Untuk mengakhiri berbagai tindakan kesewenang-wenangan, diperlukan paradigma baru dalam tatanan hukum di Indonesia. Sekaligus menghadirkan orang-orang yang amanah dan mampu untuk melaksanakan tanggung jawab. Tak lain dan bukan, paradigma baru itu adalah paradigma Islam.
Oleh. Heni Rohmawati,S.E.I
NarasiPost.Com-Berita duka kembali menyapa umat Islam di negeri +62 ini. Kali ini berasal dari dr.Sunardi yang diduga teroris, ditembak mati oleh densus 88 pada Rabu (9/3) di Sukoharjo. Beliau yang juga anggota IDI Sukoharjo, aktif membuka praktik untuk melayani masyarakat di sekitar rumahnya.
Pihak kepolisian mengaku ditembak matinya dr.Sunardi lantaran diduga membahayakan nyawa orang lain selama proses penangkapan. Hal ini diungkapkan di laman CNN Indonesia pada Jumat (11/3/2022). Sementara itu menurut pengakuan Ketua Satgas IDI, Prof. Zubairi Djoerban, meninggalnya dr.Sunardi adalah hari yang amat kelam dan melukai semua orang yang percaya serta berharap pada keadilan. (pikiranrakyat.com, 11/3/2022).
Diketahui dr.Sunardi selain berprofesi sebagai seorang dokter, beliau juga aktivis kemanusiaan. Sejumlah aktivis sangat menyesalkan atas tindakan Densus 88. Salah satunya adalah Nicho Silalahi yang mengkritik keras tindakan Densus 88 yang menembak mati walaupun dengan dalih perlawanan. Menurutnya, negara ini menjadikan seolah nyawa manusia begitu murah.
Dr.Eva yang juga aktivis kemanusian, sangat menyayangkan densus 88 yang langsung menembak tanpa melalui proses hukum. Begitu pula netizen pun banyak yang menyampaikan bela sungkawa. Bahkan di media sosial muncul kesaksian bahwa dr. Sunardi adalah pejuang kemanusiaan. Mereka juga tidak percaya jika dr.Sunardi adalah bagian dari jaringan teroris. Karena dr.Sunardi sudah ditembak mati sebelum pembuktian di meja pengadilan. Bahkan akun Facebook Wadda Umar, menceritakan pernah bersama dengan dr.Sunardi pada tahun 2009 saat menjadi relawan gempa Padang. Ia menyampaikan, _“Sungguh luar biasa beliau, sederhana, santun, dan dedikasinya untuk kemanusiaan luar biasa. Saya banyak belajar tentang pengorbanan dan pelayanan dari beliau. Dan dalam setiap ada bencana beliau mengirimkan relawan ke tempat bencana. Tentu saja yang dalam misi kemanusiaan, mengobati yang sakit tanpa memandang suku, bangsa dan agama. Dan pastinya dalam setiap aksinya beliau hanya membawa peralatan medis, bukan senjata. (SeputarTangsel.com,11/3/2022)
Bukan yang Pertama
Peristiwa salah tembak oleh Densus 88 bukanlah yang pertama. Tapi sudah ke sekian puluh korban salah tembak. Menurut Advokat, Ahmad Khozinudin, pada Mimbartube Channel yang disiarkan _live streaming pada Jumat (11/3/2022), tindakan salah tembak ini bisa merusak citra kepolisian secara umum. Ia menandaskan bahwa proses penangkapan terhadap dr.Sunardi melanggar prosedur. Tindakan Densus ini tergolong extrajudicial killing (pembunuhan di luar proses hukum). Ia melanjutkan, dr.Sunardi bukan terpidana, bukan tersangka, bahkan belum diperiksa. Seharusnya Densus lebih mengedepankan asas praduga tak bersalah dengan menganggap baik setiap orang hingga keputusan inkrah sampai ke kasasi.
Ia pun menyangsikan jika ada perlawanan dari dr. Sunardi. Karena dr.Sunardi sudah lama mengalami stroke, sehingga berjalan ke masjid saja sudah susah. Apalagi kejadian ini pada malam hari. Dalam keterangan lain, beliau mengalami kecelakaan saat menjadi relawan di gempa Jogja (2006). Jikapun harus melawan aparat, tenaga dr.Sunardi tidak seimbang dengan kekuatan dari personel (Densus 88). Tidak apple to apple.
Benarkah dr.Sunardi Terlibat Jaringan Jamaah Islamiyah (JI)?
Ditembaknya dr.Sunardi diduga terlibat Jamaah Islamiyah yang berafiliasi dengan Al-Qaeda sejak Maret 2013. Namun sayangnya, hingga hari ini alasan-alasan pihak kepolisian belum sampai di meja pengadilan. Belum ada proses hukum yang dijalankan sesuai proses hukum yang berlaku. Karena sistem hukum di negeri ini menggunakan asas praduga tak bersalah.
Bagaimana hendak membuktinya, jika baru diduga saja sudah ditembak mati di tempat. Ekstra judicial killing yang dilakukan tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk dibuktikan kepada publik dan tentunya ini sangat menggores hari rakyat Indonesia, terutama kaum muslimin dan makin menghadirkan rasa tidak percaya pada proses penegakan hukum sekaligus kepada aparat penegak hukum.
Bagaimana Islam Memandang Extra Judicial Killing?
Islam tidak mengenal extra judicial killing. Tindakan extra judicial ini diidentikkan sebagai tindakan koboi, bar-bar atau bangsa yang tak berperadaban. Apa pun kasusnya, dalam Islam wajib diselesaikan di pengadilan. Jika ada polisi atau aparat keamanan melakukan tindakan extra judicial, baik berdasarkan keputusan hakim maupun khalifah, maka tindakan mereka disebut kriminal.
Pelakunya akan dikenai sanksi yang setimpal sesuai kesalahan yang dibuat. Polisi atau aparat, mereka diperlakukan sama di hadapan hukum, sebagaimana rakyat yang lainnya. Sehingga tidak ada istilah kebal hukum. Atau hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas. Polisi atau aparat hanya menindak setelah ada keputusan, baik dari pengadilan (Qadhi) ataupun berdasarkan perintah Khalifah. Di luar itu, polisi sama sekali tidak memiliki kewenangan untuk menindak apalagi membunuh orang Islam yang belum terbukti kesalahannya.
Maka dengan demikian, untuk mengakhiri berbagai tindakan kesewenang-wenangan, diperlukan paradigma baru dalam tatanan hukum di Indonesia. Sekaligus menghadirkan orang-orang yang amanah dan mampu untuk melaksanakan tanggung jawab.
Tak lain dan bukan, paradigma baru itu adalah paradigma Islam, yakni sebagai pengatur dalam segala aspek kehidupan termasuk pengaturan polisi. Karena sesungguhnya Islam hadir tidak hanya untuk mengatur masalah spiritual an sich, tetapi juga untuk mengatur permasalahan hukum dan lain sebagainya. Tegasnya penegakan hukum dalam Islam tidak memberikan celah bagi individu-individu untuk berbuat di luar batas aturan. Meskipun ada jumlahnya sangatlah minim. Dan itu pun ditopang dengan berbagai lapisan penegakan hukum. Hingga tidak ada yang kebal hukum sedikit pun, termasuk kepala negara atau khalifah kedudukannya sama dengan rakyat dihadapan hukum.
Dan semua terlaksana sebagai buah dari keimanan dan konsekuensi ketaatan secara kaffah. Karena Islam mampu menyelesaikan segala jenis problematika manusia. Dari zaman dahulu dan tetap relevan hingga zaman sekarang, maupun yang di masa yang akan datang. Sempurnalah Islam sebagai sistem kehidupan yang mulia.
Wallahu a’lam bishowab.[]