Pemimpin dengan landasan iman dan semangat mewujudkan ketaatan akan mampu memenuhi keperluan rakyatnya dengan mudah, murah, bahkan gratis.
Oleh. Umi Hanifah
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Pemimpin saat ini dalam sistem kapitalisme demokrasi selalu menyusahkan dan membebani. Buktinya di tengah harga beras mahal justru di kota Jember melimpah beras impor. Seakan betul kata pepatah, tertawa di atas penderitaan orang lain.
Bulog Jember berencana menambah persediaan pasokan beras untuk mencukupi kebutuhan sebanyak 10.000 ton. Sejak Desember 2023 hingga akhir Januari 2024, sudah diterima di gudang Bulog Jember sebanyak 7.000 ton beras impor asal Thailand, Vietnam, dan Pakistan.
Kepala Bulog Jember M Ade Saputra, Selasa (30/1/24) mengatakan, saat ini stok beras yang berada di gudang Bulog Jember sebanyak 4.200 ton dan dipastikan mencukupi kebutuhan masyarakat Jember. (K-radiojember.com, 30/1/2024).
Ini menunjukkan kebijakan selalu berpihak pada oligarki, karena rakyat tetap sulit menjangkau lonjakan harga sementara para pengusaha sudah pasti mendapatkan keuntungannya. Bahkan produksi dari hulu yaitu bibit, pupuk, obat, dan lainnya hingga hilir yaitu produksi, penjualan, dan yang lainnya selalu dikuasai oleh pengusaha besar.
Meskipun harga gabah sekarang juga naik, tetapi tetap tidak mampu menutupi modal yang telah dikeluarkan petani. Misal, harga pupuk mahal serta langka, pengairan di tengah el nino memerlukan biaya besar, bibit harganya terus naik, jelas petani atau masyarakat tetap sekarat. Apalagi jika beras melimpah, bukan tidak mungkin saat panen harga gabah tak lagi seperti yang diharapkan.
https://narasipost.com/opini/02/2024/impor-beras-jadi-jalan-pintas/
Indonesia dengan lahan pertaniannya yang luas termasuk di Jember, berpotensi besar untuk produksi beras melimpah dan cukup buat keperluan warganya setahun ataupun beberapa tahun bahkan sangat mungkin untuk mewujudkan swasembada pangan. Namun, salah kelola dalam sistem ini bukannya buat kesejahteraan rakyat tetapi tetap pengusaha yang mendapatkan limpahan keuntungan melonjaknya harga beras.
Pemimpin dalam Islam
"Pemimpin adalah pelayan dan akan dimintai pertanggungjawaban kelak terhadap kepemimpinannya." (HR. Bukhari)
Dengan landasan iman dan semangat mewujudkan ketaatan, maka pemimpin akan memenuhi keperluan rakyatnya seperti sandang, papan, pangan, dan kebutuhan lainnya dengan mudah, murah bahkan gratis.
Pemimpin ingin kepemimpinannya mendatangkan berkah dan rida Allah semata. Hal inilah yang pernah dijalankan oleh amirul mu’minin Umar bin Khatthab ketika terjadi paceklik di Madinah. Beliau dengan cepat meminta bantuan dari wilayah lain untuk mengatasi masalah di Madinah dan tidak lama masalah bisa tuntas dengan mekanisme yang sederhana. Sebagai pemimpin, Umar pada saat itu memberi teladan yang luar biasa, tidak pernah makan enak hanya roti kasar diolesi minyak sebagai bentuk keprihatinan atas kondisi rakyatnya.
Demikian juga dengan Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang memerintah hanya sekitar tiga tahun. Namun, tidak ada rakyatnya yang berhak menerima zakat. Hal itu menunjukkan keseriusan pemimpin melayani keperluan masyarakat hingga batas sejahtera yang merata individu per individu, sama sekali tidak menyusahkan rakyatnya.
Impor adalah langkah pragmatis yang menimbulkan masalah baru. Harusnya kebijakan yang diambil adalah sebagai berikut:
Pertama, kebijakan ekstensifikasi yaitu perluasan lahan baru, seperti tanah tandus, gambut, pinggir gunung serta lahan apa saja yang bisa ditanami dibuka serta diberikan kepada yang memerlukan. Sebaliknya lahan yang ditelantarkan oleh pemiliknya selama tiga tahun berturut-turut akan diambil negara untuk diberikan bagi siapa yang meminta untuk mengelolanya.
Kedua, kebijakan intensifikasi yaitu dengan memperbarui teknologi yang terbaru dan tercanggih. Seperti pengairan, mesin pembajak, alat panen sampai pengeringan padi, pupuk yang bagus, bibit unggul, dan sebagainya.
Semua kebijakan tersebut diberikan sebagai bentuk pelayanan yang murah hingga gratis. Tidak seperti dalam sistem kapitalisme demokrasi, kebijakan yang dikeluarkan selalu berorientasi untung rugi, yang untung para pemodal sedang rakyat tetap buntung.
Sumber keuangan untuk memenuhinya sangat banyak, bisa dari harta milik negara atau harta milik umum. Harta milik negara seperti ganimah, khumus, fai, kharaj, harta milik orang murtad, harta orang yang tidak memiliki ahli waris, dan lainnya.
Harta milik umum atau masyarakat adalah terdiri dari hutan dengan segala kekayaannya, air baik laut, sungai, danau, dan lainnya serta api atau barang tambang seperti minyak, emas, perak, besi, batu bara, nikel, dan sebagainya. Pihak yang boleh mengelola harta milik umum hanyalah negara kemudian hasilnya dikembalikan pada rakyat sebagai pemiliknya baik berupa uang atau dalam bentuk pelayanan jalan, jembatan, pendidikan, kesehatan, pertanian, dan lainnya.
Jelas hanya dengan penerapan sistem lslam, cita-cita swasembada pangan terwujud dan dijamin rakyat hidup tenang serta bahagia. Sebaliknya, penerapan sistem kapitalisme demokrasi membuat hidup susah lagi sengsara karena kebijakan pemimpin membebani. Pertanyaannya, jika kita ingin hidup tenang dan bahagia tentu saja harus menerapkan Islam dalam seluruh aspeknya. Wallahu a’lam bishawab.[]
Miris ya. Susah beras di negara subur. Sudahlah minyak, cabe, naik.harganya, sekarang makanan pokok.ikit naik. Nasib rakyat ngenes amat ya di.negara demokrasi. Padahal belum.lama janji-janjj surga diobral, realitasnya hidup tambah berat.
Suka judulnya
Memang begitulah harusnya negara. Sayang, negara justru mengeluarkan jurus aneh untuk urusan beras dan sambako lainnya. Rakyat terus terbebani
Barokallahu fiik, Mbak
Miris ya, negara yang kaya akan SDA justru selalu memenuhi pasokan pangannya dari impor. Karena ada pihak-pihak yang bermain dan mencari cuan dalam bisnis impor, maka gak heran jika impor terus dilakukan dengan banyak alasan. Padahal, kebijakan impor sesungguhnya menunjukkan kegagalan negara mewujudkan swasembada pangan.
Beda banget ya penanganan kelangkaan beras dalam dunia kapitalisme dan negara Islam?
Hanya Islam solusi tuntas tanpa masalah hingga ke akar-akarnya