"Kejahatan seksual pada anak marak terjadi akibat penerapan sistem kapitalisme, liberalisme, dan sekularisme di negeri ini. Kapitalisme yang memandang kesuksesan materi sebagai tujuan hidup, telah membuat manusia berlomba mengumpulkan materi sebanyak-banyaknya. Sehingga, tak punya waktu untuk mendidik anak.”
Oleh. Neni Nurlaelasari
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Masa kanak-kanak adalah masa indah dalam kehidupan, di mana hari-harinya diisi dengan belajar di sekolah dan bermain bersama teman-teman. Namun, sungguh miris kondisi anak-anak saat ini, di mana anak-anak telah menjadi pelaku kejahatan seksual pada anak lainnya.
Seorang siswi TK di Kecamatan Dlanggu, Kabupaten Mojokerto, diduga diperkosa tiga bocah laki-laki SD yang baru berusia tujuh tahun. Siswi TK yang berusia enam tahun itu mengalami trauma, karena sudah beberapa kali mengalami kejadian serupa (Detikjatim.com, 21/01/2023). Menanggapi kejadian tersebut, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) akan mengawal dan memperhatikan pemenuhan hak korban (KemenPPPA.go.id, 20/01/2023).
Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan sebanyak 4.683 aduan masuk sepanjang 2022. Pengaduan paling tinggi adalah klaster Perlindungan Khusus Anak (PKA) sebanyak 2.133 kasus. Dan jenis kasus anak menjadi korban kejahatan seksual sebanyak 834 kasus yang merupakan kasus tertinggi (Republika.co.id, 22/01/2023). Sungguh miris kondisi yang terjadi saat ini. Lalu, apa faktor penyebab terjadinya hal ini? Sudah benarkah langkah yang diambil guna menangani kejadian tersebut?
Sistem Rusak Abaikan Pengasuhan Anak
Kejahatan seksual pada anak yang pelakunya pun masih anak-anak, dilatarbelakangi beberapa faktor. Pertama, minimnya pendidikan agama di rumah maupun di sekolah. Hal ini berpengaruh pada keimanan dan kepribadian seorang anak. Ketika pendidikan agama lemah, maka pengaruh negatif akan mudah diserap anak. Kedua, lemahnya pengasuhan pada anak. Hal ini terjadi karena para orang tua abai dan terlalu sibuk mencari pundi-pundi rupiah. Sehingga, waktu untuk mendidik anak berkurang.
Ketiga, pengaruh negatif teknologi. Saat ini gadget dengan mudahnya disentuh anak-anak. Sementara konten pornografi dan pornoaksi berseliweran di media sosial. Sehingga, memengaruhi pikiran anak dan mendorongnya untuk meniru apa yang dilihatnya. Keempat, tingginya angka kemiskinan. Hal ini mendorong para ibu untuk ikut mencari tambahan penghasilan demi kebutuhan keluarga. Sehingga fungsi ibu sebagai madrasah pertama bagi anak makin terkikis. Kelima, acuhnya lingkungan sosial. Gaya hidup individualis memicu sikap acuh tak acuh terhadap lingkungan sekitar. Sehingga, memengaruhi terjadinya tindak kejahatan seksual pada anak. Karena, kurangnya kontrol masyarakat terhadap perilaku anak-anak yang ada di lingkungan tersebut.https://narasipost.com/2021/04/25/strategi-mendidik-anak-zaman-now/books/
Kejahatan seksual pada anak marak terjadi akibat penerapan sistem kapitalisme, liberalisme, dan sekularisme di negeri ini. Kapitalisme yang memandang kesuksesan materi sebagai tujuan hidup, telah membuat manusia berlomba mengumpulkan materi sebanyak-banyaknya. Sehingga, tak punya waktu untuk mendidik anak.
Selain itu, penerapan ekonomi kapitalisme mengakibatkan ketimpangan sosial. Karena sumber daya alam dikuasai swasta maupun asing. Sementara biaya hidup makin mahal dan angka pengangguran makin meningkat. Sehingga, memicu tingginya angka kemiskinan. Selain itu, liberalisme yang memuja kebebasan tanpa batas, mendorong manusia melakukan apa pun semaunya tanpa peduli aturan agama. Maka tak aneh, jika konten pornografi dan pornoaksi bebas berseliweran, baik di dunia nyata maupun di media sosial.
Sekularisme sebagai paham yang memisahkan agama dari kehidupan, menjadi penyebab kerusakan yang terjadi saat ini. Di mana anak-anak sangat minim dalam mendapatkan pendidikan agama. Keringnya ruh agama menjadikan anak usia tamyiz (antara umur 7 tahun hingga menjelang balig) tidak bisa memahami perbuatan mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
Selain itu, penanganan terhadap tindak kejahatan seksual yang dilakukan selama ini terasa kurang efektif. Karena hanya terpaku ketika tindak kejahatan tersebut terjadi. Seperti dikutip dari KemenPPPA.go.id, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar mengajak masyarakat yang mengalami, mendengar, melihat, atau mengetahui kasus kekerasan untuk berani melapor ke lembaga-lembaga yang diberikan mandat oleh UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Seperti UPTD PPA, penyedia layanan berbasis masyarakat, dan kepolisian (KemenPPPA.go.id, 20/01/2023).
Islam Mengurus Generasi Penerus
Dalam sistem Islam, generasi penerus sangat diperhatikan. Islam memberikan tuntunan bagaimana para orang tua, lingkungan, bahkan negara pun ikut berperan dalam mendidik anak. Keutamaan mendidik anak-anak pun terdapat dalam sebuah hadis :
"Pengajaran seseorang pada anaknya lebih baik dari (ibadah/pahala) sedekah satu sha." (HR. At-Tirmidzi)
Islam pun memberikan tuntunan bagi orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Usia anak 0-6 tahun, Islam mengajarkan agar orang tua memberikan kasih sayang dan memanjakan anak-anak. Sementara, untuk usia 7-14 tahun adalah masa penguatan akidah pada anak. Pada usia ini pula diajarkan kedisiplinan dan tanggung jawab. Seperti dalam hadis Rasulullah riwayat Abu Dawud,
"Perintahkanlah anak-anak kamu untuk mendirikan salat ketika berumur 7 tahun dan pukullah mereka karena meninggalkan salat ketika berumur 10 tahun, dan pisahkanlah tempat tidur di antara mereka (lelaki dan perempuan).”
Penguatan akidah dan keimanan pada anak akan mendorong anak-anak memiliki akhlak yang baik. Sehingga, anak memiliki rasa takut jika melakukan perbuatan yang melanggar aturan agama. Selain itu, Islam mendorong peran ibu sebagai madrasah pertama bagi anaknya. Dan ayah sebagai penanggung jawab atas pendidikan dalam keluarga. Lingkungan masyarakat pun didorong agar tetap melaksanakan fungsinya, yaitu amar makruf nahi mungkar. Sehingga, meminimalisasi terjadinya tindak kejahatan seksual pada anak.https://narasipost.com/2022/06/27/menjamurnya-pergaulan-bebas-syariat-islam-perlu-diterapkan/opini/
Negara berperan tak hanya melindungi anak-anak, namun juga menciptakan kondisi agar fungsi orang tua sebagai pendidik generasi bisa terwujud. Salah satunya, menerapkan sistem ekonomi Islam dengan cara mengelola sumber daya alam yang hasilnya dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat. Media sosial diatur oleh negara dengan memblokir situs pornografi dan pornoaksi. Selain itu, negara memberikan pendidikan agama secara menyeluruh di setiap tingkat pendidikan sekolah. Dengan pengajaran yang menitikberatkan pada aspek agama, diharapkan para pelajar mempunyai akidah dan akhlak yang baik.
Sempurnanya sistem Islam tidak bisa terwujud jika kita masih bertumpu pada sistem kapitalisme sekularisme yang ada. Maka, sudah selayaknya kita menerapkan Islam secara menyeluruh (kaffah). Agar anak-anak terhindar dari kejahatan seksual serta tidak menjadi pelaku kejahatan.
Wallahu a’lam bish-shawab[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]