Jika bisnis atau investasi saham yang dijalankan haram, maka berapa pun potensi keuntungan materi yang diperoleh tetap menimbulkan bahaya.
Oleh. Muthiah Al Fath
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com & Penulis Buku Meraki Literasi)
NarasiPost.Com-Saat ini, investasi saham menjadi salah satu cara mendapatkan pemasukan dan untuk mengembangkan kekayaan dalam jangka panjang. Bagaimana tidak, investasi saham selalu menawarkan keuntungan berlipat dalam waktu singkat. Potensi keuntungannya bisa mencapai triliunan per hari, namun bahaya atau potensi kerugiannya juga sangat besar (high risk high return).
Seorang investor saham kawakan, Lo Kheng Hong blak-blakan menyebut bahwa kebiasaan masyarakat Indonesia yang sering menyimpan uang di bank akan membuat mereka miskin. Menurut Lo, nilai uang yang disimpan di bank akan terus menurun, sehingga ia menyarankan untuk membeli saham. Tidak hanya itu, Lo juga tidak menyarankan untuk membeli obligasi atau surat utang karena bunga yang diberikan hanya sedikit. (cnbcindonesia.com, 28/1/2024)
Lo Kheng Hong terkenal dengan julukan Warren Buffett Indonesia karena kemampuannya dalam berinvestasi, khususnya investasi saham. Ia pernah membeli saham PT Indah Kiat Pulp dan Paper Tbk (INKP) dengan harga Rp1.000 per saham, lalu menjualnya dengan harga Rp10.000 per saham. Dari penjualan saham tersebut, ia berhasil meraup cuan sebesar Rp35 miliar menjadi Rp350 miliar, dalam kurun waktu 1,5 tahun. Lantas, apa yang dimaksud dengan investasi saham? Bagaimana pandangan Islam mengenai investasi saham tersebut?
Mengenal Saham dan Turunannya
Saham merupakan salah satu alat pasar modal (stock market) yang diterbitkan oleh sebuah perusahaan publik (Perseroan Terbatas/PT). Dalam pasar modal, alat yang diperdagangkan adalah surat-surat berharga (securities), seperti saham dan obligasi. Dengan kata lain, sebuah PT akan mendapat modal dari penjualan saham dan obligasi.
Saham sama dengan kertas berharga yang harganya bisa turun jika perseroan mengalami kerugian, dan harganya bisa naik jika perseroan mengalami keuntungan. Sedangkan obligasi adalah bukti surat pinjaman dengan bunga tertentu dari pemerintah atau perusahaan (emiten) yang dapat diperjualbelikan. Biasanya, para pemilik obligasi akan mendapat bunga tetap tanpa menghiraukan untung atau ruginya sebuah PT.
Setelah perseroan memulai aktivitasnya maka saham akan berubah wujud, dari modal menjadi kertas berharga yang mempunyai nilai tertentu. Nilai saham bisa mengalami fluktuasi sesuai kondisi pasar, yakni sesuai untung ruginya perseroan atau sesuai dengan penerimaan dan penolakan masyarakat terhadap perseroan tersebut. Artinya, saham merupakan barang yang tunduk pada demand and supply.
Fakta Investasi Saham
Dalam pasar modal, proses perdagangan terjadi melalui dua tahapan, yakni tahapan primary market (pasar perdana), kemudian secondary market (pasar sekunder). Pada tahap pasar perdana, penjualan saham dan obligasi terjadi pada saat IPO (Initial Public Offering) atau penawaran umum pertama melalui pihak perantara. Dari tahap ini, pihak emiten memperoleh dana yang dibutuhkan untuk mengembangkan usahanya.
Tahap pasar sekunder terjadi jika saham dan obligasi telah dibeli oleh investor dari emiten (pihak atau badan usaha yang menerbitkan dan melakukan penawaran umum). Pada tahap ini, pihak investor menjual kembali saham atau obligasi miliknya kepada investor lain. Tujuan penjualan dilakukan untuk mendapat keuntungan dari kenaikan harga atau untuk menghindari kerugian.
Tahap sekunder sering terjadi secara reguler pada setiap bursa efek. Dari sini dapat disimpulkan, dalam bursa saham selalu terjadi spekulasi jual-beli berdasarkan prediksi harga, untuk mendapatkan keuntungan dari perbedaan harga yang terjadi.
Bahaya Investasi Saham
Jika dikaji secara mendalam, investasi saham dapat membahayakan ekonomi suatu bangsa. Menurut Prof. Maurice Allais, dalam tulisannya “The Monetary Conditions of an Economy of Markets” menyebut bahwa spekulasi pada bursa saham telah menjadikan dunia seperti kasino besar (big casino). Menurutnya, setiap spekulasi yang didukung oleh utang/kredit membuat orang dapat membeli tanpa membayar, dan menjual tanpa memiliki. Fakta ini menjadikan bursa saham seperti meja judi terbesar dengan jutaan pemain yang tersebar di seluruh penjuru dunia, mulai dari New York, Tokyo, Hongkong, hingga Paris. (alwaie.net, 3/5/2020)
Bukankah dalam perjudian, keuntungan yang diperoleh dari satu pihak akan ditanggung kerugian dari pihak lain? Satu hal yang mustahil dalam investasi saham adalah tidak mungkin semua pihak mendapat kemenangan, kecuali jika tren grafik harga sahamnya selalu naik. Agar untung maka saham harus dibeli dengan harga rendah, lalu dijual dengan harga tinggi. Saat yang sama, harus ada pihak lain yang membeli dengan harga tinggi dan terpaksa menjualnya dengan harga rendah (mengalami kerugian). Parahnya lagi, jika tren grafik menurun maka akan ada pihak yang rugi, bahkan ada pihak yang dalam kurun waktu 30 menit kehilangan uang hingga triliunan.
Bahaya Ekonomi Kapitalisme
Saat dunia menerapkan ekonomi kapitalisme, kaum muslim makin terjerumus dalam sistem ekonomi yang tidak mengenal halal dan haram. Berbagai bentuk muamalah batil masuk ke negeri-negeri muslim, saat mereka tidak memahami hukum-hukum muamalah dalam perspektif Islam. Padahal, kebanyakan bentuk muamalah tersebut berlandaskan paham sekularisme yang menyingkirkan peran agama sebagai pengatur urusan publik.
Alhasil, kaum muslim dipaksa hidup dalam sistem ekonomi yang jauh dari Islam, seperti sistem perbankan, obligasi, investasi saham, dan berbagai investasi nonriil lainnya. Tanpa sadar, melalui bursa saham dan dalih investasi tersebut, para investor asing dapat menyedot dan menguasai kekayaan negeri-negeri muslim.
Melalui investasi saham, para investor asing dapat membeli sejumlah saham perusahaan-perusahaan lokal yang dikelola oleh negara atau swasta berskala kecil. Terkadang, mereka melakukan itu bukan untuk mengelola sebuah perusahaan, namun sekadar untung meraih laba (capital gain) yang besar secara cepat. Mereka dapat meraih tujuan tersebut karena adanya lonjakan harga-harga saham yang telah dibeli.
Sebenarnya, lonjakan harga saham tidak terjadi secara alami dan semua dapat direkayasa untuk meraih keuntungan. Caranya, para investor asing akan memengaruhi harga-harga saham di negara berkembang. Sangat mudah bagi mereka melakukan ini sebab level pasar modal di negara berkembang masih kecil dan orang-orang yang berdagang saham masih sedikit.
Dalam kapitalisme, saham hanya menjadi instrumen bisnis untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya tanpa memperhatikan aspek halal-haram. Oleh karena itu, tidak layak bagi negeri-negeri muslim untuk menerapkan sistem kapitalisme yang meniscayakan deislamisasi sistemis. Dalam sistem kufur ini, ajaran Islam akan dihancurkan sedemikian rupa, hingga kebanyakan kaum muslim tidak memahami konsep ekonomi Islam.
Sekali lagi, sistem ini hanya berorientasi pada untung-rugi tanpa melihat adanya unsur riba yang terkandung dalam setiap transaksinya. Padahal, melegalkan riba sangat berbahaya dan berisiko, baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia, jelas bahwa harta yang bercampur dengan riba tidak akan berkah dan di akhirat pelakunya bisa kekal di neraka. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah Al-Baqarah ayat 275, “Barang siapa mengulangi (riba), maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”.
Saham dalam Perspektif Islam
Ketahuilah bahwa segala perbuatan kaum muslim terikat oleh hukum syarak, sehingga seluruh amal perbuatannya harus sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Oleh sebab itu, setiap muslim yang balig dan berakal wajib memahami perkara-perkara yang dibutuhkan dalam hidupnya, tak terkecuali masalah muamalah.
Tidak ada perbedaan pendapat di antara ulama fikih kontemporer mengenai “keharaman” memperdagangkan saham di pasar modal dari perusahaan yang bergerak di bidang usaha yang haram. Contohnya, pabrik produksi minuman keras, bisnis berbahan dasar babi, industri hiburan seperti perjudian dan prostitusi, serta jasa keuangan konvensional seperti bank, asuransi, dan perusahaan yang berbasis riba.
Namun para ulama berbeda pendapat mengenai perdagangan saham pada pasar modal dari perusahaan yang bergerak di bidang usaha halal, seperti perusahaan tekstil, transportasi, telekomunikasi, dan sebagainya. Ulama yang membolehkan aktivitas ini karena tidak adanya dalil yang mengharamkan aktivitas pada aspek ini.
Akan tetapi, ada beberapa ulama yang tetap mengaramkan jual beli saham karena melihat mekanismenya. Salah satunya, Syekh Taqiyuddin An-Nabhani dalam buku Nidzham Al-Iqtishadi fi Al-Islam (Sistem Ekonomi Islam). Menurutnya, kaum muslim tidak boleh sekadar melihat bidang usahanya, tetapi harus juga melihat bentuk badan usahanya, apakah memenuhi syarat sebagai syirkah islamiah atau tidak. Sebab hal ini sering diabaikan oleh sebagian ulama ahli fikih dan para pakar ekonomi Islam.
Syekh Taqiyuddin An-Nabhani menegaskan bahwa jual beli saham pada PT adalah bentuk syirkah yang batil karena bertentangan dengan hukum-hukum syirkah dalam Islam. Di mana dalam jual beli saham tidak terjalin ijab kabul yang mengikat antara pihak pemodal (investor) dan pengelola. Akad atau kesepakatan yang terjalin hanya dilakukan dalam rangka menyerahkan modal untuk sekadar bergabung saja. Alhasil, tidak ada perundingan atau negosiasi apa pun, baik dari pihak investor maupun dari pihak perusahaan. Hal ini ibarat pasangan kekasih yang mencatatkan pernikahan di Kantor Catatan Sipil, tanpa melewati proses ijab dan kabul secara syar’i.
Oleh karena itu, pendapat yang rajih (kuat) mengenai hukum jual beli saham adalah haram meskipun bidang usahanya halal. Sudah sepatutnya, sebelum menghukumi halal atau haram, seorang ulama harus memahami fakta secara teliti dan jeli, lalu kehujahannya dilandaskan pada dalil-dalil yang qath’i.
Khatimah
Walaupun perusahaan telah menjalankan usaha yang halal, hukum memperjualbelikan saham dalam pasar modal tetap haram. Dalam Islam, investasi bisnis bukan sekadar untuk meraih keuntungan materi, tetapi juga mencari keberkahan dan rida Allah Swt. Oleh karena itu, dalam bermuamalah tidak sekadar memperhatikan keuntungan materi, namun wajib untuk mempertimbangkan aspek kehalalan dan keharamannya. Jika bisnis atau investasi saham yang dijalankan haram, maka berapa pun potensi keuntungan materi yang diperoleh tetap akan menimbulkan bahaya dalam bentuk nonmateri.
Sangat mudah bagi Allah Swt. untuk mencabut keberkahan dari harta haram akibat dari kemurkaan-Nya. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda kepada Ka’ab bin Ujrah, “Sesungguhnya tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari makanan haram”.
Wallahu a’lam bishawab. []
Setahu saya, saham itu termasuk aktivitas ekonomi non riil yang memang dilarang dalam Islam.
Jurus cepat jadi kaya tapi menyesatkan. Yang ada ga semakin kaya tekor iya. He he. Baarakallahu fiik mb
Sementara bahas masalah saham, ternyata banyak macamnya. Dan bikin kepala mumet Karen tidak sesuai dengan akal manusia.
Agak lumayan pening ya kalau bahas saham. Tapi di sistem sekarang justru ditumbuhsuburkan. Yang penting untung, gak peduli halal dan haram.
Iya Mba, jujur, banyak istilah-istilah ekonomi yang baru aku tahu dari memperlajari saham kemarin
Pembahasan tentang saham agak rumit ya bagi orang umum. Tapi membaca naskah Alhamdulillah tercerahkan. Suka sama naskahnya
iya bener Mba.. Jazakillah khoir sudah mampir Mbaku
Di dalam sistem kapitalisme turunan dari transaksi ribawi makin beranak pinak. Dibandrol dengan iming-iming keuntungan besar pula. Hanya, bagi umat Islam tetap saja itu haram. Walau hasilnya menjanjikan.
Barakallah Mbak. Tulisannya selalu keren!
Wafiik barakallah Mbaku.. Jazakillah khoir sudah mampir yaa...
alhamdulillah menambah informasi terkait saham. Ketika seorang membeli saham, sebetulnya uang tsb tidak sampai kepada perusahaannya, ya? Jadi muter-muter di pasar modal. Inilah yang menyebabkan perkembangan saham tidak mencerminkan perkembangan riil ekonomi. Dalam sistem kapitalis, semuanya diwakili angka-angka dengan tujuan mengelabui. Seperti bagus padahal zonk
Iya Mba, uangnya hanya diputar2 terkadang,, harganya sering direkayasa...hmm, pasar nonriil memang berisiko.
Berasa mengkaji Nidzom Iqtishodi lagi, Nduk. Benarkah suatu hal yang mengandung maksiat tak akan membawa keselamatan dan keberkahan.
Barokallahu fiik
wafiik barakallah Mbaku.. MasyaaAllah, kitabnya Mba sudah jauh yaa...
Investasi menggiurkan, tapi semenggiurkan apa pun bila Allah SWT melarang, maka harus ditaati Krn transaksinya haram.
Iya Mba, benar2 harus jeli dalam berinvestasi, takutnya kita terjerumus ke dalam kemaksiatan.