"Hal ini terjadi karena para penguasa menerapkan sistem kapitalisme, sehingga yang seharusnya Sumber Daya Alam (SDA) menjadi milik umum atau rakyat, kini malah dimiliki oleh individu atau swasta sebagai ladang bisnis."
Oleh. Anisa Khanza
(Kontributor NarasiPost.Com dan Pegiat Pena Banua)
NarasiPost.Com-Kemiskinan meningkat, kejahatan di mana-mana, rasa aman menurun, ditambah negara tidak mampu menjadi tempat bersandar rakyat, inilah gambaran kehidupan kaum muslim saat ini. Rakyat dituntut untuk mandiri dan patuh pada setiap program dan kebijakan pemerintah tanpa boleh menyampaikan suaranya. Suara rakyat hanya dibutuhkan pada saat pemilu, terlepas dari itu, suara mereka seperti debu di udara. Selain dari kebijakan naiknya harga BBM (Bahan Bakar Minyak) yang baru beberapa bulan ini kita rasakan, sekarang ada lagi rencana kenaikan tarif PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) sebesar 30%.
Rencana kenaikan tarif PDAM ini terjadi di beberapa daerah seperti Surabaya, hal ini disampaikan oleh Wali Kota Surabaya di Ruang Kerja Balai Kota Surabaya pada 24 November 2022, bahwa tarif PDAM akan segera naik dari Rp600 menjadi Rp2600 per meter kubik (suarasurabaya.net, 24/11/2022)
Tarif kenaikan ini juga terjadi di Indramayu dengan kenaikan 30%. Adanya rencana kenaikan tarif di Indramayu, menjadikan para perempuan dan berbagai kalangan di sana menolak rencana tersebut yang disampaikan langsung ke Gedung DPRD Indramayu pada Jumat, (27/1/2023). Mereka juga menyampaikan bahwa adanya kenaikan ini membuat keadaan mereka semakin tercekik, karena mereka baru bangkit dari pandemi Covid-19. (repjabar.repeblika.co.id, 28/1/2023)
Akankah kebijakan tersebut membantu rakyat, terutama masyarakat menengah ke bawah atau justru semakin membuat rakyat susah dalam memenuhi kebutuhannya? Lantas, di mana dan apa peran negara untuk rakyat?
Melihat kondisi yang terjadi di masyarakat saat ini, menunjukkan bahwa mereka belum mampu dan siap atas rencana kenaikan tarif PDAM ini. Air merupakan kebutuhan dasar setiap orang. Maka jika tarifnya naik, beban hidup pun makin bertambah. Apalagi mereka juga sedang berjuang bangkit setelah pandemi, pun bahan pangan yang kian hari makin meningkat harganya memperparah beban hidup masyarakat. Ditambah banyaknya PHK di mana-mana, perekonomian saat ini mengalami resesi sehingga membuat rakyat harus berjuang lebih keras untuk dapat bertahan hidup dalam kondisi yang semakin sulit ini.
Perlu kita ketahui dan pahami, hal ini terjadi karena para penguasa menerapkan sistem kapitalisme, sehingga yang seharusnya Sumber Daya Alam (SDA) menjadi milik umum atau rakyat, kini malah dimiliki oleh individu atau swasta sebagai ladang bisnis. Jadi yang seharusnya air bisa dinikmati secara gratis, walhasil baru bisa dinikmati setelah mengeluarkan uang.
Padahal jelas dalam Islam bahwa kekayaan alam merupakan harta kepemilikan umum, seperti dalam sebuah hadis,
“Tiga hal yang tak boleh dimonopoli: air, rumput, dan api” (HR. Ibnu Majah)
Dalam Islam, tidak boleh memonopoli atau memprivatisasi kekayaan milik umum. Dalam kitab Nidhzam Iqthishadiyah karangan Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, dan kitab Al Amwal fi Daulah karangan Syekh Abdul Qadim Zallum, menjelaskan bagaimana cara pemanfaatan kekayaan alam. Kekayaan alam terbagi menjadi 2 kelompok.
Pertama, kekayaan alam yang bisa langsung dinikmati oleh rakyat seperti: sungai, laut, padang rumput, sumber air, dan sejenisnya. Dalam kelompok pertama ini negara hanya berperan sebagai pengatur dan pengawas pemanfaatannya agar bisa dinikmati seluruh rakyat tanpa terkecuali dan tidak menimbulkan bahaya bagi rakyat.
Kedua, kekayaan alam yang tidak bisa dimanfaatkan secara langsung oleh rakyat. Seperti: tambang emas, perak, batu bara, minyak bumi, dan sejenisnya. Di mana dalam kelompok kedua ini agar hasilnya bisa dinikmati oleh rakyat, maka diperlukan proses eksplorasi, eksploitasi, tenaga ahli, dan alat-alat yang canggih. Maka pengelolaan jenis kedua ini harus dibebankan atau dikelola oleh negara, dan hasilnya diberikan kepada rakyat baik secara langsung dalam bentuk subsidi atau tidak langsung dalam bentuk memberikan jaminan kebutuhan publik seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan secara gratis untuk rakyat. Maka dari kesimpulan ini, menunjukkan bahwa kenaikan tarif BBM merupakan masalah sistematis yang juga harus ditangani dengan solusi yang sistematis pula. Yaitu, mengganti sistem kapitalis dengan sistem yang berasal dari Islam.
Wallahu a'lam bishshawab.[]