Kecurangan Terendus, Pemakzulan Berembus

Kecurangan terendus pemakzulan berembus

Mereka tidak percaya, pemilu ini berjalan kurang, sudah tampak kecurangan-kecurangan, sehingga mereka minta ada tindakan dari Menko Polhukam, tentunya melalui desk pemilu yang ada

Oleh. Aya Ummu Najwa
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Beberapa hari terakhir, perpolitikan Indonesia sedang digemparkan dengan isu panas terkait pemakzulan Presiden Joko Widodo. Hal ini disampaikan oleh Menko Polhukam, Mahfud MD. Mahfud mengaku, beberapa orang yang mengaku perwakilan dari koalisi masyarakat sipil datang ke kantornya menyampaikan aspirasi, hingga bergulirlah wacana tersebut.

Koalisi ini berjumlah 22 orang, di antaranya ada Faizal Assegaf, Marwan Batubara, hingga Letjen Purn. Suharto. Pada awalnya menyampaikan beberapa keluhan terkait kecurangan kampanye dan kekhawatiran akan terjadi kecurangan dalam pemilu Pilpres 2024, mereka pun mendatangi Mahfud untuk bertindak. Mahfud mengatakan, "Mereka tidak percaya, pemilu ini berjalan kurang, sudah tampak kecurangan-kecurangan, sehingga mereka minta ada tindakan dari Menko Polhukam, tentunya melalui desk pemilu yang ada." (CNN Indonesia, 9/1/2024)

Usulan Pemakzulan Jokowi

Pengamat politik Faizal Assegaf, salah satu anggota kelompok Petisi 100, membeberkan kronologi munculnya wacana pemakzulan Jokowi saat pertemuannya dengan Menko Polhukam Mahfud MD, ia mengatakan konstitusi dalam bernegara adalah hak yang dijamin oleh undang-undang. Ide ini memunculkan satu ledakan politik untuk meningkatkan kebugaran situasi politik saat ini.

Faizal mengungkapkan kepada Metro TV, "Karena adanya dugaan kecurangan pemilu (majunya anak presiden yaitu Gibran Rakabuming Raka pada Pilpres 2024 mendampingi Prabowo Subianto), serta kecurangan partai lainnya. Maka, dibentuklah satgas untuk pengawasan kecurangan. Hal ini untuk memfasilitasi komunikasi warga negara dengan penyelenggara negara, sehingga terlihat apakah dimungkinkan untuk kelompok-kelompok kritis ini dapat menyampaikan aspirasi. Karena adanya gejolak keresahan yang begitu masif akibat adanya kepentingan politik kekuasaan yang terlalu jauh di dalam penyelenggaraan Pemilu, namun akhirnya mengerucut kepada agenda Pemakzulan Jokowi.

Respon Ketua DPR-RI

Sementara itu, Ketua DPR-RI sekaligus politisi PDIP perjuangan, Puan Maharani mengaku menghormati usulan pemakzulan sebagai bentuk aspirasi warga negara, namun aspirasi itu juga harus dibarengi dengan rasionalisasi dan menimbang urgensi pemakzulan. Ia menegaskan proses pemakzulan presiden sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Harus jelas, penyebab para tokoh yang tergabung dalam petisi 100 mengajukan pemakzulan terhadap presiden Joko Widodo yang disampaikan kepada DPR dan MPR.

Petisi 100 harus dapat membuktikan bahwa presiden telah melanggar hukum dan memberikan solusi terbaik menghentikan kecurangan politik tersebut. Kita jalankan saja konstitusi sesuai dengan aturan yang sudah ada. Silakan saja menyampaikan aspirasi, namun kita harus tetap menjaga situasi menjelang pemilu ini supaya tetap damai," kata Puan setelah meresmikan GOR Sukoharjo, tvOnenews.com, Kamis, (11/01/2024).

Panasnya Panggung Demokrasi Sarat Kecurangan

Fakta ini semakin menunjukkan bahwa pesta demokrasi yang akan segera dihelat membuka peluang selebar-lebarnya untuk terjadinya kecurangan. Karena memang begitulah tabiat asli demokrasi, tak ada nilai baku di dalamnya. Semua punya peluang, semua ingin menang, tak apa meski harus curang.

Panasnya panggung persaingan politik menuju Pilpres 2024 memang sudah terasa. Betapa tidak, baru-baru ini Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK, mengungkapkan adanya aliran dana dari luar negeri sebesar 195 miliar rupiah ke 21 rekening bendahara partai politik atau parpol sepanjang 2022 hingga 2023.

Selain itu, PPATK juga menerima laporan dari Internasional Fund Transfer Instruction atau IFTI, yang menyebutkan bahwa di antara penerima aliran dana asing terdapat 100 orang dalam Daftar Calon Tetap (DCT) Pemilu. Hal ini dibuktikan dengan temuan PPATK terkait adanya tren peningkatan pembukaan rekening baru menjelang pemilihan umum atau pemilu 2024. Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana mengatakan acuan pembukaan rekening terlihat dari Customer Identification Form atau CIF. Dia menduga pembukaan rekening ini berkaitan dengan kontestasi politik 2024.

Kita melihat ada total 704.068.458 CIF terbuka di 2022 sampai trimester tiga di 2023, sampai September lalu. Jadi totalnya ada 704 juta rekening baru terbuka, itu dibuka oleh korporasi 53 juta, dan individu 650 juta, ini tidak ada yang salah, ungkap Ivan dalam konferensi pers di kantor PPATK Jakarta. Liputan6.com, kamis (11/1/2024).

Aliran dana pemilu dari berbagai pihak termasuk asing, menunjukkan kontestasi pemilu saat ini berpotensi sarat kepentingan intervensi asing, bahkan konflik kepentingan. Umat harus waspada terhadap bahaya di balik pendanaan tersebut yaitu tergadaikannya kedaulatan negara. Sehingga pemimpin yang terpilih tidak mengurusi urusan umat, melainkan memuluskan agenda-agenda atau kepentingan pihak-pihak yang telah memberi pendanaan.

Akan tetapi, kondisi tersebut sejatinya sudah nyata terjadi, umat bisa melihat arah pembangunan penguasa saat ini, justru semakin memperbesar investor asing, seperti kereta api cepat, proyek Rempang Eco-City, dan infrastruktur lainnya. Undang-Undang Minerba pun semakin liberal, membuat korporat swasta semakin beringas mengeruk kekayaan negeri ini, serta masih banyak kepentingan, juga intervensi asing lainnya.

Hal ini seakan menjadi keniscayaan, mengingat dalam politik demokrasi memerlukan biaya yang besar. Legalisasi kepemimpinan dalam demokrasi berdasarkan suara mayoritas. Karena itu diperlukan dana tak sedikit untuk meraup suara. Di sinilah, peluang para pemilik modal untuk berpartisipasi dalam Pemilu, dan tentunya setelah mengucurkan dana, mereka pasti ingin mendapatkan bagian. Dampaknya, parpol dalam sistem demokrasi tak lagi memiliki idealisme dan rentan disetir oleh intervensi pemodal. Sehingga siapa pun pemimpin terpilih, maka oligarkilah pemenangnya.

Sistem Islam yang Terbaik

Jika pemilu demokrasi hanya akan melahirkan penguasa oligarki, berbeda halnya dengan pemilu dalam sistem Islam yakni Khilafah. Pemilu dalam sistem Khilafah, hanya dijadikan sebagai cara atau ushlub bukan metode baku pengangkatan kepala negara. Dalam Islam, metode baku pengangkatan kepala negara adalah baiat syar'i. Imam An-Nawawi dalam Nihayah Al-Muhtaj ila Syarh Al-Minhaj (VII390) telah berkata, akad imamah atau Khilafah sah dengan adanya baiat atau lebih tepatnya bait dari Ahlul Halli wal 'Aqdi yang mudah untuk dikumpulkan.

Dalam kitab Ajhizah Daulah Khilafah, terdapat penjelasan bagaimana berlangsungnya pemilu di dalam sistem Khilafah. Hal tersebut terjadi ketika proses pengangkatan Usman menjadi seorang khalifah. Pada masa itu, Khalifah Umar bin Khattab mengalami sakit keras akibat insiden penusukan. Kaum muslim meminta beliau untuk menunjuk penggantinya, namun Khalifah Umar menolaknya. Kemudian kaum muslim terus mendesak, hingga beliau menunjuk enam orang sebagai penggantinya atau al-ahd, al-istikhlaf, dan memerintahkan mereka agar memilih salah seorang mereka untuk menjadi khalifah setelah beliau meninggal dalam jangka waktu tertentu, maksimal 3 hari.

Setelah Khalifah Umar wafat, beberapa orang calon khalifah itu melakukan pemilihan atau ikhtiar terhadap salah seorang dari mereka untuk menjadi khalifah. Di sinilah proses pemilu atau Al-Intikhab sebagaimana mestinya itu dilakukan. Pada masa itu, terpilih nama Ali dan Usman sebagai calon khalifah. Dari dua nama ini, Abdurrahman bin Auf menanyakan pendapat kaum muslim siapa yang mereka kehendaki di antara keduanya yakni Ali atau Usman. Beliau bertanya kepada kaum muslim baik laki-laki maupun perempuan dalam rangka menggali pendapat masyarakat. Beliau melakukannya tidak hanya pada siang hari, namun juga malam hari.

Tentang hal ini, Imam Bukhari mengeluarkan riwayat dari jalur Al-Mizwar bin Muhrimah yang berkata, "Abdurrahman mengetuk pintu rumahku pada tengah malam, ia mengetuk pintu hingga aku terbangun. Ia berkata aku melihat engkau tidur, demi Allah janganlah engkau menghabiskan 3 hari ini yakni tiga malam dengan banyak tidur."

Hingga terpilihlah Utsman bin Affan sebagai khalifah. Umat kemudian melakukan baiat 'iniqad kepada calon terpilih itu, untuk menjadi khalifah, dan dilakukan baiat taat oleh umat secara umum kepada khalifah. Atas dasar baiat kaum muslim itulah, Utsman menjadi khalifah, bukan ketika proses penunjukan enam orang sebelumnya.

Dalam kitab Asy-Syakhsiyah Al-Islamiyah juz 2, bab syarat-syarat khalifah, Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani menjelaskan, bahwa seorang khalifah wajib memenuhi 7 syarat agar ia berkompeten memangku berbagai tugas ketatanegaraan atau kekhalifahan dan agar baiat pengangkatan dapat dilakukan. Tujuh syarat tersebut adalah muslim, laki-laki, balig, berakal, adil, merdeka, dan mampu membantu tugas-tugas kekhalifahan.

Dalam sistem Khilafah, khalifah dipilih bukan untuk menjalankan keinginan dan hukuman manusia, tetapi untuk menjalankan hukum Allah. Kewajiban seorang penguasa adalah menerapkan syariat Islam semata berdasarkan Al-Quran surah Al-Maidah ayat 48 dan 49, "Dan Kami telah menurunkan Kitab Al-Qur`an kepadamu Muhammad dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang Kami turunkan sebelumnya dan menjaganya, maka putuskanlah urusan mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan hendaklah kamu tidak mengikuti kehendak mereka dengan berpaling dari kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk setiap umat di antaramu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang-benderang. Jikalau Allah menghendaki, pastilah kamu dijadikan-Nya satu umat saja, tetapi Allah ingin mengujimu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berkompetisilah dalam kebaikan. Hanya kepada Allah-lah kalian semua akan kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa saja yang dahulu kalian perselisihkan, dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka sesuai apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti kehendak mereka. Dan waspadalah terhadap mereka, jangan sampai mereka memperdayakan kamu atas apa yang telah Allah turunkan kepadamu. Jika mereka berpaling dari hukum Allah, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah akan menimpakan musibah kepada mereka karena dosa-dosa mereka. Dan sungguh, sebagian besar dari manusia adalah orang-orang yang fasik."

Demikianlah, pemilu dalam Khilafah hanya sebagai ushlub atau cara memilih pemimpin yang akan menjalankan syariat Islam. Begitu pula, proses pemilihan pemimpin berjalan dengan sederhana, efektif, efisien, serta hemat biaya.

Keunggulan Sistem Islam

Umat harus menyadari mengapa Islam lebih unggul dari sistem lainya, ini dikarenakan beberapa hal,

Pertama, karena dalam Islam, definisi politik adalah mengurus urusan umat atau ri’ayatusy syu’unil ummah. Dengan menyadari definisi ini, penguasa akan berperan sebagai pelayan dan pengurus rakyatnya bukan sekadar orang yang memegang kekuasaan atas rakyatnya. Selain kapabilitas, kualitas keimanan politisi pun sangat menentukan kualitas pemimpin. Sehingga rakyat pun akan diajak bertakwa bersama.

Kedua, harus dipahami bahwa dalam Islam pemilu adalah hanya sebagai cara untuk memilih seorang pemimpin yang akan mengurusi urusan rakyat. Pemilu dalam Islam bukan sarana untuk meraih kekuasaan dengan menghalalkan segala cara, termasuk berbagai kecurangan dan jegal menjegal lawan.

Ketiga, dakwah kepada Islam terus berjalan. Negara yang menerapkan hukum-hukum Islam dan memfasilitasi dakwah yang memahamkan umat bahwa Islam adalah sistem kehidupan terbaik yang berasal dari pencipta manusia, sehingga umat tidak akan mencari-cari sistem lain.

Khatimah

Dalam demokrasi yang mengusung cita-cita kesejahteraan rakyat adalah segala-galanya dengan menjanjikan rakyat berkuasa sejatinya hanya slogan semata. Karena dari proses pemilihan pemimpinnya pun berjalan sarat kepentingan dan kecurangan. Pemimpin yang terpilih pun seakan tak menyadari perannya sebagai pemimpin namun sebagai petugas partai, serta pelaksana pesanan para penyokong dana. Sudah saatnya kaum muslim meninggalkan sistem rusak ini dan kembali kepada sistem Islam yang memiliki trust publik tinggi. Wallahu a'lam bishshawab[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Aya Ummu Najwa Salah satu Penulis Tim Inti NP
Previous
Tawaf dalam Kacamata Sains
Next
Di Balik Hubungan Bilateral Indonesia-Timor Leste
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

10 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Firda Umayah
Firda Umayah
9 months ago

Wacana pemakzulan adalah bukti bahwa sistem demokrasi tak dapat dipercaya sebagai sistem yang amanah.

Netty
Netty
9 months ago

Syarat menang --> curang. Ya Allah kok ya ga banget. It is time to be one ummah. Kembali pada sistem Islam

Puspita Ningtiyas
Puspita Ningtiyas
9 months ago

Ya benar di dalam sistem demokrasi memang sangat riskan kecurangan. Bahkan kalau ingin menang ya harus curang. Hal ini karena sistem ini tidak menggunakan standar halal haram dalam segala hal. Asal mau dan mampu, apapun dihalalkan..

Sartinah
Sartinah
9 months ago

Kecurangan dalam sistem politik transaksional hari ini menjadi sebuah keniscayaan. Semua berlomba untuk menang hingga mengerahkan seluruh upaya yang dimiliki meski lewat jalan curang. Oh, demokrasi ...

Novianti
Novianti
9 months ago

Demokrasi telah memecah belah umat dan sibuk pada perkara sia-sia. Pemilihan pemimpin dalam Sistem Islam berbiaya murah, sederhana dan pastinya berkah. Inilah kesempitan dunia akibat menerapkan sistem manusia. Seharusnya umat segera sadar dan mencampakkan demokrasi.

Atien
Atien
9 months ago

Sebagai anak turunan dari sistem kapitalisme , adanya kecurangan di alam demokrasi nyata dan jelas adanya. Semua ingin menang dan berkuasa dengan berbagai cara dengan mengorbankan kepentingan rakyat. Barakallah mba @Aya.

Siti Komariah
Siti Komariah
9 months ago

Barakallah Mvak Aya. Memang bener di dalam sistem demokrasi kekuasaan jadi perebutan, karena yang dicari hanya keuntungan. Ngak heran sih kalau segala cara dilakukan agar mendapatkannya. Beda banget dengan sistem Islam, para penguasa diangkat jadi pemimpin pada nangis karena beratnya beban yang dipikul oleh penguasa yang akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah kelak.

Dewi Kusuma
Dewi Kusuma
9 months ago

Dengan pemilu mampukah para calon menyejahterakan nantinya? Sepertinya nonsen ya mba Aya.
So yang paling sahih hanyalah sistem pemerintahan dalam Islam.

Keren naskahnya, semoga mampu memgugah wawasan para pembaca

Aya Ummu Najwa
Aya Ummu Najwa
9 months ago

Jazakumullahu khairan tim NP

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram