Bahaya Kelola Aset Negara oleh Lembaga Kapitalis


Tidak boleh ada privatisasi atau berpindah pengelolaannya kepada pihak swasta atau perorangan. Negara yang langsung mengatur, mengelola dan menghasilkan aset-aset yang berhubungan dengan kepentingan pokok rakyat. Sehingga kedaulatan negara tetap utuh tanpa intervensi dari pihak swasta asing. Dan semuanya dapat terwujud jika ada dalam naungan Khilafah Islamiyah yang mengemban aturan Islam secara menyeluruh.


Oleh. Ageng Kartika, S.Farm (Pemerhati Sosial)

NarasiPost.Com-Dalam upaya pembangunan yang berkelanjutan, pemerintah telah memercayakan pengelolaannya kepada lembaga investasi, yakni Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau Sovereign Wealth Fund (SWF), dana abadi Indonesia yang dinamakan Indonesia Investment Authority (INA). Dimana Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menetapkan jajaran dewan direksi pada hari Selasa, tanggal 16 Februari 2021. Berdasarkan pemaparannya di Istana Negara pada siaran langsung melalui youtube, bahwa SWF atau INA memiliki posisi strategis dalam percepatan pembangunan yang berkelanjutan, meningkatkan, dan mengoptimalkan nilai aset negara dalam jangka panjang dengan menyediakan alternatif pembiayaan dalam pembangunan berkelanjutan. (CnbcIndonesia, 16/2/2021)

Ridha Wirakusumah CEO INA, menetapkan tiga rencana tata kelola SWF, yaitu pertama, iklim investasi sehat yang akan menarik minat dan kenyamanan investor untuk bersama membangun Indonesia. Kedua, menargetkan dana modal yang masuk ke LPI/INA berlimpah sehingga bisa sebagai dana abadi dan diklaim akan memberikan dampak positif pada pembangunan selanjutnya. Ketiga, SWF Indonesia akan dibangun dan dikelola secara profesional sehingga investasi INA dan para investor berdampak baik dengan nilai pertumbuhan tinggi. (Bisnis.com, 16/2/2021)

Inilah fakta negara demokrasi dengan asas kapitalisme. Mengalihkan pengelolaan pembangunan nasional kepada lembaga swasta. Membuka keran investasi asing sebesar-besarnya untuk menanamkan asetnya dan atau modalnya guna membantu proyek-proyek pembangunan berupa infrastruktur berbiaya tinggi. Pola pembiayaan infrastruktur tersebut menyertakan modal asing, baik berupa divestasi aset BUMN maupun pendanaan proyek baru. Divestasi ini diharapkan mampu mengurangi beban perusahaan BUMN dan menambah pendapatan.

Tentu saja hal tersebut menjadi suatu keuntungan bagi perusahaan yang bergerak di bidang infrastruktur. Karena menerima pendanaan prioritas dari INA. PT.Waskita memiliki peluang mendapatkan pendanaan dari SWF. Harapannya dari pendanaan tersebut akan memeroleh keuntungan dari divestasi aset yang telah di-recycle serta penurunan leverage perusahaan. Maka proyek INA ini akan memudahkan para investor dari luar yang menaruh kepercayaan kepada pembangunan di Indonesia. Karena adanya pertumbuhan yang positif. (Kontan.co.id, 16/2/2021)

Pada dasarnya kebijakan divestasi ini secara ekonomi kapitalis merupakan salah satu cara untuk menyelamatkan perusahaan dari beban aset. Hanya saja aset yang dilepaskan haruslah yang tidak memiliki keuntungan yang signifikan lagi. Tapi yang terjadi, divestasi ini menguntungkan investor untuk mengambil alih aset yang dilepas. Karena menyangkut aset negara sehingga menyebabkan sebagian aset BUMN dikelola sepenuhnya oleh pihak investor. Kemudahan investasi ini merupakan pelaksanaan dari UU Cipta kerja. INA dijamin menjadi institusi profesional yang dilindungi UU.

Bahaya yang ditimbulkan pada penyertaan modal asing dalam proyek strategis dapat menggerus kedaulatan negara. Tentu saja proyek strategis ini berkaitan erat dengan hajat hidup rakyat yang pokok. Maka sangat disayangkan jika harus mengalihkan pengelolaannya kepada pihak asing. Seharusnya negara menetapkan kebijakan yang melindungi dan mengamankan proyek strategis ini dari penguasaan para investor. Dan semestinya negara lah yang secara langsung mengelolanya demi kesejahteraan rakyatnya.

Islam memiliki mekanisme pengelolaan proyek strategis negara yang khas. Sistem ekonomi Islam telah mengenal privatisasi. Tetapi ada aturan yang jelas dan tegas dalam menjalankannya. Privatisasi hanya diperbolehkan pada jenis kepemilikan harta individual (al-milkiyyat al-fardiyah/private property) dan sebagian jenis harta kepemilikan negara (al-daulah/state property) dengan adanya jaminan kestabilan oleh negara. Tetapi bukan jenis harta kepemilikan umum (al-milkiyyat al-‘ammah/ public property). Harta kepemilikan umum dilarang diprivatisasi karena menyangkut hajat hidup rakyat dan hasilnya adalah untuk pemenuhan kebutuhan pokok dan kesejahteraan rakyat.

Termasuk dalam kepemilikan umum, adalah fasilitas dan sarana umum. Dimana secara tabiat dan asalnya terlarang dimiliki oleh perseorangan atau swasta karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Contohnya jalan umum, dimana orang berhak lalu lalang di atasnya. Oleh karena itu, negara akan melarang penggunaan jalan yang dapat merugikan orang lain yang membutuhkan. Selain itu, ada juga instalasi air, saluran-saluran air, dan pipa-pipanya, listrik, tiang-tiang penyangga listrik, kereta api, dan masjid.

Sebagaimana hadis dari Rasulullah Saw.:
“Kota Mina menjadi tempat mukim siapa saja yang lebih dahulu (sampai kepadanya).” (HR al-Tirmidzi, ibn Majah, dan al-Hakin dari ‘Aisyah ra)

Mina terletak di luar kota Makkah, sebagai tempat singgah jamaah haji setelah menyelesaikan wukuf di Padang Arafah. Adapun tujuannya adalah mengemban syiar ibadah haji yang waktunya sudah ditentukan, seperti melempar jumrah, menyembelih hewan hadd, memotong kurban, dan bermalam di sana. Maka maknanya Mina adalah tempat seluruh kaum muslimin. Barang siapa lebih dahulu sampai di Mina dan ia menempatinya, maka bagian itu adalah bagiannya. Tetapi bukan merupakan milik perseorangan sehingga orang lain tidak boleh memilikinya/menempatinya.

Beginilah gambaran pengelolaan proyek strategis negara dalam sistem Islam. Tidak boleh ada privatisasi atau berpindah pengelolaannya kepada pihak swasta atau perorangan. Negara yang langsung mengatur, mengelola dan menghasilkan aset-aset yang berhubungan dengan kepentingan pokok rakyat. Sehingga kedaulatan negara tetap utuh tanpa intervensi dari pihak swasta asing. Dan semuanya dapat terwujud jika ada dalam naungan Khilafah Islamiyah yang mengemban aturan Islam secara menyeluruh. Wallahu'alam bishawab.[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Previous
Kisruh Parpol, Aroma Oligarki dalam Kubangan Demokrasi
Next
Berbaik Sangka
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram