Impor hanyalah jalan pintas yang semu dan bukan solusi yang hakiki atas persoalan mahalnya beras. Kembali pada Islam kaffah solusinya.
Oleh. Puspita Ningtiyas
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Akhir-akhir ini, sebagian besar orang mengeluhkan fenomena harga beras yang melambung. Sedangkan upaya pemerintah melulu dengan menambah beras impor yang sebelumnya sudah menggunung.
Ada Impor di Balik Beras Mahal
Perum Bulog menyampaikan kebijakan pangan Indonesia ke depannya akan mengarah kepada penguatan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) untuk menstabilkan pasokan pangan dan harganya di pasaran. (ekonomi.republika.co.id, 10/2/2024)
General Manager Unit Bisnis Bulog, Sentra Niaga Topan Ruspayandi di Jakarta, Sabtu (10/2/2024), mengatakan, di sisi hulu, Bulog melakukan penyerapan produk pangan dalam negeri. Dalam hal ini meliputi beras dari petani dengan penetapan harga pembelian pemerintah oleh Badan Pangan Nasional. Adapun di sisi hilir, dilakukan pengadaan program operasi pasar yang sekarang disebut dengan Program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP).
Dua program inilah yang saat ini dijalankan oleh Bulog untuk menyalurkan cadangan beras pemerintah. Namun, ironinya, ternyata kedua program ini tetap tidak bisa lepas dari kebijakan impor, yang menambah panjang deret impor beras di negeri ini. Indonesia adalah negeri lumbung padi, benarkah impor beras adalah solusi?
Impor Beras Bukan Solusi Hakiki
Indonesia telah melakukan impor sepanjang tahun 2023 hingga mencapai 3 juta ton beras. Angka ini meningkat hingga 613,61% jika dibandingkan tahun 2022 sebesar 429 ribu ton. Apalagi, rencana pemerintah yang akan kembali mengimpor beras hingga 2 juta ton pada Januari hingga Maret 2024. Padahal di bulan Maret hingga Juni 2024 adalah musim panen raya petani padi. (metrotvnews.com, 9/2/2024)
Tidak bisa dimungkiri, pemerintah telah bergerak untuk menghadapi lonjakan harga beras. Dibutuhkan solusi cepat mengingat beras memang dianggap sebagai makanan pokok mayoritas rakyat Indonesia. Namun, pemerintah tetap harus berhati-hati, karena jika solusinya hanya bersifat sementara, persoalan serupa akan terus berulang di masa mendatang dan kita akan semakin bergantung pada aktivitas impor beras ini.
Impor beras, selain jalan pintas untuk menambah cadangan pangan dalam negeri, juga bisa menjadi jalan pintas untuk mengikis kedaulatan sebuah negara. Negara pengimpor akan terus bergantung pada negara pengekspor. Sedangkan untuk menjadi negara maju, dibutuhkan kemandirian dari intervensi negara lain. Singkatnya, Indonesia akan sulit bergerak maju, jika terus mengandalkan aktivitas impor.
Karena itulah, Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, mengatakan bahwa arah kebijakan pangan seharusnya tidak sekadar temporer (dengan impor), tetapi harus ada sejumlah strategi kedaulatan pangan di antaranya regulasi kedaulatan pangan harus dibenahi, utamanya pupuk yang masih sering langka, sarana prasarana pertanian yang minim, dan infrastruktur. Kemudian lanjutnya, harusnya dipikirkan bagaimana mendorong peningkatan produksi serta memberikan jaminan pasar sehingga petani tidak susah. (ekonomi.republika.co.id, 10/2/2024)
Jika impor hanyalah jalan pintas yang semu dan bukan solusi yang hakiki atas persoalan mahalnya beras, lantas bagaimana pandangan Islam tentang hal ini?
Islam Menjaga Ketahanan Pangan
Harga beras melambung bisa terjadi kapan saja dan di mana saja. Termasuk ketika sebuah negara menerapkan Islam di dalam sistem politiknya. Hanya saja, keadaan sekarang (politik sekularisme) memakai kacamata sekuler untuk melihat akar persoalan beserta solusi yang dijalankan sehingga solusi untuk mengatasi persoalan tersebut bukan bersumber dari Islam.
Jika sebuah negara memakai politik Islam, maka setiap kebijakannya bersumber dari Allah Swt. Sebaliknya, karena negara-negara saat ini tidak menggunakan politik Islam, maka setiap kebijakan yang diambil hanya bersumber dari akal manusia yang belum tentu benar bahkan justru menimbulkan kesengsaraan di masa kini dan masa mendatang.
Politik Islam menjamin setiap kebutuhan warga negara Islam (Khilafah) baik muslim maupun nonmuslim (kafir zimi). Jaminan yang diberikan oleh negara tersebut dilakukan dengan mekanisme tidak langsung. Mekanisme tidak langsung dilakukan dengan cara memastikan setiap kepala keluarga mampu untuk menafkahi keluarganya dengan baik. Negara akan menjamin setiap kepala keluarga itu agar memiliki pekerjaan yang layak dan bisa membeli setiap kebutuhan pokok seluruh anggota keluarganya.
https://narasipost.com/motivasi/08/2022/nikmat-berjemaah-dan-menunaikan-amanah/
Di sisi lain negara akan menjaga ketersediaan komoditas pangan seperti beras dan yang lainnya, sehingga akan mengurangi kemungkinan lonjakan harga yang tinggi atas komoditas kebutuhan pangan tersebut. Islam pun mengharamkan penimbunan yang menjadi penyebab langkanya suatu barang di pasaran. Khalifah menjalankan itu semua dalam rangka mempersembahkan ibadah terbaik di hadapan Allah Swt. Sebagaimana firman Allah Swt. surah Az -ariyat ayat 56, bahwa tujuan manusia diciptakan adalah untuk beribadah.
“Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.”
Di bidang pertanian, Khilafah juga akan memaksimalkan hasil pertanian di dalam negeri. Hal ini dilakukan dengan cara menjaga bahkan menambah tanah pertanian yang sudah ada dan memberikan motivasi kepada para petani untuk menghasilkan lebih banyak lagi bahan pangan dari aktivitas pertanian yang mereka kerjakan.
Tentang ini, negara bisa melakukan intensifikasi pertanian dengan cara mengoptimalkan lahan yang ada, dengan menggunakan berbagai sarana, untuk meningkatkan hasil pertaniannya. Negara juga bisa menggunakan prinsip ekstensifikasi pertanian dengan cara menambah luasan tanah yang akan digunakan sebagai lahan pertanian, baik dengan mengembalikan fungsi tanah mati maupun dengan cara-cara lain sesuai kebijakan khalifah.
Semua itu dilakukan untuk menstabilkan ketahanan pangan dalam negeri sekaligus menjaga kedaulatan negara dari intervensi negara lain. Dengan menjadi lebih berdaulat, Khilafah akan memiliki kemandirian penuh untuk menerapkan Islam secara kaffah dan juga menangkis invasi politik dan budaya dari negara lain yang bertentangan dengan syariat Islam itu sendiri.
Begitulah konsep Islam tentang solusi harga beras yang mahal dan cara Allah dalam menjaga kehormatan umat Islam di mata umat yang lain. Khilafah akan memiliki bargaining position untuk meluaskan dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Semua itu akan terwujud jika konsep Islam telah berhasil diterapkan secara sempurna dalam bingkai politik Islam atau yang disebut Khilafah.
Wallahu a'lam bishawab.[]
Jazakillah khairan NP
Inilah hasil kerja, kerja, dan kerja ala kapitalisme.. Bukan nasib rakyat yang dipikirkan melainkan bagaimana cara meraih keuntungan bagi dirinya, keluarga, dan kroni-kroninya. Hal ini bisa dilihat dari Kebijakan impor beras yang sama sekali tanpa mempertimbangkan dampak kedepannya.
Beras mahal dan impor jadi permasalahan klasik yang tidak kunjung menemui solusi. Selama pengaturan urusan rakyat diambil dari sistem ekonomi kapitalisme, maka kenaikan harga pangan dan kebijakan impor akan tetap terjadi.
Awal tahun diawali dengan harga beras yang bikin hidup rakyat semakin keras. Fakta menyedihkan, negeri agraris krisis kepemimpinan. Mengatasi masalah beras secara instan. Tanpa sadar telah menentang konsep swasembada pangan itu sendiri. Masih menjadi mimpi di negeri ini untuk hidup mandiri.
Paling gabisa nahan emosi ttg impor beras, karena mertua saya termasuk petani yang dirugikan :")
Kata bijak mengatakan, bangsa yang besar itu bangsa yang memakai atau mengonsumsi hasil produksinya sendiri, buka bukan dari impor.
Miris, negeri agraris kok impor beras..
Selain itu dipengaruhi oleh politik. Kebijakan impor bisa memberi keuntungan. Beda jika petani panen. https://news.detik.com/berita/d-493797/bawazier-impor-beras-hanya-untungkan-importir-pejabat#google_vignette. Yang kasihan petani dan rakyat
betul mbk penulis, masyarakat sudah capek mengeluh dengan tingginya harga beras disusul harga lainnya. Maaf untuk penulisan kata sekadar tertulis sekedar, biasanya NP teliti banget, mungkin terlewat.