Crowdfunding, Urun Dana Publik IKN Menguntungkan Siapa?

"Menilik kembali penyelenggaraan pembangunan IKN, kita sangat tahu betul meski ini adalah proyek negara, namun motif kuat megaproyek IKN dibangun di atas kepentingan korporat bukan rakyat."

Oleh. Ulfa Ni'mah
(Pegiat Literasi Rindu Syariah)

NarasiPost.Com-Ide urun dana publik (crowdfunding) untuk proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) yang digagas oleh kepala Otoritas IKN Bambang Susantono menuai berbagai kritikan. Pasalnya, ide ini tiba-tiba muncul setelah mundurnya investor perusahaan asal Jepang, Softbank senilai 100 miliar dolar AS di proyek IKN Nusantara.

Seperti dilansir dari laman Voi.id (23/03/2022). Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera mengkritik wacana pembangunan IKN Nusantara di Kalimantan Timur berasal dari masyarakat melalui crowdfunding atau urun dana. Mardani mengungkap urun dana merupakan ide menarik, namun absurd. Menarik karena membuat masyarakat terlibat. Absurd karena ini proyek pemerintah, mestinya memakai dana dari negara dan jangan sampai ide ini dimanfaatkan oleh konglomerat.

Senada dengan Mardani, Anggota Komisi Keuangan DPR dari partai Amanat Nasional, Achmad Hafiz Tohir, juga mempertanyakan rencana Otoritas IKN melakukan crowdfunding (urun dana publik) guna membiayai pembangunan IKN. Ia menilai ide itu aneh dan sebetulnya dana masyarakat sudah terhimpun ke dalam APBN lewat pembayaran pajak dan sebagainya. Apalagi Otoritas IKN juga tidak memiliki legalitas dan kapasitas untuk menghimpun dana masyarakat (Tempo.co 23/03/2022).

Rencana urun dana publik (crowdfunding) yang saat ini bergulir memang diakui sejumlah ekonom aneh di tengah daya beli masyarakat yang menurun. Dengan dalih tidak ingin menekan APBN, pemerintah bersikeras membuka opsi urun dana dari masyarakat. Padahal, proyek IKN tidaklah membutuhkan biaya yang sedikit.

IKN Proyek Korporat, Crowdfunding Tidak Tepat

Memang Jubir IKN Nusantara, Sidik Pramono telah menuturkan bahwa pendanaan untuk persiapan, pembangunan dan pemindahan ibukota negara serta penyelenggaraan pemerintah daerah khusus ibu kota nusantara bersumber dari APBN atau sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Tempo.co 11/3/2022).

Sidik juga menyebut sejumlah sumber pendanaan yang sah sesuai ketentuan perundang-undangan antara lain berasal dari: BUMN, filantropi, pemanfaatan barang milik negara, pemanfaatan aset dalam penguasaan, kontribusi swasta dan creative financing seperti crowd funding.

Urun dana, kata Sidik, satu dari banyak alternatif pendanaan dari non-APBN di mana masyarakat dilibatkan urun dana dan sifatnya donasi secara sosial tanpa paksaan dengan maksud menggugah rasa memiliki rakyat atas IKN dan sebagai bentuk partisipasi secara aktif masyarakat dalam pembangunan IKN Nusantara.

Ya, diakui urun dana bukanlah fenomena baru bagi masyarakat. Terlebih sebagai masyarakat yang dibangun oleh budaya komunal dan kultur sosial, semangat gotong royong telah tertanam sejak dahulu, maka mudah sekali menggerakkan masyarakat untuk menyisihkan hartanya untuk dibagikan. Apalagi agama pun telah menegaskan penganutnya untuk hal serupa.

Selain itu, dengan adanya media sosial siapa pun di belahan dunia mana pun, urun dana bisa digalang, yang penting ada kejelasan siapa pelaku penggalangan dana, apakah dapat dipercaya, prominen, atau bertanggung jawab? Ditambah dengan bahasa persuasif biasanya urun dana cenderung sukses dijadikan alternatif.

Kendati demikian, menilik kembali penyelenggaraan pembangunan IKN, kita sangat tahu betul meski ini adalah proyek negara, namun motif kuat megaproyek IKN dibangun di atas kepentingan korporat bukan rakyat. Lantas mengapa rakyat justru yang dilirik pendanaannya untuk IKN? Padahal, hasil survei juga menunjukkan penolakan suara rakyat mencapai 61.9 persen untuk pemindahan IKN. Bahkan, pengamat Rocky Gerung juga menyebutkan adanya penambahan jumlah masyarakat yang menolak IKN menjadi sebanyak 80 persen (Pikiran-Rakyat.com 5/02//2022).

Dari hasil survei penolakan rakyat yang cukup tinggi, seharusnya pemerintah melihat itu sebagai masukan yang harus dipertimbangkan bukan malah getol melanjutkan megaproyek IKN yang sebetulnya belum siap dari sisi pembiayaan. Apalagi situasi ekonomi negara masih dalam pemulihan pascapandemi dan masih banyak permasalahan negara ini yang harus mendapat prioritas untuk dituntaskan.

Jadi sungguh naif jika pemerintah berkoar koar mengajak masyarakat untuk ikut berpartisipasi aktif urun dana dengan dalih sah didasarkan peraturan perundang-undangan, dan sebagai wujud gawe bersama, maka rasa memiliki bisa diwujudkan dengan menyisihkan harta untuk alokasi pembangunan IKN.

Sekilas apa yang diungkapkan Sidik selaku Jubir IKN terkait keterlibatan masyarakat dalam urun dana pembangunan IKN tampak sarat pengamalan nilai gotong royong. Namun, jika dianalisis lebih jauh sebetulnya pemindahan IKN di tengah kondisi pemulihan ekonomi yang belum stabil imbas dari pandemi justru semakin menegaskan bahwa pemerintah kita tidak hanya telah kehilangan sense of crisis tetapi juga telah hilang urat malunya.

Betapa tidak malu, pemerintah pernah menyatakan rakyat tidak perlu dimanja dengan pemberian subsidi (bantuan) dan memerintahkan untuk mencabut berbagai subsidi. Namun, di sisi lain di saat gilirannya negara panik atas hengkangnya investor IKN, pemerintah malah berharap pada bantuan rakyat, memelas pada rakyat meski didiksikan bentuk partisipasi rakyat, menarik urun dana masyarakat bahkan dilabeli bersifat sukarela, tidak ada pemaksaan. Terlepas dari apakah urun dana nanti digunakan untuk alokasi jenis-jenis fasilitas umum dan fasilitas sosial, tetap saja urun dana dari masyarakat ini menegaskan kondisi APBN negara memang dalam situasi kembang kempis.

Seperti yang diungkap oleh anggota komisi XI DPR RI Hendrawan Supratikno yang mengakui bahwa penggunaan APBN akan kian besar untuk menutupi kekurangan pembiayaan IKN akibat dari mundurnya perusahaan modal ventura dari Jepang, Softbank yang disebut sebut bernilai investasi hingga Rp1.428 triliun. Tentunya APBN kian defisit dan ujungnya memungkinkan menambah utang dari luar negeri (www.dpr.go.id.14/3//2022).

Untuk itu, crowdfunding atau menarik urun dana dari masyarakat jelas menunjukkan sikap pemerintah yang keliru. Sudah banyak kebijakan yang diputuskan pemerintah bukan pro rakyat namun lebih pro korporat. Dari kenaikan pajak, kenaikan harga bahan pokok, minyak goreng, kenaikan harga bahan energi yang mau tidak mau harus dihadapi rakyat. Padahal, negeri ini memiliki potensi sumber daya alam yang luar biasa untuk menyejahterakan rakyatnya, namun kekayaan yang dimiliki negeri ini justru habis tak tersisa dirampas oleh asing, aseng dan diserahkan kepada swasta.

CrowdFunding IKN, Bentuk Kegagalan Sistem Kapitalis

Keinginan pemerintah yang menggebu untuk meminta urun dana masyarakat dengan dalih rasa memiliki, tentunya harus disoroti. Pasalnya, ambisi pemerintah untuk memindahkan IKN itu jelas didorong oleh pihak tertentu, di mana dalang di balik megaproyek IKN ini jelas korporat. Bahkan, diketahui pemilik lahan yang nantinya akan dijadikan lokasi pembangunan IKN juga sebagian adalah milik korporat. Ini sudah cukup bukti bahwasanya pemindahan IKN adalah megaproyek korporat, yang hanya ingin meraup keuntungan. Konyolnya mengapa saat investor mundur dari pendanaan, malah masyarakat yang dijadikan alternatif salah satu sumber pendanaan IKN? Hal ini semakin menegaskan bahwa negara telah gagal mengelola dan mengatur keuangan negara.

Gagalnya pemerintah dalam mengelola dan mengatur keuangan negara tentu tidak bisa dilepaskan dari penerapan sistem ekonomi kapitalis yang selama ini diterapkan di negara kita. Sistem ekonomi yang berpihak pada korporat ini melahirkan banyak kebijakan yang nyata jauh mewujudkan harapan kesejahteraan pada rakyat namun sebaliknya justru menciptakan kesengsaraan bagi rakyat.

Sehingga, jika urun dana menjadi 'jalan buntu' untuk pembiayaan IKN dan dipaksakan untuk pembangunan IKN, akibatnya bisa dipastikan pembangunan IKN berpotensi mangkrak, rakyat kian sekarat dan utang luar negeri semakin membengkak. Inilah wajah negara kapitalis yang tidak pernah mau dirugikan, namun selalu ingin meraup keuntungan dalam setiap proyek yang diagendakan. Sementara rakyat yang terus dirugikan, dan kian berat beban hidupnya.

Khatimah

Dengan demikian tidak tepat pemerintah menarik dana dari masyarakat untuk pembiayaan IKN dan memang seharusnya pemerintah menghentikan megaproyek IKN dan lebih fokus memberikan perhatian pada berbagai permasalahan konkret. Sebab, sudah menjadi kewajiban negara dalam menjalankan amanat rakyat harus menjamin setiap kebutuhan rakyatnya, memberikan perlindungan dan keamanan bukan sebaliknya. Amanah kepemimpinan negara akan dimintakan pertanggungjawaban kelak di akhirat. Manakala mereka lalai (khianat) maka mereka diancam dengan hukuman yang berat.

Sebagaimana sabda Rasulullah saw., "Dia yang berkuasa atas lebih dari sepuluh orang akan membawa belenggu pada hari kiamat sampai keadilan melonggarkan rantainya atau tindakan tiraninya membawa dia kepada kehancuran." (HR. Tirmidzi). Wallahu a'lam bishshawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Ulfatun Ni'mah Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Sulitnya Regulasi demi Dapatkan Penanganan Kesehatan, Nyawa Kembali Melayang
Next
Belajar
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram