Karena ukurannya yang kecil dan bercampur dengan sampah lainnya, sampah puntung rokok dianggap tidak berbahaya.
Oleh. Ragil Rahayu, S.E.
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Tidak hanya rokok, sampah puntung rokok juga sangat berbahaya. Sayangnya, sampah puntung rokok kerap diabaikan. Karena ukurannya yang kecil dan bercampur dengan sampah lainnya, sampah puntung rokok dianggap tidak berbahaya. Perokok pun membuang puntung rokoknya sembarangan. Sampah puntung rokok yang tidak terkelola dengan baik ini berakhir di sungai dan lautan.
Puntung rokok akan melepaskan selulosa asetat dan zat kimia berbahaya yang membahayakan ekosistem laut. Dengan demikian, kerusakan ekosistem laut yang dihasilkan juga signifikan. Banyaknya sampah puntung rokok merupakan akibat dari tingginya konsumsi rokok di Indonesia.
Saat ini, Indonesia menjadi negara terbesar ketiga dalam hal konsumsi rokok. Jumlah konsumsi rokok mencapai 322 miliar batang pada 2020. Sampah puntung rokok yang dihasilkan sekitar 107,333 ton.
Sampah Puntung Rokok, Problem Global
Tidak hanya di Indonesia, sampah puntung rokok juga menjadi problem dunia. Secara global, puntung rokok menyumbang 5—9% dari sampah yang ada. Dalam setahun, terdapat sekitar 4,5 triliun puntung rokok yang dibuang sembarangan dan berakhir di lautan. Puntung rokok yang dibuang tersebut mengeluarkan bahan kimia dan logam berat pada kadar yang tinggi sehingga mencemari tanah dan air, serta menyebabkan kematian mikroorganisme dan hewan air (https://www.tempo.co/, 21-2-2024).
Selain itu, puntung rokok juga melepaskan ribuan serat mikroplastik ke laut. Satu filter rokok memiliki 12.000—15.000 helai selulosa asetat dan melepaskan sekitar 100 serat selulosa asetat setiap hari ketika dibuang sebagai puntung rokok. Walhasil, pada puntung rokok ada zat-zat sisa yang seharusnya dikategorikan sebagai limbah bahan beracun dan berbahaya (B3).
Butuh waktu 10 tahun agar sampah ini bisa terurai. Sementara itu, kandungan plastik mikro dari puntung rokok akan masuk ke tubuh manusia melalui saluran percernaan yang berawal dari kerongkongan. Juga melalui saluran pernafasan dan mengendap di paru-paru sehingga menyebabkan iritasi pada paru-paru.
Akibat Tidak Tegas pada Industri Rokok
Bahaya rokok sudah sangat jelas, begitu juga dengan bahaya puntung rokok. Rokok maupun sampahnya telah membahayakan kesehatan masyarakat. Tidak hanya perokok aktif yang terkena dampaknya, orang yang tidak merokok juga terkena bahayanya.
Pemerintah bukan tidak tahu akan bahaya ini, tetapi negara tidak bertindak tegas pada industri rokok. Negara membiarkan dan mendukung industri rokok ada dan membesar di Indonesia, meski kesehatan generasi menjadi taruhannya.
Bisa dikatakan, Indonesia adalah surga perokok. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi kondisinya makin buruk dalam 10 tahun ke depan. Data WHO menunjukkan bahwa saat ini jumlah perokok di Indonesia mencapai 36% atau 60 juta orang. Jumlah ini diprediksi akan meningkat menjadi 45% atau 90 juta orang pada 2025.
Kerusakan kesehatan masyarakat akibat rokok sudah terang benderang. Studi Universitas Indonesia yang dipublikasikan pada Juni 2015 menunjukkan bahwa setiap hari ada sekitar 500 orang meninggal dunia akibat rokok. Selama periode 2010—2015, jumlah kematian akibat rokok di Indonesia mencapai 190.260 orang. Tingkat konsumsi rokok orang Indonesia juga sangat tinggi, mencapai 1.085 batang rokok per tahun, atau dua bungkus per pekan (dw.com, 19-7-2015).
Data di atas baru korban jiwa, belum termasuk orang-orang yang mengalami sakit karena mengisap rokok atau terkena asapnya (perokok pasif). Namun, atas semua kerusakan tersebut, penguasa seolah menutup mata. Hal itu semata-mata karena besarnya cuan yang dihasilkan oleh industri rokok.
Curahan Rupiah dalam Industri Rokok
Selama ini, industri rokok menjadi penyumbang besar terhadap penerimaan cukai dan pajak. Terdapat tiga pendapatan negara yang dihasilkan dari industri rokok, yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN), cukai, dan pajak daerah atau pajak rokok. Industri rokok juga menyumbang Pajak Penghasilan (PPh) melalui setoran PPh pribadi jutaan buruh rokok serta PPh badan perusahaan.
Selama periode 2006—2023, cukai menyumbang sekitar 7,8% dari pendapatan negara secara keseluruhan. Kontribusi cukai rokok ini jauh lebih besar dibandingkan laba BUMN yang hanya 2,7%. Selain menyumbang pendapatan negara, industri rokok juga membuka lapangan kerja. Industri rokok diperkirakan menyerap tenaga kerja sebanyak 5—6 juta orang.
Besarnya kontribusi ekonomi industri rokok membuat pemerintah mempertahankan keberadaannya, meski jelas-jelas merusak kesehatan masyarakat dan lingkungan. Inilah cermin sikap negara kapitalis yang menghalalkan segala sesuatu asalkan mendatangkan keuntungan ekonomi, meski membawa mudarat bagi bangsa dan negara.
Kebijakan Khilafah terhadap Sampah Puntung Rokok
Negara di dalam Islam sungguh jauh berbeda dengan negara kapitalis. Negara dalam sistem Islam bertanggung jawab terhadap rakyatnya, termasuk dalam masalah kesehatan. Negara Khilafah akan menjauhkan warganya dari hal-hal yang berbahaya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw.,
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
"Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan orang lain." (HR Imam Ahmad dan Ibnu Mâjah).
Rokok dan limbahnya secara medis terbukti berbahaya sehingga harus dijauhkan dan bahkan dihilangkan dari masyarakat. Sesungguhnya masalah limbah rokok adalah derivat dari keberadaan industri rokok. Oleh karenanya, solusi yang komprehensif tidak sekadar menyelesaikan masalah limbah puntung rokok, tetapi fokus pada eliminasi industri rokok sebagai pangkal keberadaan limbah puntung rokok.
https://narasipost.com/opini/03/2021/islam-atasi-sampah-tanpa-masalah/
Tanpa adanya industri rokok, tidak ada suplai rokok ke masyarakat sehingga tidak ada konsumsi rokok. Tanpa adanya konsumsi rokok, tidak akan ada limbah puntung rokok.
Kebijakan ini membutuhkan adanya aktivitas edukasi pada masyarakat, khususnya kaum laki-laki agar menjauhi rokok karena membahayakan kesehatan masyarakat. Para ulama dan sistem pendidikan akan dilibatkan untuk menyukseskan upaya edukasi ini. Meski dalam ranah fikih ada perbedaan pendapat tentang hukum mengonsumsi rokok, khalifah bisa mengadopsi kebijakan pelarangan rokok demi keselamatan dan kesehatan masyarakat.
Tidak Mengurangi Pendapatan Negara
Adapun terkait hilangnya pemasukan negara berupa pajak dan cukai rokok, hal ini tidak menjadi masalah bagi Khilafah, karena cukai dan dharibah (pajak) bukanlah pemasukan utama dalam APBN Khilafah. Nilainya "receh" semata. Sedangkan pemasukan yang besar justru dari pos fai dan kharaj, kepemilikan umum, dan zakat.
Lagi pula, pajak dalam Khilafah tidak dipungut dari pekerja pabrik (PPh Pribadi) ataupun perusahaan (PPh Badan dan pajak rokok), tetapi dari individu yang kaya saja. Itu pun penarikannya tidak permanen, hanya ketika kas baitulmal kosong. Adapun cukai, tidak dipungut dari industri dalam negeri, tetapi dari perdagangan luar negeri, itu pun bukan sebuah keharusan (mutlak), melainkan bersifat opsional.
Nasib Pekerja Pabrik Rokok
Sedangkan terkait nasib para pekerja industri rokok, negara di dalam sistem Islam bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyatnya. Oleh karenanya, negara akan menyediakan lapangan kerja yang seluas-luasnya bagi para laki-laki balig, karena mereka wajib bekerja. Untuk bisa membuka lapangan kerja, negara akan melakukan industrialisasi secara masif.
Adapun para perempuan yang saat ini mendominasi pekerja di industri rokok akan dilindungi negara dengan mengembalikan mereka pada fitrahnya, yaitu sebagai ibu dan pengatur rumah. Para perempuan tersebut tidak wajib bekerja. Kebutuhan mereka akan dicukupi oleh suami atau walinya dan oleh negara. Walhasil, penutupan industri rokok tidak akan berdampak negatif pada perekonomian negara Khilafah.
Dengan serangkaian kebijakan ini, Khilafah akan bisa memutus bahaya sampah puntung rokok dan mewujudkan masyarakat serta lingkungan yang sehat sehingga menghasilkan generasi yang sehat pula. Wallahua'lam bishawab. []
Ya Allah, betapa kebanyakan pecinta rokok membuang pentingnya ke sembarang tempat. Kebijakan negara pun sangat memanjakan perokok untuk urusan rokok. Rokok sangat dilegalkan dengan cukai. Ah, nasib tragis hidup dalam kapitalisme
Barokallahu fiik, Mbak.
Rokok memang enggak ada untungnya. Apalagi semua bagian rokok berbahaya bagi kesehatan manusia dan juga ekosistem alam. Demi cuan, semua risiko bahaya diabaikan. Kapitalis dan sistemnya memang menyengsarakan masyarakat.
Kapitalis membuat cukai rokok sebagai salah satu pendapatan negara
Meski telah dikatakan bahwa merokok itu berbahaya bagi tubuh ditambah lagi buang puting rokok sembarangan. Lengkap sudah penderitaan yang bukan perokok.
Semoga dengan naskah ini banyak yang tercerahkan
Bojonegoro termasuk penghasil tembakau. Banyak pabrik rokok juga di sini. Mestinya tanaman tembakau bisa diganti dengan tanaman lain yang lebih bermanfaat bagi masyarakat ya, terutama bahan pangan.
Baca realitas pengguna rokok di Indonesia bikin melongo ya. Jadi peringkat ketiga terbesar di dunia sebagai pengonsumsi rokok, itu ngeri plus prihatin. Mau gak percaya, tapi ini Indonesia. Negara yang penuh kedaruratan.
4,5 T puntung setahun? Astaghfirullah. Itu berapa ton ya. Kalau dikumpul sudah kayak gunung. Bener ya, kerusakan alam karena ulah manusia sendiri.