"Nyata hipokrit demokrasi di negeri ini, kebebasan yang digaungkan tak berlaku bagi umat Islam. Pun azan dijadikan masalah, padahal azan termasuk pada keyakinan dan ibadah umat Islam. Selama puluhan tahun di negeri ini tak pernah ada yang mempermasalahkan azan. Kebebasan yang menjadi ruh demokrasi hanya milik orang yang memiliki kepentingan, yaitu para korporat dan penjajah umat Islam."
Oleh. Sherly Agustina, M.Ag
(Penulis dan pemerhati kebijakan publik)
NarasiPost.Com-Aturan volume azan sudah diwacanakan sejak 10 tahun yang lalu, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siraj menolak bahkan mengecam atas apa yang disampaikan oleh Boediono sebagai wakil presiden saat itu. Said Aqil mengatakan, suara azan adalah panggilan dan mesti dikumandangkan sekeras-kerasnya. Pemerintah tak perlu jauh mengatur cara beribadah sebuah agama (Jpnn.com, 1/5/12). Kini, wacana itu menggaung kembali bahkan dari kalangan NU yang sedang menjabat sebagai Menteri Agama. Ada apakah?
Viral berita di sosmed pernyataan Menag tentang aturan azan. Tak disangka, dalam pernyataannya, beliau juga sempat mengambil contoh tentang hewan yang menggonggong sebagai gangguan bagi kehidupan bertetangga. Entah maksudnya apa, salah bicarakah atau memang itu yang hendak diungkapkan. Tentu saja pernyataan itu menuai kontroversi, banyak umat Islam marah dan tidak terima.
Salah satu yang menanggapi Surat Edaran Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala yang dikeluarkan Menteri Agama (Menag) adalah Ketua Komisi VIII DPR RI, Yandri Susanto. Menurutnya, aturan tersebut tak bisa digeneralisasi untuk diterapkan di seluruh daerah dari Sabang sampai Merauke. Sumatra misalnya, rumahnya jauh-jauh, kalau cuma 100 db (desibel) tidak terdengar. Tunjuk titik mana yang terganggu oleh azan?. (Republika.co.id, 25/2/22)
Hipokrit Demokrasi
Menjadi pertanyaan, mengapa pemerintah begitu getol mengulik dan mengatur cara beribadah sebuah agama (Islam). Apakah hal ini juga berlaku bagi agama lain, misalnya mengatur tempat ibadah agama lain di tempat khusus. Aturan azan yang diwacanakan 10 tahun yang lalu masih terus diupayakan. Apapun simbol dan label Islam terus dipermasalahkan, padahal umat Islam selama ini toleran dan tak pernah ikut campur cara beribadah agama lain.
Bahkan, terkesan Islam agama yang membawa masalah jadi harus diatur agar tidak membuat gaduh. Isu radikalisme terus digoreng, moderasi agama masuk ke semua kalangan umat Islam, proyek islamofobia terus digencarkan, sampai azan pun dibuat aturan lewat surat edaran. Apakah ini masalah sesungguhnya yang menerpa negara yang dikenal sebagai negeri zamrud khatulistiwa?
Faktanya, masalah yang menimpa Indonesia banyak sekali. Sebut saja pandemi yang masih bersemi, sudah menjadi rahasia umum bagaimana pemerintah menangani pandemi. Upaya yang dilakukan terlihat setengah hati, antara keselamatan dan ekonomi. Utang negara yang kian menumpuk, pengangguran dan kemiskinan yang meningkat serta stunting yang terus menghantui. Selain itu, masih banyak lagi masalah lainnya.
Nyata hipokrit demokrasi di negeri ini, kebebasan yang digaungkan tak berlaku bagi umat Islam. Pun azan dijadikan masalah, padahal azan termasuk pada keyakinan dan ibadah umat Islam. Selama puluhan tahun di negeri ini tak pernah ada yang mempermasalahkan azan. Kebebasan yang menjadi ruh demokrasi hanya milik orang yang memiliki kepentingan, yaitu para korporat dan penjajah umat Islam.
Siapa saja umat Islam yang berpegang teguh pada keyakinannya dianggap intoleran dan penyebar masalah. Namun, yang moderat dianggap umat Islam yang paling toleran. Umat tak sadar strategi licik kafir penjajah, yaitu adu domba. Satu dipukul, satu dirangkul padahal ujung-ujungnya semua dipukul jika keinginan penjajah sudah diraih. Umat saling sikut dan selisih paham, di sisi lain penjajah menikmati situasi ini dan tertawa terpingkal-pingkal.
Azan Bagian dari Syariat dan Syiar Islam
Musuh Islam tahu, kebangkitan Islam sudah di depan mata. Jika umat Islam bersatu di seluruh dunia, ancaman nyata bagi mereka. Apalagi azan ternyata mampu menggugah seseorang tertunjuki jalan hidayah, banyak mualaf yang merasakan keindahan azan. Gelombang mualaf di Indonesia dan dunia cukup membuat musuh Islam gentar. Maka, sebisa mungkin mereka memecah-belah kekuatan umat Islam dan merusak pemahaman umat. Agar umat jauh dari pemahaman syariat lalu dibius dengan kenikmatan dunia yang hanya sesaat.
Sebelum terlambat, mari kita sadari wahai umat. Dakwah harus terus dilakukan karena kewajiban dari Allah. Dakwah pula yang bisa menyelamatkan umat atas izin Allah. Terus lawan opini sesat tentang syariat apa pun itu, termasuk azan. Azan bagian dari syariat panggilan untuk salat, syiar Islam dan cara Khilafah mengontrol warga negara agar tetap istikamah taat syariat dalam salat.
Rasulullah saw. bersabda: "Jika telah tiba waktu salat, hendaklah salah seorang di antara kalian mengumandakan azan untuk kalian, dan hendaklah orang yang paling tua di antara kalian yang menjadi imam." (HR Bukhari)
Sebuah panggilan di mana pun harus keras, jika pelan bukan panggilan tapi bisik-bisik. Apa yang dilakukan oleh Rasul sudah jelas menjadi contoh, ketika Rasul hijrah ke Madinah dan membangun masjid dibantu para sahabat. Ketika masuk waktu salat, Rasul memerintahkan sahabat Bilal untuk azan. Bukan tanpa maksud mengapa Bilal yang diperintah, karena suara Bilal lantang nan merdu, menghayati kalimat azan, pemberani serta mampu menjangkau tempat yang jauh.
Rasulullah saw. bersabda, "…Hai Bilal, berdiri dan serukanlah panggilan salat. (HR. Al Bukhari, Muslim, at Tirmidzi, dan An Nasai)
Umat harus melawan upaya apa pun dari musuh Islam untuk mengebiri syiar Islam. Umat tidak boleh diam menerima begitu saja. Kemungkaran di depan mata harus diluruskan, karena apa yang dilakukan akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Dakwah dan terus berdakwah, hingga Islam Allah menangkan di muka bumi.
Allahu A'lam Bishshawab.[]