“Padahal sebaliknya, penistaan demi penistaan dan kekerasan yang mereka lakukan, justru memperlihatkan wajah asli ideologi yang mereka anut. Tidak lain dan tidak bukan adalah ideologi kapitalisme yang mengusung paham liberalisme.”
Oleh. Diyani Aqorib
(Kontributor NarasiPost.Com dan Aktivis Muslimah Bekasi)
NarasiPost.Com-Lagi dan lagi, penistaan terhadap Al-Qur'an terjadi. Seakan tiada henti. Kali ini dilakukan oleh politikus sayap kanan Starm Kurs, Rasmus Paludan, yang memiliki kewarganegaraan Swedia-Denmark. Ia membakar Al-Qur'an di depan umum saat memimpin demo di depan Kedutaan Besar Turki di Ibu Kota Swedia, Stockholm pada Sabtu (21/1). (jpnn.com, 22/1/2023)
Aksi penistaan ini bukan yang pertama kali ia lakukan. Tahun lalu politikus Swedia-Denmark itu juga melakukan aksi yang sama di Kota Linkoping dan Norrkoping, Swedia. Pembakaran kitab suci Al-Qur'an ia lakukan pada Jumat (15/4/2022). Aksi penistaan tersebut memicu kericuhan di Kota Linkoping pantai timur Swedia. Akibatnya sejumlah korban berjatuhan, baik dari pihak kepolisian maupun pihak yang menentang aksi tersebut. (cnnindonesia.com, 16/4/2022)
Tidak hanya di Swedia, penistaan Al-Qur'an juga terjadi di Belanda. Tepatnya, di Kota Den Haag sehari setelah penistaan yang dilakukan Rasmus Paludan di Swedia. Adalah Edwin Wagensvald, seorang politikus sayap kanan Belanda dan pemimpin kelompok Pegida yang dinilai anti-Islam, telah menyobek salinan kitab suci Al-Qur'an dan membakarnya dalam sebuah panci. Aksi tersebut dilakukan pada hari Minggu, 22 Januari 2023. (tempo.co, 26/1/2023)
Dua kejadian di atas menunjukkan betapa islamofobia di Eropa makin akut. Istilah islamofobia sendiri pertama kali muncul sebagai suatu konsep dalam sebuah laporan "Runnymade Trust Report" tahun 1991. Dalam laporan tersebut islamofobia didefinisikan sebagai permusuhan tidak berdasar terhadap Islam. Dengan kata lain, islamofobia dipahami sebagai ketakutan atau kebencian terhadap semua atau sebagian besar umat Islam. Lantas, mengapa islamofobia bisa begitu luas terjadi di Eropa? Mengapa pula para pemimpin negeri-negeri muslim hanya bisa mengecam tanpa melakukan aksi yang berarti?
Kebebasan Berekspresi?
Alasan yang diutarakan para penista tersebut selalu kebebasan berekspresi. Mereka meyakini bahwa kebebasan berekspresi sangat dijamin dalam sistem demokrasi. Termasuk, kebebasan untuk menista Al-Qur'an, Islam, dan kaum muslim. Pada kenyataannya, kebebasan tersebut hanya berlaku untuk menista segala hal yang berkaitan dengan Islam dan kaum muslim. Namun, tidak berlaku untuk agama dan umat lain. Inilah kebusukan demokrasi dengan salah satu jargonnya "kebebasan berekspresi".
Kebebasan inilah yang selalu diagung-agungkan oleh penyembah demokrasi. Kebebasan semu yang digunakan untuk menutupi islamofobia akut yang menjangkiti pemikiran mereka. Dalam salah satu karya Karen Armstrong, islamofobia merupakan bentuk prasangka yang direkayasa maupun ketakutan yang di antaranya dipicu oleh struktur kekuasaan global. Ketakutan dan prasangka itu diarahkan pada isu ancaman orang-orang Islam yang akan menguasai dunia. Akhirnya, mereka menganggap perlu menggunakan aksi kekerasan sebagai cara meredam kebangkitan Islam.
Aksi-aksi kekerasan seperti membakar Al-Qur'an dan melecehkan kaum muslim, sengaja mereka lakukan untuk memicu kemarahan kaum muslim dunia. Bagi mereka, hal tersebut sebagai sesuatu yang wajar. Karena, para penista yang berlindung di balik kebebasan berekspresi itu berpikir, Islam adalah agama yang inferior, biadab, mendukung terorisme, dan memiliki ideologi politik yang buas. Padahal sebaliknya, penistaan demi penistaan dan kekerasan yang mereka lakukan, justru memperlihatkan wajah asli ideologi yang mereka anut. Tidak lain dan tidak bukan adalah ideologi kapitalisme yang mengusung paham liberalisme. Sebuah paham kebebasan, di mana salah satunya adalah kebebasan berekspresi.
Di sisi lain, diamnya para pemimpin negeri-negeri muslim yang hanya bisa mengecam tanpa mengerahkan pasukan, merupakan bentuk pengkhianatan yang nyata terhadap Allah dan Rasul-Nya. Sehingga, kaum muslim tidak berdaya untuk bisa membela kemuliaan Al-Qur'an. Untuk itu, harus ada institusi pemerintahan yang dapat membela kemuliaan Islam dan melindungi kaum muslim, yaitu Khilafah Rasyidah!
Khilafah adalah Junnah
Khilafah 'ala minhaj an-nubuwwah merupakan ajaran Islam yang dicontohkan Rasulullah saw. sebagai junnah atau perisai yang akan melindungi umat dan agama Islam. Khalifah sebagai kepala negara akan mengurusi umat dengan sebaik-baiknya. Melindungi akidah dan kehormatan kaum muslim di mana pun berada. Membela kemuliaan Al-Qur'an serta tidak segan-segan mengerahkan pasukan, apabila ada yang berani menista dan melecehkan Islam dan kaum muslim.
Seperti yang terdapat dalam hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim dari jalur Abu Hurairah r.a., bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda:
"Sesungguhnya seorang imam itu (laksana) perisai. Dia akan dijadikan perisai di mana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah 'Azza wa Jalla dan adil, maka dengannya dia akan dapat pahala. Tetapi jika dia memerintahkan yang lain, maka dia akan mendapat dosa/azab karenanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Menjadi junnah (perisai) bagi umat Islam, artinya seorang khalifah atau imam haruslah kuat, berani, dan terdepan. Bukan orang yang pengecut dan lemah. Karena kekuatan ini bukan hanya dibangun pada pribadinya, tetapi juga pada institusi negara. Kekuatan yang dibangun di atas fondasi yang kuat, yaitu akidah Islam.
Dengan begitu tidak ada lagi yang berani untuk menistakan Al-Qur'an, melecehkan kaum muslim, serta menghina kemuliaan Allah Swt. dan Rasulullah saw.. Karena, Khilafah yang akan menjaga semuanya. Ada khalifah beserta tentaranya yang siap untuk memerangi siapa saja yang berani melakukan penistaan tersebut. Sehingga, menegakkan Khilafah Rasyidah adalah suatu kewajiban yang urgen untuk dilaksanakan.[]