Bank Syariah, Ekonomi Syariah, dan Sistem Islam

"Keberadaan bank syariah hanya bagian dari sistem kapitalisme, yaitu suku bunga menjadi bagi hasil, sementara itu fiat money, perbankan dan pasar modal masih berlangsung. Maka akumulasi modal tetap bermuara pada para kapital besar atau pemilik modal"


Oleh. Novriyani, M.Pd. (Praktisi Pendidikan)

NarasiPost.Com-Pemerintah gencar menyosialisasikan lembaga keuangan syariah, menggandeng dan berkolaborasi dengan semua pihak dan mengakui ketahanannya di tengah guncangan krisis karena pandemi Covid-19.

Dilansir dari TEMPO.CO (12/3/2021), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa sektor ekonomi dan keuangan syariah mampu bertahan di tengah guncangan krisis karena pandemi Covid-19. Kondisi itu dilihat dari rasio kecukupan modal atau CAR perbankan syariah hingga kredit macet alias non-performing loan (NPL). Ketahanan keuangan syariah juga dilihat dari aset perbankan yang justru melesat sepanjang 2020. Ia menyebut, total aset perbankan syariah pada Desember 2020 meningkat menjadi Rp 608,9 triliun atau naik dari Desember 2019 sebesar Rp 538,32 triliun.

Sejalan dengan keinginan Menteri Keuangan ternyata PT.Bank Syariah Indonesia Tbk berencana melakukan kolaborasi dan sinergi dengan lembaga riset dan perguruan tinggi. Tujuannya untuk pengembangan ekonomi syariah. Menurut Direktur Utama Bank Syariah Indonesia Hery Gunardi, agar ekosistem ekonomi dan perbankan syariah bisa besar dan kuat, perlu adanya dukungan dari seluruh pemangku kepentingan. "Salah satunya adalah lembaga yang mengembangkan kreativitas, literasi finance dan ekonomi digital syariah seperti Shafiec," tuturnya (Detikcom, 14/3/2021).

Saat ini sistem ekonomi syariah dinilai memberikan potensi besar dalam menangani permasalahan krisis ekonomi. Terlebih, jumlah masyarakat muslim yang besar berpotensi menjadi pilar dan energi pengembangan ekonomi nasional. Dalam arah pandang kapitalisme, ekonomi syariah hanya dimaknai sebatas perbankan syariah. Sejatinya ekonomi syariah justru memiliki makna yang luas dalam perspektif Islam.

Berdirinya Bank Syariah Indonesia (BSI) dianggap menjadi harapan untuk mengupayakan kesejahteraan masyarakat. Ketika bank syariah hanya dianggap sebagai sub-ordinate sistem ekonomi kapitalisme, maka akan jauh dari harapan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Mengandalkan ekonomi syariah dalam makna perbankan syariah untuk memperbaiki ekonomi masyarakat hanyalah solusi parsial dan tidak akan sampai pada tujuan.

Kondisi ini menunjukkan bahwa sistem ekonomi kapitalisme berusaha tetap bertahan dengan mengambil Islam secara parsial agar sistem ini tetap tegak. Dengan mengambil beberapa poin yang bernilai syariah diharapkan akan mampu menarik perhatian masyarakat dan elemen untuk mendukung program tersebut. Padahal, hal itu dilakukan hanya untuk menutupi minimnya perekonomian di saat masa pandemi seperti ini. Dengan mencanangkan program tersebut, maka sangat jelas akan ada keuntungan yang akan diterima penguasa untuk melakukan tambal sulam perekonomian. 

Sistem ekonomi kapitalisme berjalan di atas empat hal yaitu: Pertama, mekanisme pasar bebas menjadi tubuh perekonomiannya. Kedua, uang kertas fiat money menjadi darah perekonomiannya. Ketiga, lembaga perbankan dan pasar modal yang menjadi jantung kehidupan perekonomiannya. Keempat, suku bunga ribawi menjadi pompa jantungnya.

Keberadaan bank syariah hanya bagian dari sistem kapitalisme, yaitu suku bunga menjadi bagi hasil, sementara itu fiat money, perbankan dan pasar modal masih berlangsung. Maka akumulasi modal tetap bermuara pada para kapital besar atau pemilik modal.

Sedangkan ekonomi syariah yang sesungguhnya tidak berdasarkan asas ribawi melainkan lembaga kas Baitul Mal. Baitul Mal adalah direktorat yang menangani pemasukan dan pengeluaran sesuai hukum syara’ dari sisi pengumpulan, penjagaan, dan pembelanjaannya. Sistem ekonomi Islam disusun di atas tiga buah asas yaitu kepemilikan, pengelolaan, dan pemanfaatan kepemilikan serta distribusi kekayaan kepada masyarakat yang hidup dalam naungan negara Islam.

Adapun kepemilikan dalam Islam dibagi menjadi tiga yaitu: Pertama, kepemilikan umum, yakni kaum muslim berserikat atasnya. Harta ini tidak boleh dikuasai oleh hanya seorang saja. Oleh karena itu, harta kepemilikan umum wajib dikelola oleh negara dan seluruh hasilnya diberikan untuk menjamin kemaslahatan rakyatnya. Harta kepemilikan umum dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu fasilitas dan sarana umum, sumber daya alam yang pembentukannya menghalangi dimiliki oleh individu secara perorangan, dan barang tambang yang depositnya tidak terbatas. 

Kedua, kepemilikan negara yang berasal dari harta ghanimah, anfal, fai’, khumus, jizyah, usyur, dan lainnya. Harta ini dapat digunakan untuk menggaji tentara, guru dan pihak yang memberikan khidmat kepada negara. Ketiga, berasal dari pos zakat baik zakat fitrah, zakat mal, shadaqah dan wakaf kaum muslim. Dana ini akan mampu mengentaskan kemiskinan. 

Pengelolaan dan Pemanfaatan Harta dalam Islam

Pengembangan kepemilikan berbeda dengan cara mendapatkan kepemilikan atau sebab kepemilikan. Sebab kepemilikan adalah usaha dari seseorang yang sebelumnya belum mempunyai harta untuk mendapatkan harta. Adapun pengembangan kepemilikan atau kekayaan adalah usaha yang dilakukan seseorang untuk mengembangkan harta yang telah menjadi hak miliknya. Dalam hal ini Islam membolehkan pengembangan kekayaan dengan jual-beli, sewa-menyewa, syirkah, usaha pertanian atau mendirikan suatu industri. Islam melarang pengembangan harta dengan cara riba, judi, dan segala bentuk penipuan.

Adapun terkait distribusi kekayaan, Islam mensyariatkan hukum-hukum tentang distribusi kekayaan ke tengah masyarakat. Islam mengatur distribusi harta kekayaan melalu kewajiban zakat dan pembagiannya kepada delapan orang-orang yang berhak menerimanya, pemberian hak kepada seluruh masyarakat untuk memanfaatkan milik umum, pemberian kepada seseorang dari harta negara dan pembagian waris. Islam melarang penimbunan barang, penimbunan uang dan emas serta sifat bakhil dan kikir.

Demikianlah gambaran sistem ekonomi dalam Islam yang mampu memberikan solusi tuntas dalam permasalahan ekonomi masyarakat. Hal ini akan terwujud jika sistem yang diadopsi negeri ini adalah sistem Islam yang mengambil dan menjalankan syariat Islam secara menyeluruh.

Wallahu’alam[]


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Previous
Terjerat Utang, Indonesia Hilang Kedaulatan
Next
Ada yang Tidak beres di Negeriku
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle

You cannot copy content of this page

linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram