Kami Menuntut Perubahan yang Ideologis

Kami Menuntut Perubahan yang ideologis

Arah perubahan yang ditawarkan para kandidat dalam sistem demokrasi bisa dipastikan sangat pragmatis dan jauh dari visi ideologi.

Oleh. Azra Syafiya
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Berubah atau punah”, begitulah slogan tentang perubahan yang kita dengar dari seorang motivator. Manusia naluriahnya senantiasa melakukan upaya perubahan dari waktu ke waktu untuk mencapai kondisi yang lebih baik dari sebelumnya, baik itu untuk dirinya maupun masyarakat sekitarnya. Berubah bukan sekadar bergerak. Lebih dari itu, perubahan merupakan cerminan dari rasa cinta yang membuat manusia rela untuk berkorban.

Perubahan juga mengharuskan adanya pedoman, setidaknya sebagai ukuran untuk melihat aspek yang dinilai salah, hal yang berjalan di bawah standar, dan tujuan yang hendak dicapai. Ini menjadi penegasan bahwa upaya perubahan harus berdiri di atas pedoman yang benar guna memastikan tercapainya dampak yang baik untuk manusia.

Perubahan untuk Perbaikan

Begitu pula terkait Pemilu 2024, sorak sorai perubahan makin banyak digaungkan menuntut keadilan dan kesejahteraan. Sebuah peristiwa yang cukup menyita perhatian media hari ini adalah ramainya forum diskusi politik di kalangan Gen Z dan milenial. Ini sangat berbeda dari kebiasaan kampanye pada tahun-tahun sebelumnya. Tak hanya bermodal baliho bertuliskan janji manis, para kandidat pemimpin tampak aktif melakukan upaya jemput bola ke berbagai daerah untuk berdialog secara langsung dengan masyarakat.

Bak gayung bersambut, keresahan masyarakat pun menemui wadahnya untuk beradu gagasan dan menyampaikan aspirasi. Walaupun pembahasannya terbatas pada aspek perbaikan regulasi dan perencanaan program-program mendatang.

https://narasipost.com/motivasi/01/2024/kekuasaan-dan-kepemimpinan/

Fenomena menarik lainnya adalah bangkitnya kepedulian politik dari berbagai kalangan. Euforia dan semangatnya bahkan sudah terasa jauh sebelum hari pemilihan. Pada saat para orang tua asyik menonton berita dan berbincang tentang keresahan hidup, para pemuda kian aktif berdemo dan berdiskusi dalam mimbar-mimbar akademis. Hadir pula anak-anak remaja sekolah yang bahkan belum memiliki hak pilih turut meramaikan perbincangan tentang harapan kepemimpinan pada lima tahun ke depan. Kalangan artis pun tak absen, mereka secara masif ikut menggiring opini keberpihakan sehingga memiliki daya tarik tersendiri di hati masyarakat.

Sebenarnya, semua elemen masyarakat menginginkan hal yang sama, yaitu perbaikan nasib bangsa. Tak heran bahwa pemilihan pemimpin menjadi krusial dan cukup sensitif karena kaitannya dengan nasib hajat hidup orang banyak. Akankah makin mudah ataukah malah makin sempit? Kita pun masih bertanya-tanya.

Perubahan Sistem

Di luar itu, bukan rahasia lagi bahwa masih ada saja upaya-upaya untuk membeli suara masyarakat dengan berbagai bentuk. Baik berupa uang, pakaian, atau juga bahan makanan pokok. Cukup miris rasanya jika melihat hal yang demikian, seolah merendahkan  suara rakyat hingga bisa ditawar-tawar. Walau bagi sebagian orang cara ini tampak murahan, fakta di lapangan membuktikan bahwa cara ini berjalan efektif.

Hal ini karena tak sedikit masyarakat Indonesia yang betul-betul terimpit kondisi ekonomi. Datangnya bantuan “bersyarat” tersebut menjadi pilihan yang terpaksa untuk diterima, baik sesuai dengan pilihan nurani ataupun tidak, yang terpenting adalah mengambil peluang mendapatkan uang. Akhirnya masalah ini menjadi lingkaran setan yang terus berulang. 

Hal tersebut setidaknya mengindikasikan bahwa masih sulit sekali untuk mengajak masyarakat berdiskusi pada level yang lebih mendasar yaitu ideologi sebagai landasan sistem kepemimpinan. Barang kali kerap kita mendengar bahwa pesta pemilu ini bukan untuk memilih yang terbaik, tetapi untuk mencegah yang terburuk berkuasa. Tentu ini perlu dikaji lebih mendalam mengingat sebuah perubahan bukan hanya disetir oleh pemimpinnya, tetapi juga oleh sistem kepemimpinan yang menaunginya.

Perubahan Ideologis

Kita tak dapat menutup mata bahwa realitas demokrasi mempertontonkan kontestasi kepemimpinan yang tidak lebih dari basa-basi. Rakyat seakan diberi hak suara untuk memilih orang yang mereka anggap terbaik. Namun, sistem demokrasi sejatinya tidak memberi pilihan untuk mengarah pada perubahan ideologis. Arah perubahan yang ditawarkan para kandidat bisa dipastikan sangat pragmatis dan jauh dari visi ideologi. Tidak heran jika pada awalnya masing-masing tampak saling bersaing bahkan saling menyerang, tetapi nantinya bisa berubah atas nama kepentingan, salah satunya melalui mekanisme koalisi dalam kabinet.

Barang kali hari ini masih banyak orang yang menaruh harapan dengan hadirnya sosok-sosok calon pemimpin yang berjiwa negarawan dan kerap dekat merangkul masyarakat. Tentu ini menjadi kebimbangan tersendiri. Seolah masyarakat mendapatkan angin segar dengan adanya janji-janji program yang akan membawa perubahan.

Bahkan tak sedikit yang melegitimasi dengan dalil Al-Qur’an untuk memilih calon tertentu. Oleh karenanya, patut ditinjau kembali bahwa perubahan yang kita butuhkan bukan sekadar perubahan parsial berupa pergantian rezim setiap lima tahunan, melainkan harus mengarah pada perubahan sistem tata kehidupan yang diterapkan. Tidak hanya pergantian aktor pemimpin, melainkan pergantian sistem kepemimpinan negara. Inilah esensi dari gerakan perubahan.

Khatimah

Sejatinya, kekuasaan dalam Islam ditujukan untuk menegakkan hukum Allah Swt. dan amar makruf nahi mungkar. Rakyat maupun penguasa tidak diberi hak untuk membuat hukum yang nantinya akan menzalimi orang lain. Inilah visi dan langkah perubahan yang dicontohkan Baginda Rasulullah saw. yang sudah sepatutnya menjadi visi dan langkah perjuangan kita bersama. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Azra Syafiya Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Berburu Cuan ke Jepang demi Kesejahteraan?
Next
Lentera Kehidupan
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

5 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Sartinah
Sartinah
9 months ago

Betul, mbak. Mustahil terjadi perubahan hakiki jika tidak dibarengi dengan perubahan sistem.

Dewi Kusuma
Dewi Kusuma
9 months ago

Setuju perubahan hakiki hanya ada pada ideologi yang berlandaskan akidah Islam

Afiyah Rasyad
Afiyah Rasyad
9 months ago

Leres, Mbak. Perubahan ideologislah yang akan membawa pada perubahan hakiki

Haifa
Haifa
9 months ago

Perubahan hakiki ditandai dengan perubahan ideologi. Dan satu-satunya perubahan yang menyelamatkan dunia akhirat adalah perubahan dari ideologi kapitalisme menjadi ideologi Islam

Novianti
Novianti
9 months ago

Betul. Kita merindukan perubahan hakiki bukan hanya basa basi. Janji manis saat kampanye tetapi jadi angin berlalu tatkala berkuasa. Sibuk oleh sesuatu yang tak pernah ada ujungnya. Solusinya kembali pada sistem Islam.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram