan juga mental perempuan terlebih kaum ibu, tak ubahnya seperti pepatah ”sudah jatuh tertimpa tangga,” miris memang. Sementara itu kopling mekanisme untuk menghadapi tekanan stresor dari masing-masing orang pun berbeda. Karena itu, diperlukan support system yang baik sehingga selanjutnya tidak lagi terjadi kasus-kasus serupa.
Adapun support system itu dibangun berdasarkan tiga pilar, yaitu: pertama, ketakwaan individu. Sehingga, dalam mengarungi kehidupan senantiasa menyandarkan segala sesuatu pada ketentuan Allah Ta’ala. Keimanannya tetap tertancap kuat, meski berbagai permasalahan datang bertubi-tubi.
Kedua, adanya masyarakat yang saling tolong menolong dalam ketakwaan, kesabaran, serta amar makruf nahi mungkar.
Ketiga, negara yang menerapkan hukum-hukum Allah Swt., sehingga dapat mengurus rakyatnya dengan baik. Mengganti sistem pendidikan hari ini yang rusak dengan sistem pendidikan berbasis akidah Islam, ekonomi yang sesuai syariat, pun seluruh sektor kehidupan manusia.
Dengan demikian, sudah selayaknya kita kembali kepada tuntunan syariat, sehingga kasus-kasus seperti di atas tidak akan terulang kembali dan menyisakan traumatis bagi keluarga-keluarga muslim. Sebab, hanya Khilafah Islamiah yang dapat mengembalikan fungsi keluarga sebagaimana mestinya, memberikan kenyamanan, menjaga akal, menjamin keamanan, serta menjadi rahmat bagi seluruh alam. Wallahu a’lam bish-showwab.[]