Deforestasi yang masif dapat menyebabkan kesengsaraan pada makhluk hidup di bumi. Ketika hutan digunduli karena alih fungsi, maka bencana akan terus terjadi
Oleh: Mutiara
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Hilang dahan
Burung berhenti terbang
Hilang pohon tempat dia beregang
Air naik
Menelan lahan-lahan
Kipas yang memutar angin panas
Sepenggal lirik lagu dari Dere berjudul Rumah, sedikit menggambarkan bagaimana kini kondisi bumi kita terutama Indonesia. Dahan pohon-pohon di hutan kini mulai berkurang bahkan hilang disebabkan alih fungsi atau degradasi. Akibatnya, burung berhenti terbang, lahan dan rumah tergenang, hingga panas di bumi makin bikin meregang.
Sejalan dengan itu, ternyata Indonesia menjadi negara kedua yang kehilangan hutan primer tropis seluas 10,2 juta hektare dalam dua dekade terakhir menurut laporan Global Forest Review dari WRI (World Resources Institute) (Databoks, 19/01/2024). Hutan primer tropis berdasarkan definisi WRI merupakan hutan berusia tua yang memiliki cadangan karbon besar dan kaya akan keragaman hayati.
Data dari Badan Informasi Geospasial (BIG), luas hutan Indonesia pada 2022 mencapai luas 102,53 juta hektare dan angka tersebut mengalami penurunan sekitar 1,33 juta hektare atau turun 0,7% dibanding 2018 (Databoks, 29/12/2023). Luas hutan yang berkurang terjadi di semua pulau besar di Indonesia termasuk Sumatra dan khususnya Riau. Catatan akhir tahun Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia), Riau mengalami deforestasi hingga 20.698 hektare sepanjang 2023. Angka deforestasi itu lebih luas dari rata-rata per tahun dalam lima tahun terakhir. Walhi juga mengungkapkan bahwa 57% daratan Riau telah dikuasai investasi (CNN Indonesia, 12/01/2024).
Dari 57% tersebut, pemerintah telah memberikan izin kepada 273 perusahaan kelapa sawit, 55 Hutan Tanaman Industri (HTI), 2 Hak Pengusahaan Hutan (HPH), dan 19 pertambangan. Walhi juga mencatat luas kebun sawit yang berada di kawasan hutan di Riau seluas 1,8 juta hektare. Ini bukanlah angka yang kecil dalam kehilangan areal hutan yang berperan penting dalam keseimbangan alam. Mirisnya, areal hutan yang terus berkurang ini banyak disebabkan oleh alih fungsi demi investasi yang oleh pemerintah seolah direstui. Sebagaimana Walhi menilai UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja turut memfasilitasi keberadaan kebun sawit di dalam kawasan hutan. Begitupun dengan pemutihan 3,3 juta hektare kebun sawit.
Deforestasi Menghantui
Deforestasi yang masif dapat menyebabkan kesengsaraan pada makhluk hidup di bumi. Ketika hutan digunduli karena alih fungsi, maka bencana akan terus terjadi. Kemudian rakyat yang akan menjadi korban, kehilangan ruang hidup, kenaikan suhu bumi yang bagaikan kipas yang memutar angin panas, sumber air semakin berkurang, punahnya ekosistem, dan lain sebagainya. Jika ini terus terjadi, manakah yang lebih panjang? Umur kita atau umur bumi tempat kita bernaung?
Deforestasi sungguh telah menjadi hantu yang terus menghantui negeri. Kapitalisme menjadikannya nyata dan terus ada. Sebab kapitalisme sebagai sebuah sistem yang diterapkan telah memisahkan aspek pembangunan dengan kelestarian lingkungan. Sistem yang mengedepankan keuntungan materi terus menggenjot pembangunan demi pertumbuhan ekonomi yang tinggi sekalipun hutan digunduli. Pemisahan agama dari kehidupan yang menjadi asas dalam sistem ini, melahirkan kebebasan dalam memiliki. Oleh karena itu, hutan dapat dimiliki secara pribadi dan negara menjadi penjamin kebebasan ini. Terbukti dengan Undang-Undang Cipta Kerja yang menormalisasi hutan untuk dialihfungsikan.
Pandangan Islam
Islam memiliki pandangan yang berbeda dengan kapitalisme terkait hutan. Islam memandang bahwa segala yang ada di langit dan di bumi adalah milik Allah Sang Pencipta, sebagaimana firman-Nya:
لَه مُلْكُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ يُحْيٖ وَيُمِيْتُۚ وَهُوَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
Artinya : ”Kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi, Dia menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS Al-Hadid: 57)
Maka dari itu, Allah sebagai pemilik hakiki atas ciptaan-Nya termasuk hutan memberikan kuasa manusia untuk mengelolanya berdasarkan hukum-hukum yang telah ditetapkan-Nya. Penjagaan kelestarian lingkungan berdasarkan syariat Islam yaitu dengan ketetapan bahwa hutan adalah bagian dari kepemilikan umum yang wajib dikelola oleh negara, bukan individu termasuk di dalamnya swasta. Negara harus mengelola hutan untuk kesejahteraan rakyat dan mengelolanya dengan bertanggung jawab serta menjaganya tetap lestari, sebagaiman firman Allah Swt.
وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا
Artinya: ”Janganlah kamu berbuat kerusakan dibumi setelah diatur dengan baik” (Q.S. Al-A’raf:56).
Ayat ini mengindikasikan bahwa wajib untuk menjaga kelestarian hutan. Dengan demikian, pembangunan akan diselaraskan dengan pelestarian lingkungan, bukan mengeksploitasi hutan demi keuntungan. Hutan juga harus diklasifikasi dengan baik agar jelas hutan yang harus dilindungi dan hutan yang boleh diambil hasil kayu maupun nonkayunya.
Komitmen ini harus tergaja sebagai bentuk ketaatan kepada Allah. Begitupun negara yang menerapkan sistem Islam, akan membentuk individu yang berkomitmen kuat melalui sistem pendidikannya dan senantiasa mengedukasi rakyat untuk bersama-sama menjaga kelestarian hutan melalui departemen informasi dan telekomunikasi (penerangan). Begitupun dengan penetapan hukum yang tegas atas individu maupun perusahaan yang melanggar aturan penjagaan hutan yaitu akan dikenakan takzir, baik berupa kurungan, pengasingan, denda, dan lain sebagainya. Hal ini tentu akan membawa efek jera dan mewujudkan keamanan hutan. Sehingga Islam yang diterapkan secara kaffah sebagai sistem hidup akan membawa dampak yang baik bagi dunia yaitu lestarinya bumi. Wallahualam bisshawab. []