Para milenial harus melek politik Islam sebagai pilihan atas buruknya sistem politik yang ada saat ini. Karena milenial adalah pemegang tongkat estafet kepemimpinan masa depan negeri ini. Jangan sampai terjerumus pada kesalahan yang sama.
Oleh. Eni Imami, S.Si (Pendidik, Pegiat Literasi)
NarasiPost.Com-Banyak orang yang terlalu sempit memahami politik. Politik diidentikkan dengan perebutan kekuasaan. Gaduhnya partai politik (Parpol) menjelang Pemilihan Umum (Pemilu). Dimana trik dan intrik dilakukan, segala cara dihalalkan demi memenangkan pertarungan.
Para politikus juga mudah sekali pindah haluan. Sudah biasa jadi kutu loncat antarparpol demi kepentingan. Rakyat dibujuk rayu dengan janji manis demi mendulang suara. Namun, setelah politikus berkuasa, rakyat harus menelan pil pahit karena janji yang pernah terucap diingkari. Wajar saja potret demikian menimbulkan stigma bahwa politik itu penuh kebohongan, kotor, dan harus dijauhi. Benarkah demikian?
Sungguh mengecewakan, jika politikus disebut sebagai wakil rakyat namun nyatanya tak benar-benar membela rakyat. Buktinya, banyak kebijakan yang mereka lahirkan kerap menyengsarakan rakyat. Sikap politikus yang kerap ingkar janji dan gontok-gontokan berebut jabatan juga membuat muak. Kasus korupsi juga banyak diaktori oleh mereka. Alhasil tak sedikit yang acuh dan apatis pada politik, tak terkecuali para milenial. Sinyal-sinyal ketidakpercayaan pada politik dan politikus muncul dari kalangan mereka.
Berdasarkan survei Indikator Politik Indonesia dengan responden sebanyak 1.200 anak muda, didapatkan hasil sebanyak 64,7 persen anak muda menilai parpol atau politikus di Indonesia tidak terlalu baik atau tidak baik sama sekali dalam mewakili aspirasi masyarakat. Sebanyak 25,7 persen menilai cukup baik, 0,3 persen sangat baik, dan 9,4 persen tidak tahu atau tidak menjawab. Selain itu, 42,8 persen mereka tidak punya pilihan partai. Sisanya masih menaruh pilihan pada parpol yang ada meski jumlah pilihan tertinggi hanya 16 persen. (cnnindonesia.com, 22/3/2021)
Hal ini menunjukkan keberadaan parpol atau politikus tak lagi mendapat simpati di mata para milenial. Rasanya jenuh melihat potret perpolitikan negara. Namun, bagaimanapun kalangan milenial akan memasuki usia yang menuntut mereka untuk terlibat dalam aktivitas politik, yakni pemilu. Bahkan suara mereka digadang-gadang menjadi penentu kemenangan. Meski mereka kurang percaya pada politik saat ini, nyatanya di antara mereka masih banyak yang menaruh harapan pada parpol yang ada. Seakan tak ada pilihan lain. Jika demikian akankah terjadi perubahan?
Patut dicermati bersama bahwa mutu parpol dan politikus yang ada saat ini tak lepas dari sistem politik yang diterapkan. Negeri ini menerapkan sistem politik demokrasi. Sudah menjadi rahasia umum, menjadi politikus dalam sistem ini butuh mahar politik yang besar. Alhasil, setelah duduk di kursi dewan atau jabatan penguasa, segala macam cara dilakukan untuk balik modal. Dan akhirnya abai dengan tugas utama mengurusi urusan rakyat.
Sungguh sangat berbeda dengan sistem politik Islam. Syaikh Abdul Qadim Zallum dalam bukunya, Al-Afkar As-siyasiy mendefinisikan politik (as-siyasah) adalah mengatur urusan umat, dengan negara sebagai institusi yang mengatur urusan tersebut secara praktis, sedangkan umat mengoreksi--melakukan muhasabah-- terhadap pemerintah dalam melakukan tugasnya. Dengan demikian, titik tekan dari politik dalam Islam adalah pengaturan urusan umat. Bukan perebutan kekuasaan.
Para milenial harus melek politik Islam sebagai pilihan atas buruknya sistem politik yang ada saat ini. Karena milenial adalah pemegang tongkat estafet kepemimpinan masa depan negeri ini. Jangan sampai terjerumus pada kesalahan yang sama.
Dalam politik Islam, penguasa dipandang sebagai pelaksana politik. Kekuasaan ada di tangan rakyat, dan kedaulatan ada di tangan syar'iat. Artinya, meski rakyat memilih langsung penguasa negara tapi rakyat tak berhak membuat hukum sebagaimana sistem demokrasi. Melalui wakil-wakil rakyat, mereka sesuka hati membuat aturan, bahkan aturan yang bertentangan dengan syariat.
Dalam politik Islam, semua aturan bersumber dari syariat. Kekuasaan adalah amanah yang diberikan untuk mengurusi urusan rakyat yang akan dimintai pertanggungjawaban, baik di hadapan rakyat maupun di hadapan Allah Swt. Dengan demikian, hanya orang-orang yang beriman dan bertakwa lah yang berani menerima amanah kepemimpinan karena tanggungjawabnya sangat besar.
Tak akan ada orang yang beramai-ramai berebut kekuasaan. Terlebih bagi mereka yang tak memiliki kemampuan. Pemilihan penguasa juga tidak butuh biaya mahal, karena tak ada pesta pemilu lima tahunan. Penguasa dipilih dan memimpin sesuai kehendak rakyat dan kepatuhannya terhadap syariat. Jika penguasa amanah, kekuasaannya bisa berlanjut sesuai kemampuannya. Namun, jika didapati penguasa tak amanah, saat itu juga rakyat bisa mengajukan agar dicopot dari jabatannya.
Rakyat bersama dengan tokoh masyarakat berperan memberikan kontrol atas pelaksanaan tugas kepemimpinan. Selain itu, memberikan muhasabah jika ada kebijakan yang kurang tepat atau menzalimi rakyat. Selain itu, di tengah-tengah masyarakat juga ada organisasi atau parpol yang turut mendidik rakyat membangun kesadaran politik.
Saat ini juga sudah mulai tampak aktivitas kelompok atau jamaah yang melakukan edukasi politik Islam. Mereka bekerja keras menyiapkan kader-kader terbaik yang peduli dengan kondisi rakyat. Mereka melakukan pembinaan dengan asas Islam dan melakukan aktivitas pencerahan di tengah-tengah masyarakat atas persoalan yang terjadi dengan solusi Islam. Semua itu dilakukan bukan karena haus kekuasaan. Bukan pula kursi jabatan yang menjadi tujuan, tapi kewajiban menerapkan ideologi Islam.
Demikianlah sistem politik Islam yang harus dipahami oleh para milenial. Sejatinya sistem demokrasi tak akan membawa perubahan. Sudah saatnya kita tak lagi berharap padanya, tapi menggantinya dengan penerapan sistem politik Islam. Peran para milenial sangat besar terlibat dalam mengaruskan opini sistem politik Islam sebagai sistem terbaik yang bersumber dari Penguasa Kehidupan, yakni Allah Swt. Pasti akan membawa keberkahan untuk seluruh alam. Allahu 'alam bis showab[]
Photo : Pinterest
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]