Tolak Wacana Tiga Periode, Demi Apa?

Persoalan utama dalam polemik ini bukanlah pada siapa dan berapa lama kepala negara menjabat. Akan tetapi, dengan sistem apa kekuasaan itu dijalankan. Bagi seorang muslim, sudah semestinya mengimani bahwa kehidupan wajib terikat dengan aturan Allah dalam seluruh aspeknya, tak terkecuali dalam hal pemerintahan


Oleh: Saptaningtyas (Aktivis Muslimah Peduli Generasi)

NarasiPost.Com-Wacana jabatan presiden tiga periode tengah menjadi perbincangan publik. Isu ini ramai usai Amien Rais menyampaikan dugaan tentang adanya skenario mengubah ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945 soal masa jabatan presiden dari dua periode menjadi tiga periode.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberikan tanggapan terhadap isu ini. Ia mengaku tidak berniat dan tidak berminat memperpanjang jabatannya menjadi tiga periode dan ia berjanji akan patuh pada konstitusi, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Meski Jokowi telah menyampaikan tidak berniat, namun wacana ini masih menjadi perbincangan hangat. Melansir News.detik.com (21/3) Pakar hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Dr. Radian Salman, S.H., L.L.M., mengatakan, "Meskipun Presiden Jokowi telah menyatakan tidak berniat untuk melanjutkan tiga periode, akan tetapi pernyataan itu tidak memiliki dampak besar pada ramainnya isu ini. Pasalnya, presiden tidak punya kekuasaan untuk mengubah UU. Kekuasaan itu ada pada MPR."

Sebagaimana diketahui, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) memiliki kewenangan untuk melakukan amandemen konstitusi. Perubahan konstitusi dalam sistem demokrasi ini bukan sesuatu yang mustahil. Hal itu wajar dan memungkinkan terjadi. Sebab, demokrasi adalah sebuah sistem yang mengimani bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat. Artinya, peraturan dan perundangan, konstitusi sekalipun dibuat berdasarkan hasil pemikiran dan keputusan rakyat yang suaranya terwakili oleh perwakilan rakyat.

Sementara itu, perwakilan rakyat itu merumuskan peraturan berdasar pemikirannya, tanpa mempertimbangkan perintah Sang Pencipta (wahyu Allah). Sebab, sistem demokrasi berlandaskan pada asas sekularisme, memisahkan agama dari kehidupan.

Karena hanya berlandaskan pada pemikiran manusia dan mengesampingkan petunjuk wahyu, maka peraturan yang dibuat wakil rakyat tersebut berpeluang besar lemah, terbatas, dan berubah-ubah sesuai kepentingan manusia.
Sementara itu, telah menjadi rahasia umum bahwa tingginya biaya untuk menjadi wakil rakyat telah menyebabkan para wakil rakyat itu terperangkap pada kepentingan para pemilik modal (kapitalis). Karenanya, perubahan undang-undang ataupun konstitusi tersebut berpeluang besar berpihak pada kepentingan oligarki kapitalis.

Dengan demikian, wacana perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode tersebut ada peluang terjadi. Terlebih bila para kapitalis yang berkepentingan memiliki keinginan untuk itu.

Seberapa besar peluangnya? Jika ditilik, anggota dewan legislatif, baik MPR maupun DPR merupakan gabungan dari partai. Ketika kini dewan legislatif dikuasai atas partai-partai yang berkoalisi mendukung eksekutif yang ada, maka besar kemungkinan perpanjangan periode jabatan presiden itu akan terwujud.

Jika demikian, wajar jika publik khawatir negeri ini menjadi korporatokrasi. Karenanya, sebagian pihak menolak wacana jabatan presiden tiga periode demi menyelamatkan demokrasi di negeri dari lahirnya rezim yang otoriter. Namun demikian, bila menilik kembali pada kenyataan demokrasi, kerusakan justru berada pada sistem demokrasi itu sendiri. Kedaulatan di tangan rakyat dan sekularisme yang menjadi asas demokrasilah yang membuka peluang adanya peraturan yang menguntungkan segelintir pihak dan merugikan rakyat.

Oleh karena itu, persoalan utama dalam polemik ini bukanlah pada siapa dan berapa lama kepala negara menjabat. Akan tetapi, dengan sistem apa kekuasaan itu dijalankan. Bagi seorang muslim, sudah semestinya mengimani bahwa kehidupan wajib terikat dengan aturan Allah dalam seluruh aspeknya, tak terkecuali dalam hal pemerintahan. Dalam Islam, kedaulatan bukan di tangan rakyat (manusia) sebagaimana demokrasi, melainkan berdasarkan ketentuan Allah. Karena itu, hukum-hukum yang dibuat sebagai peraturan perundangan, menurut Islam harus bersandar pada Al-Qur’an dan as-sunnah yang bersifat transenden. Inilah keistimewaan sistem Islam. Sandaran hukumnya tetap, tidak bisa diintervensi dan diubah-ubah berdasarkan kepentingan manusia.

Meski demikian, syariat Islam tetaplah manusiawi dan menjaga fitrah manusia karena berasal dari Sang Pencipta manusia.
Dalam pengaturan masa jabatan kepala negara (khalifah) ini, Islam tidak membatasi berdasarkan waktu (periode) tertentu. Melainkan, pada keterikatan dan penjagaannya pada syariat. Bila seorang khalifah berpegang teguh dan menjaga penerapan syariat, maka bisa cukup lama ia menjabat selama rakyat masih berbai'at kepadanya. Namun, bila ia mengingkari dan meninggalkan penegakan syariat, maka khalifah dapat segera dimakzulkan.

Islam tidak membatasi masa jabatan khalifah. Namun, batasan waktu yang diberikan syariat bagi muslimin adalah batas waktu aktivitas pengangkatan khalifah. Pengangkatan khalifah ini wajib bagi kaum muslimin tidak boleh lebih dari tiga hari. Kaum muslimin akan berdosa bila lebih dari tiga hari tidak memiliki khalifah.

Sementara, hingga hari ini sejak runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, sudah 100 tahun kaum muslimin tidak memiliki khalifah. Karena itu, penolakan wacana jabatan presiden tiga periode seyogiaya bukan demi demokrasi, melainkan justru demi menyudahi sistem buatan manusia (demokrasi), demi melaksanakan perintah Allah. Wallaua'lam.[]


Photo :Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Previous
Sadarilah Wahai Pemuda, Melek Politik Islam itu Wajib!
Next
Seseorang Itu Beserta Orang yang Dicintainya
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram