"Sungguh miris, bagaimana melihat kebijakan rezim saat ini bersama sistem pemerintahan yang diembannya. Ya, seolah-olah pilih kasih, memandang harkat dan martabat. Infrastruktur umum yang katanya dibangun untuk dinikmati seluruh masyarakat, namun pada kenyataannya hanya mereka yang berduit yang dapat merasakan pelayanan full service."
Oleh. Nur Hajrah MS
(Aktivis Dakwah Nisa Morowali)
NarasiPost.Com-Setiap insan manusia yang terlahir di dunia ini telah diciptakan begitu sempurna oleh Sang Mahakuasa. Selain akal, hati nurani pun ditanamkan ke dalam diri setiap manusia. Dilansir dari Wikipedia, hati nurani diartikan sebagai proses kognitif atau aktivitas mental yang menghasilkan perasaan serta pengaitan secara rasional yang berdasarkan pada pandangan moral atau sistem nilai seseorang. Dalam Islam sendiri hati nurani biasa disebut dengan kalbu. Kata kalbu atau al-qalb sendiri disebutkan sebanyak 132 kali di dalam Al-Qur'an. Hati nurani manusia begitu mudah berubah-ubah, terkadang mereka melakukan kebajikan, namun adakalanya mereka melakukan kemungkaran. Rasulullah saw. bahkan mengingatkan, "Ketahuilah sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging. Apabila daging itu baik maka akan baik seluruh tubuhnya. Tetapi apabila daging itu rusak maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ingatlah daging itu adalah hati." (HR Bukhari dan Muslim)
Hati nurani atau kalbu inilah pangkal dari keindahan dan keimanan. Tanpa hati nurani maka keindahan itu pun akan sirna. Sebagaimana yang terjadi di era modern saat ini, sudah sangat jarang ditemukan mereka yang berhati nurani tinggi untuk menolong dan membantu sesamanya yang membutuhkan dengan tulus dan ikhlas tanpa mengharapkan imbalan, tanpa adanya unsur kepentingan pribadi atau tanpa rasa takut akibat adanya segilintir peraturan yang bersifat tidak adil atau semena-mena. Di era modern saat ini sepertinya menjadi hal yang lumrah terjadi, hati nurani tidak digunakan untuk tolong-menolong antarsesama manusia atau terhadap mahluk hidup lainnya. Selain karena manusia saat ini kebanyakan bersikap individualisme, unsur kapitalis pun telah meracuni pikiran manusia di era modern saat ini. Dimana pertolongan hanya akan diberikan jika sesuai prosedur, sesuai kesepakatan atau mengharapkan imbalan atau berujung pada materi, bukan mengharapkan rida Ilahi, bukan untuk mengumpulkan pahala sebagai bekal menuju surgawi.
Hal inilah yang terjadi terhadap salah satu warga Bulukumba, Sulawesi Selatan. Amiluddin (54), ia dinyatakan meninggal dunia saat melakukan perekaman e-KTP di Dukcapil Bulukumba. Berdasarkan pemberitaan yang ada, sebelumnya beliau telah dirawat selama tiga hari di RSUD Bulukumba. Namun, karena Amiluddin membutuhkan penanganan yang lebih serius yaitu operasi, maka ia harus melengkapi berkas data pasien untuk keperluan administrasi. Tetapi tindakan operasi tidak bisa segera dilakukan karena Amiluddin tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan BPJS Kesehatan. Dengan kondisi yang begitu lemah, Amiluddin dibantu anggota keluarganya berusaha untuk memenuhi persyaratan yang diberikan pihak rumah sakit agar ia bisa secepatnya dioperasi. Namun, apa mau dikata saat selesai melakukan perekaman, Amiluddin mengembuskan napas terakhirnya di Dukcapil Bulukumba, Sulawesi Selatan. (cnnindonesia.com, 16/03/2022)
Miris, Hati Nurani Terkikis
Melihat kondisi yang dialami Amiluddin, tentu sungguh menyayat hati bagi setiap yang melihatnya, sehingga tidak heran jika beritanya sampai viral diperbincangkan. Akibat kebijakan yang berlaku di negeri ini pihak rumah sakit tidak lagi menggunakan akal dan hati nuraninya dalam menolong pasien, walaupun pasien dalam kondisi kritis sekalipun. Penanganan atau pertolongan terhadap pasien harus tetap berjalan sesuai prosedur, harus menyelesaikan segala bentuk administrasi yang berlaku di rumah sakit tersebut.
Secara umum, masyarakat tentu sudah mengetahui bahwa seorang dokter tidak boleh menolak pasien yang berada dalam kondisi darurat atau kritis. Namun, dokter yang ada di setiap rumah sakit tidak dapat segera menjalankan tugasnya jika pasien tidak menyelesaikan terlebih dahulu segala bentuk administrasi dan atau prosedur yang berlaku di rumah sakit tersebut. Seperti inilah yang dialami Amiluddin, walaupun ia telah dirawat selama tiga hari akibat penyumbatan usus yang dialaminya, tetapi tindakan operasi tidak dapat segera dilakukan karena pasien belum memenuhi administrasi yang berlaku di RSUD Bulukumba, sebab tidak memiliki KTP dan BPJS Kesehatan untuk membiayai penanganan operasinya. Jika harus mengambil jalur umum, keluarga Amiluddin sendiri adalah keluarga yang tergolong tidak mampu, sehingga mereka tidak dapat membayar biaya operasi. Ya benar, rumah sakit saat ini kebanyakan menjadikan pasiennya sebagai ladang bisnis, hati nurani mereka terkikis, walaupun pasien kritis mereka tidak segera memberikan pertolongan karena pada dasarnya pasien hanyalah ladang bisnis. Jika sesuai prosedur dan memenuhi segala bentuk administrasi pasien akan segera ditangani, namun jika tidak maka pasien hanya seperti pengemis yang berharap belas kasihan.
Gara-Gara Kapitalis
Lantas, apakah sepenuhnya ini salah dari pihak rumah sakit? Tentu saja tidak, pihak rumah sakit pun hanya mengikuti peraturan yang berlaku. Pihak rumah sakit tentu tidak akan mengeluarkan berbagai aturan jika tidak ada kebijakan dari para pemangku kekuasaan. Katanya negeri ini tidak memiliki ideologi selain berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945, namun pada faktanya negeri ini memperlihatkan bagaimana sistem kapitalis telah menggerogoti negeri ini. Bahkan dalam urusan layanan kesehatan pun telah terkontaminasi paham kapitalis.
Sungguh miris, bagaimana melihat kebijakan rezim saat ini bersama sistem pemerintahan yang diembannya. Ya, seolah-olah pilih kasih, memandang harkat dan martabat. Infrastruktur umum yang katanya dibangun untuk dinikmati seluruh masyarakat, namun pada kenyataannya hanya mereka yang berduit yang dapat merasakan pelayanan full service. Masyarakat diberi sekat-sekat pembatas untuk membedakan yang kaya dan miskin. Di saat si kaya mampu menyewa satu lantai rumah sakit agar bisa merasakan ketenangan dan bisa ditemani keluarga saat dioperasi, apalah daya si miskin yang dalam kondisi kritis pun harus bisa membopong tubuhnya yang lemah sendiri, agar bisa memenuhi persyaratan untuk dioperasi.
Kebijakan pemerintah, dalam hal ini BPJS Kesehatan yang katanya sebagai jaminan untuk memperoleh layanan kesehatan, pada faktanya hanyalah sebagai pemanis agar terlihat mengayomi dan memperhatikan kesehatan masyarakatnya. Buktinya setiap bulan masyarakat yang telah terdaftar harus menjalankan kewajibannya yaitu membayar iuran BPJS Kesehatan, jika tidak atau terlambat membayar iuran maka akan dikenakan sanksi atau denda. Walaupun dalam sebulan itu atau berbulan-bulan peserta BPJS Kesehatan tidak mengalami sakit, mereka harus tetap membayar iurannya. Bukankah ini sama halnya sedang berbisnis? Dimana kesehatan masyarakat adalah komoditas yang diperdagangkan?
Tidaklah heran jika kesehatan masyarakat dijadikan ladang bisnis atau dijadikan komoditas barang dagangan, karena pada dasarnya meskipun kepemilikan BPJS atas nama BUMN, tetapi negara justru melimpahkan urusan kesehatan masyarakat terhadap pihak swasta, dimana saham BPJS ini pun dipegang oleh pihak swasta. Sehingga tidaklah heran jika setiap bulannya masyarakat diminta untuk membayar iuran BPJS Kesehatan.
Di era modern saat ini urusan bernegara telah terkontaminasi sistem kapitalisme, jadi tidaklah mungkin jika ada pihak swasta atau pemilik modal yang menawarkan kerja sama dengan pemerintah atau negara tanpa ada maksud dan tujuan tertentu. Tidak akan mungkin mereka menawarkan jasanya secara percuma alias gratis, karena tujuan utama mereka sudah tentu berujung pada materi alias mengharapkan profit atau keuntungan pribadi. Jadi, yang namanya kondisi ekonomi masyarakat yang terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan, mereka tidak mau tahu menahu apalagi peduli, yang terpenting bagi mereka adalah para peserta BPJS Kesehatan harus ingat akan kewajibannya untuk membayar iuran setiap bulannya. Miris, ini semua gara-gara kapitalis! Kesehatan masyarakat pun bisa jadi ladang bisnis.
Layanan Kesehatan Khilafah adalah yang Terbaik
Permasalahan layanan kesehatan tentu sangat jauh berbeda dengan layanan kesehatan yang diberikan sistem pemerintahan Islam. Layanan kesehatan di era khilafah adalah layanan kesehatan terbaik sepanjang masa. Di setiap kota bahkan daerah terpencil sekalipun terdapat rumah sakit dengan kualitas yang terbaik. Tenaga medis baik dokter dan perawat dan semua yang terlibat dalam rumah sakit adalah mereka yang berpendidikan dan menjalankan tugasnya dengan penuh amanah. Begitu pun dengan peralatan medis adalah peralatan yang berkualitas. Pasien pun mendapatkan pelayanan kesehatan terbaik, bahkan itu semua mereka dapatkan secara gratis. Walaupun pasien mendapatkan layanan kesehatan secara gratis, tetapi para tenaga medis tidak hidup dalam kekurangan. Kehidupan mereka sangat mencukupi, sebab negara menjamin kehidupan mereka.
Mungkin terlintas pertanyaan di benak kita, mengapa semua pelayanan dan semua fasilitas yang ada di rumah sakit era khilafah diberikan secara gratis? Padahal pelayanan dan fasilitas yang diberikan adalah kualitas terbaik, kelas VVIP. Bahkan diberikan tanpa memandang kasta, harta dan tahta? Sedangkan di era sekarang membutukan biaya yang besar untuk mendapatkan fasilitas rumah sakit kelas VVIP.
Kepemimpinan Islam atau khilafah bukanlah sistem pemerintahan yang perhitungan dengan masyarakatnya sendiri. Khilafah bukanlah sistem pemerintahan yang kebijakannya dapat diubah-ubah sesuai pemikiran manusia. Para pemimpinnya menjalankan tugasnya begitu amanah tanpa mengharapkan upah. Jabatan tidak dijadikannya sebagai alat untuk mengumpulkan harta pribadi, melainkan untuk mengharapkan rida Ilahi.
Sistem pemerintahan khilafah berlandaskan pada akidah Islam yang tunduk pada syariat-syariat agama, di mana sumber hukumnya hanya berlandaskan pada Al-Qur'an dan As-Sunnah. Sehingga yang namanya urusan umat akan dikerjakan dengan penuh amanah, termasuk dalam hal urusan kesehatan masyarakat. Selain itu, terjaminnya kesehatan masyarakat juga dipengaruhi kuat dan stabilnya kondisi keuangan Baitul Mal yang bersumber dari harta kepemilikan umum, fai (harta rampasan perang), kharaj, sedekah, zakat, jizyah, ushr dan sedekah. Harta yang telah dikumpulkan dikembalikan kepada umat, salah satunya dengan membangun rumah sakit dengan fasilitas serta pelayanan terbaik, sehingga tidak akan ada sekat-sekat pembatas yang memandang status sosial maupun ekonomi pasien karena semua pasien mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama tanpa dibeda-bedakan. Karena kuat dan stabilnya kondisi keuangan Baitul Mal negara tidak
memerlukan bantuan dari pihak swasta untuk mengurus urusan kesehatan masyarakat. Jikalau pun pihak swasta menawarkan bantuanya kepada negara itu semata-mata mereka lakukan untuk mencari rida Ilahi bukan profit pribadi dan negara pun akan memberikan izin, namun negara akan tetap mengawasi dan tetap sebagai pengendali.
Salah satu contoh rumah sakit yang dibangun di era khilafah adalah rumah sakit yang ada di Kairo, sekarang rumah sakit ini diberi nama Rumah Sakit Qolawun. Rumah sakit ini didirikan oleh Khalifah al-Mansyur pada tahun 1248 Masehi. Kapasitas tempat tidurnya mencapai 8.000, yang setiap harinya melayani sebanyak 4.000 pasien. Fasilitas rumah sakit ini sangat lengkap, bahkan dilengkapi dengan rumah ibadah yaitu masjid untuk pasien beragama Islam dan gereja untuk pasien yang beragama Kristen. Selain itu rumah sakit ini juga dilengkapi fasilitas untuk pasien yang mengalami gangguan jiwa contohnya alat musik terapi. Layanan kesehatan yang diberikan nonstop 24 jam tanpa membedakan suku, ras, agama, status sosial, warna kulit dan lain-lain. Pasien pun akan dilayani sepenuh hati sampai pasien benar-benar sembuh total. Dan semua layanan kesehatan yang diberikan itu tanpa dibayar alias gratis. Bahkan pasien juga diberi uang saku dan pakaian serta makanan secara gratis selama pasien dirawat. Sejarah mencatat gemilangnya rumah sakit ini berlangsung sangat lama, yaitu tujuh abad lamanya. Dan saat ini rumah sakit tersebut digunakan untuk opthamology.
Sistem pemerintahan seperti inilah yang sangat dirindukan dunia saat ini termasuk Indonesia, yang mampu melepaskan mereka dari segala himpitan permasalahan yang dialami dunia saat ini. Dalam naungan khilafah islamiah umat dilindungi serta dijamin keamanannya dan tentunya akan sejalan dengan syariat Islam yang diwajibkan bagi seluruh umat muslim untuk menjalaninya dengan taat.
Wallahu a'lam bish-shawab.[]