“Negara harus tetap memegang kendali atas amanah pengelolaan alam, tidak boleh membebani rakyat dengan segala pajak, sulitnya lapangan kerja dan tidak tercukupinya kebutuhan pokok. Jika penguasanya amanah, maka pengelolaan alam yang melimpah hasilnya bisa dinikmati rakyat secara gratis.“
Oleh. Maman El Hakiem
NarasiPost.Com-Rencana pemerintah untuk meniadakan BBM dengan kadar oktan RON 88 atau lebih dikenal dengan premium, benar-benar akan menjadi kenyataan. Sebagaimana dinyatakan Direkur Pembinaan Usaha Hilir Migas Kementerian ESDM Soerjaningsih yang dikutip dari Harian Tribun Jabar, 27/10/2021. Menurut beliau, masyarakat sudah bisa beralih (shifting) kepada jenis pertalite atau RON 90 yang kadar oktannya lebih ramah lingkungan.
Isu lingkungan seringkali menjadi alasan pemerintah untuk mengganti jenis bahan bakar tertentu, selain adanya kenaikan harga minyak mentah dunia. Harga pertalite yang dari awal dikeluhkan masyarakat karena lebih mahal dari premium. Saat ini pertalite dihargai Rp7.650,- sementara premium Rp6.450,-. Namun, menurut Soerjaningsih, harga tersebut masih di bawah standar nilai keekonomian atau harga pasar dari seharusnya Rp11.000,- pertalite dan Rp9.000,- untuk premium.
Kapitalisme Akar Masalahnya
Paradigma berpikir meraup keuntungan dari harta milik rakyat inilah yang menjadi ciri khas kapitalisme dalam pengelolaan sumber daya alam seperti minyak dan gas. Pengertian sumber daya alam adalah segala potensi kekayaaan alam yang jumlahnya melimpah dan menguasai hajat hidup orang banyak. Dalam hal ini, ada potensi alam yang manfaatnya bisa dinikmati langsung oleh rakyat secara umum, semisal mata air pegunungan, hutan atau daerah aliran sungai. Dan potensi alam yang manfaatnya bisa dirasakan setelah melalui proses produksi, semisal barang tambang dan migas. Di sinilah peran negara diperlukan untuk mengelolanya secara amanah agar manfaatnya bisa segera dirasakan oleh rakyat.
Negara harus mampu memberikan pelayanan kepada rakyatnya secara maksimal dari pemanfaatan sumber daya alamnya. Adanya isu lingkungan harus menjadi perhatian tentang bagaimana pengelolaan kekayaan alam. Faktor penyebabnya karena kesalahan negara yang menyerahkan pengelolaan alam kepada pihak swasta atau asing. Mereka cenderung berorientasi meraup keuntungan tanpa memperhatikan ekosistem lingkungan dan kesejahteraan rakyat. Kontrak kerja yang sejatinya negara menjadi majikannya, faktanya dalam sistem kapitalisme justru negara malah sekadar jadi pelayan. Terbukti dengan hadirnya berbagai kemudahan investasi asing melalui undang-undang seperti UU Omnibus Law, tidak lain tekanan para pemodal atas kebijakan negara.
Borosnya biaya produksi, tingginya upah tenaga kerja dan banyaknya pajak yang dibebankan kepada perusahaan, sering menjadi alasan perusahaan untuk tidak mau “berbagi” keuntungan. Padahal, negara adalah perisai rakyat yang tidak boleh menyerah pada perusahaan atau investor. Inilah yang terjadi selama ini, adanya pengelolaan sumber daya alam oleh swasta atau asing menjadi alat penjajahan, merampas hak rakyat atas pemanfaatan sumber daya alam yang harusnya bisa dinikmati secara langsung, maupun tidak langsung setelah proses lifting atau penggalian.
Naskah selengkapnya: https://narasipost.com/2021/11/04/hak-rakyat-atas-pemanfaatan-sumber-daya-alam/
Photo: Google
Video: Koleksi Channel Youtube NarasiPostMedia