Sniffing, Ironi Mahalnya Keamanan Data Pribadi

“Kepentingan para pemodal inilah yang sebenarnya sedang dilindungi oleh pemerintah. Sedangkan rakyat akan selalu menjadi objek penderita. Koar-koar tentang perlindungan data pribadi warga hanyalah pepesan kosong. Negara tidak akan pernah bersungguh-sungguh mewujudkannya.”

Oleh. Haifa Eimaan
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Beberapa hari belakangan, marak diperbincangkan kejahatan siber menggunakan modus undangan pernikahan. Karena pernikahan merupakan momen personal, korban sama sekali tidak menaruh curiga. Ia pun sukarela mengunduh berkas yang ditengarainya berisi undangan utuh berikut denah resepsi.

Apa lacur. Bukan undangan yang didapatnya, tetapi berkas ekstensi yang berisi software malware ( file APK). Ketika berkas itu diinstal dan disetujui seluruh hak aksesnya ke beberapa aplikasi di ponsel, maka saat itu peretas bisa memantau arus lalu lintas jaringan. Dampaknya adalah seluruh data pribadi korban diketahui pelaku, baik berupa kredensial log in, kode OTP, maupun seluruh pesan yang tidak dienkripsi. Kasus semacam ini yang dialami salah seorang nasabah BRI. Saldo tabungannya terkuras habis setelah dirinya mengeklik lampiran berkas undangan pernikahan dari seseorang di WhatsApp-nya. (Kompas.com, 29-01-2023)

Modus kejahatan baru ini bernama sniffing. Serangan sniffing bisa terjadi saat file APK yang dilampirkan pelaku menginfeksi ponsel korban. Oleh karena itu, pelaku memberi nama file APK dengan undangan pernikahan, resi paket, bukti pembayaran, undangan rapat, proposal kerja sama, dan lain-lain yang sifatnya personal untuk memengaruhi sisi emosional korban.

Penyebab Terjadinya Sniffing dan Kejahatan Siber

Sniffing melengkapi kejahatan siber yang lebih dulu muncul, yaitu phising dan jual beli data pribadi oleh peretas. Phising dilakukan dengan memancing korban untuk mengeklik tautan palsu dan mengarahkannya agar mengisi data pribadi secara sukarela. Kejahatan siber jenis ini angkanya cukup fantastis. Dikutip dari detik.com (27-01-2023), dalam lima tahun terakhir telah terjadi sebanyak 34.622 kali serangan phising.

Terjadinya tindak kejahatan baik di dunia maya maupun nyata paling tidak ada tiga unsur yang terlibat, yakni pelaku, korban, dan adanya kesempatan. Pertama, dari sisi pelaku kejahatan siber. Penyebab utamanya adalah motif ekonomi. Sistem ekonomi kapitalis menjamin terciptanya kebebasan kepemilikan. Harta dapat dimiliki dengan cara apa pun termasuk bila harus menipu atau mencuri. Sisi gelap kapitalisme lainnya, meskipun suatu produk atau jasa itu ilegal, tetapi kalau ada yang membutuhkan, maka akan selalu ada pihak-pihak yang menyediakan. Demikian yang terjadi di pasar jual beli data pribadi warga.

Motif ekonomi pula yang mendorong para peretas untuk terus meningkatkan keahliannya agar selalu selangkah lebih maju dari pemerintah. Mereka gunakan keahliannya demi keuntungan pribadi sebesar-besarnya. Para pelaku memanfaatkan kelemahan sistem pengamanan dan pengelolaan data Indonesia, juga lemahnya regulasi dan pelaksanaannya. Apalah arti pengesahan Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 tentang Pengamanan Data Pribadi, bila pada praktiknya jauh panggang dari api.

Hingga saat ini, kebocoran data pribadi warga terjadi melalui sektor pemerintahan. Akumulasi data inilah yang digunakan untuk melakukan aksi kejahatan di sektor perbankan. Jadi, sebagus apa pun pengelolaan sistem keamanan perbankan bila tidak didukung dengan pola pengamanan dan pengelolaan yang setara atau bahkan lebih baik dari pemerintah, hasilnya akan sia-sia. Kejahatan siber akan terus terjadi. Korban akan terus berjatuhan.

Kedua, dari sisi korban. Dikutip dari harian Media Indonesia (30-01-2023), hasil riset Hootsuit dan We Are Social tahun 2021 menyebutkan bahwa pengguna internet Indonesia sebanyak 202,6 juta orang. Pengguna yang aktif di media sosial sekitar 170 juta orang. Sedangkan yang betul-betul melek literasi digital tidak lebih dari 25% atau setara 42,5 juta orang. Artinya, ada 75% atau 127,5 juta orang lainnya berpeluang menjadi korban kejahatan digital. Sayangnya, jumlah yang sangat besar ini tidak menjadi fokus pemerintah untuk mengedukasi agar cerdas dalam literasi digital dan perbankan. Sebaliknya, yang dilakukan hanya mengimbau saja tanpa memastikan angka rabun literasi digital berkurang.

Ketiga, adanya kesempatan. Dalam tatanan masyarakat kapitalis yang serba permisif, kesempatan melakukan berbagai aksi kejahatan terbuka luas. Kebebasan berperilaku dijamin sepenuhnya. Negaralah yang berperan sebagai pihak penjamin kebebasan. Berbagai aturan perundangan sejatinya alat untuk memastikan kebebasan itu bisa berjalan dengan baik. Oleh karena itu, wajar bila tidak ada kasus kejahatan yang tuntas diselesaikan termasuk pencurian data pribadi warga yang terjadi ribuan kali.

Aturan tidak jelas, pemberian sanksi yang tidak tegas, tidak memberikan efek jera, hukum yang bisa dibeli merupakan ciri hukum positif. Sebenarnya hal ini pun sangat mudah dipahami. Manusia yang serba terbatas, hakikatnya tidak akan pernah bisa menyelesaikan persoalannya sendiri. Ia butuh solusi dari Zat yang menciptakannya. Aturan yang datang dari Sang Pencipta pasti tuntas menyelesaikan.

Selain itu, dalam sistem kapitalisme, peran negara sebatas regulator. Di belakang kekuasaannya ada para pemilik modal. Kepentingan para pemodal inilah yang sebenarnya sedang dilindungi oleh pemerintah. Sedangkan rakyat akan selalu menjadi objek penderita. Koar-koar tentang perlindungan data pribadi warga hanyalah pepesan kosong. Negara tidak akan pernah bersungguh-sungguh mewujudkannya.

Apabila negara serius melindungi data pribadi warganya, perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang jasa perlindungan data serta perusahaan yang memproduksi peranti lunak keamanan dan pemantauan jaringan akan kehilangan pangsa pasar. Lebih parahnya lagi, penguasa bisa-bisa kehilangan sokongan pemodal. Hal ini tidak boleh terjadi. Negara sebagai regulator akan memastikan pihak swasta tidak merugi dan dukungan terus mengalir padanya.

Jika rakyat ingin data pribadinya aman dan terhindar dari kejahatan siber, mereka bisa memakai jasa lembaga-lembaga ini. Jika tidak, rakyat bisa membeli peranti lunak buatan mereka. Tentu saja harga yang ditawarkan tidak murah. Masihkah terus berharap pada kapitalisme?

Butuh Solusi Islam

Demikianlah ironi mahalnya keamanan data pribadi di negeri ini. Oleh sebab itu, dibutuhkan solusi paripurna yang bersumber dari Allah Yang Maha Menciptakan dan Maha Mengatur. Sebuah solusi yang hanya bisa diterapkan oleh Khilafah. Sebuah sistem pemerintahan yang menjalankan syariat Islam di seluruh sendi kehidupannya.

Kesempurnaan syariat Islam tidak akan berarti apa-apa bagi manusia, jika tidak mau terikat dengannya. Di dalam Al-Qur’an surah An-Nahl ayat ke-89 Allah berfirman,

وَيَوْمَ نَبْعَثُ فِيْ كُلِّ اُمَّةٍ شَهِيْدًا عَلَيْهِمْ مِّنْ اَنْفُسِهِمْ وَجِئْنَا بِكَ شَهِيْدًا عَلٰى هٰٓؤُلَاۤءِۗ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتٰبَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ وَّهُدًى وَّرَحْمَةً وَّبُشْرٰى لِلْمُسْلِمِيْنَ

Artinya: “Dan (ingatlah) pada hari saat Kami bangkitkan pada setiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami datangkan engkau (Muhammad) menjadi saksi atas mereka. Dan Kami turunkan Al-Qur’an kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan kabar gembira bagi orang yang berserah diri.”

Akan tetapi jika ada pelanggaran syariat, sistem peradilan Islam satu-satunya sistem peradilan yang bersifat adil. Sebagaimana pada pelaku pencurian data (sniffing). Pelaku ini tidak memenuhi unsur-unsur pencurian seperti yang dimaksud syariat. Padanya tidak bisa dikenakan sanksi seperti seorang pencuri. Untuk kasus-kasus semacam ini, khalifah akan memberikan takzir. Takzir adalah sanksi yang bentuknya tidak ditetapkan secara spesifik oleh Allah Swt.. Pidananya boleh sama dengan sanksi dalam hudud dan jinayah. Boleh juga sanksinya lebih rendah, asalkan tidak lebih tinggi dari hudud dan jinayah. Pemberlakuan pidana Islam akan memberikan efek jera kepada pelakunya. Sehingga ia tidak akan berani untuk melakukannya lagi.

Khilafah juga akan mengedukasi seluruh rakyat agar cerdas dalam literasi digital. Khalifah melalui Departemen Penerangan akan memastikan seluruh rakyat tidak ada yang luput dari program edukasi ini. Jangan bayangkan program ini seperti proyek-proyek di era sekarang yang asal jalan sehingga hasilnya tidak optimal. Seluruh program yang diselenggarakan oleh kekhilafahan benar-benar direncanakan dan diselenggarakan dengan baik.

Terakhir, Khilafah akan menciptakan sistem perlindungan data pribadi warga yang mumpuni sehingga tidak ada sedikit pun celah bagi peretas untuk melakukan serangan siber. Tidak ada juga celah bagi pelaku kejahatan lainnya karena motif ekonomi. Sebab sebagai pemimpin negara, khalifah akan menjamin negara aman, sentosa dan sejahtera.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Penulis Inti NarasiPost.Com
Haifa Eimaan Salah satu Tim Penulis Inti NarasiPost.Com. pernah memenangkan Challenge bergengsi NarasiPost.Com dalam rubrik cerpen. beliau mahir dalam menulis Opini, medical,Food dan sastra
Previous
Arab Saudi Bikin Kasino dan Sambut Yahudi, Wujud Liberalisasi?
Next
Pesan Kematian dari Afganistan
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram