“Sengkarut seputar minyak goreng yang berlarut-larut ini, menunjukkan pada kita kegagalan rezim dan sistem yang ada hari ini dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat. Padahal, Indonesia adalah negara produsen sawit terbesar di dunia. Namun, mirisnya, minyak goreng langka dan mahal.”
Oleh. Ragil Rahayu, S.E.
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Baru saja muncul, kini sudah langka, itulah MinyaKita. Di beberapa wilayah, stok MinyaKita kosong sejak beberapa pekan yang lalu. Kalaupun barangnya ada, harganya sudah melesat jauh di atas harga eceran tertinggi (HET) yang tertera di kemasannya, yaitu sebesar Rp14.000. Di beberapa wilayah, MinyaKita dijual hingga Rp20.000 per liter. Padahal tujuan Kementerian Perdagangan ketika meluncurkan MinyaKita adalah untuk menurunkan harga minyak goreng yang saat itu mencapai Rp25.000 per liter. Lantas, mengapa MinyaKita bisa langka?
Ketika melakukan sidak pada 7 Februari lalu ke gudang penyimpanan MinyaKita di Cilincing, Jakarta Utara, Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan (Zulhas) menemukan 555 ton MinyaKita menumpuk di gudang (CNN Indonesia, 2-2023). Saat itu Zulhas menyebut terjadi penimbunan. Namun, belakangan, satgas pangan menyatakan bahwa tidak ada penimbunan, hanya belum didistribusikan (detik, 8-2-2023).
Menurut Menteri Perdagangan, ada empat hal yang diduga menjadi penyebab kelangkaan MinyaKita, yaitu:
- Masyarakat beralih dari minyak goreng premium ke MinyaKita sehingga stok tidak mencukupi. Namun, hal ini dibantah oleh Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo). Berdasarkan data Aprindo, 85 persen konsumen ritel masih menggunakan minyak goreng premium.
- Pelaksanaan program B35 yang banyak menggunakan CPO. Namun, hal ini dibantah oleh Menko Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. Menurutnya, program B35 justru meningkatkan pasokan minyak.
- Adanya penimbunan sebagaimana temuan hasil sidak Menteri Perdagangan. Namun, hal ini dibantah oleh Satgas Pangan.
- MinyaKita dijual di ritel modern, padahal seharusnya di pasar tradisional. Namun, hal ini dibantah oleh Aprindo karena MinyaKita yang diserap ritel hanya 5 persen dari stok yang ada. Menurut Aprindo, kelangkaan MinyaKita karena produksi yang kurang. Jika produksi ditingkatkan, menurutnya, kelangkaan akan terselesaikan.
Minim Ri’ayah
Sengkarut pernyataan antarpejabat ini menunjukkan betapa buruknya ri’ayah (pengurusan) pemerintah terhadap kebutuhan pokok rakyat. Masing-masing pihak punya pendapat sendiri-sendiri dan saling lempar tanggung jawab. Padahal, bukan hal yang sulit untuk duduk bersama satu meja dan memikirkan solusi yang efektif, lantas bekerja sama untuk merealisasikan solusi tersebut. Namun, yang ada justru para pejabat riuh di media. Meski sudah demikian riuh, tetap saja masalahnya tidak selesai. Bahkan muncul wacana solusi yang jauh dari solutif.
Seperti pernyataan Menteri Perdagangan yang mewacanakan agar pembelian MinyaKita harus menunjukkan KTP. Selain itu, jumlah pembelian dibatasi 5 kg per orang (detik.com, 9-2-2023). Sontak, wacana ini ditolak mentah-mentah oleh warga karena dianggap menyusahkan.
Sejauh ini, belum ada pernyataan Jokowi terkait hal ini. Namun, yang bertindak adalah Menko Marves yaitu Luhut Binsar Pandjaitan. Luhut menilai penyebab kelangkaan MinyaKita adalah berkurangnya pasokan dari domestic market obligation (DMO). Dengan demikian, Luhut meminta Menteri Perdagangan untuk memastikan peningkatan DMO sebesar 50 persen sampai lebaran (kompas.com, 7-2-2023).
Masalah MinyaKita ini sebenarnya merupakan buntut dari persoalan minyak goreng yang terjadi pada 2021 lalu. Pada saat itu minyak goreng langka. Setelahnya, minyak goreng tersedia, tetapi harganya mahal. Untuk mengatasi kelangkaan dan mahalnya harga minyak, pemerintah meluncurkan MinyaKita, tetapi bukannya berhasil menurunkan harga minyak goreng, justru MinyaKita ikut langka dan mahal.
Gemas dengan realitas ini, beberapa pihak membuat pertanyaan retorik, apakah MinyaKita masih minyak kita (rakyat)? Atau jangan-jangan MinyaKita sudah dikuasai oleh mereka, para mafia. Namun, mafianya siapa? Kok, dia bisa begitu "sakti" menguasai minyak goreng "milik" pemerintah? Entahlah.
Solusi Islam
Sengkarut seputar minyak goreng yang berlarut-larut ini, menunjukkan pada kita kegagalan rezim dan sistem yang ada hari ini dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat. Padahal, Indonesia adalah negara produsen sawit terbesar di dunia. Namun, mirisnya, minyak goreng langka dan mahal.
Hal ini disebabkan tidak adanya visi raa'in (pengurus dan penanggung jawab) pada penguasa. Negara tidak serius mengurusi kebutuhan rakyatnya, sehingga rakyat terzalimi. Padahal, minyak goreng merupakan kebutuhan pokok rakyat.
Dalam sebuah hadis hasan yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Rasulullah saw. bersabda,
مَنْ أصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا في سربِهِ، مُعَافَىً في جَسَدِهِ، عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ، فَكَأنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا بِحَذَافِيرِهَا
"Barang siapa di antara kalian yang berada pada waktu pagi dalam keadaan aman di tempat tinggalnya, sehat jasmaninya, dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan-akan seluruh dunia ini telah diberikan kepadanya."
Berdasarkan hadis ini, makanan merupakan kebutuhan pokok masyarakat yang harus terpenuhi. Jika tidak terpenuhi, akan terjadi mudarat. Oleh karenanya, sistem pemerintahan Islam (Khilafah) memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok berupa makanan. Khalifah memastikan suplai bahan pangan mencukupi, berarti produksinya juga harus cukup. Khalifah juga menyiapkan gudang-gudang berisi bahan pangan sebagai cadangan jika terjadi gangguan rantai pasokan, misalnya karena gagal panen, bencana alam, dan sebagainya.
Khalifah juga akan melakukan pengawasan terhadap pasar dan gudang penyimpanan para pedagang, untuk memastikan tidak ada penimbunan yang bisa menyebabkan kelangkaan. Penimbunan merupakan perkara yang haram. Rasulullah bersabda,
لاَ يَحْتَكِرُ إِلاَّ خَاطِئٌ
"Tidaklah seseorang melakukan penimbunan melainkan dia adalah pendosa." (HR. Muslim)
نهى رسول الله صلى الله عليه و سلم أن يحتكر الطعام
“Rasulullah melarang penimbunan bahan makanan.” (HR. Hakim)
Khalifah akan memimpin seluruh bawahannya untuk segera menyelesaikan masalah kelangkaan bahan pangan secara tuntas, sehingga tidak berlarut-larut. Jika terbukti ada pejabat maupun pedagang yang berlaku curang sehingga menyebabkan kelangkaan bahan pangan, misalnya dengan bekerja sama menimbun bahan pangan, khalifah akan memberikan sanksi tegas berupa takzir. Inilah solusi yang solutif untuk menyelesaikan masalah kelangkaan bahan pangan. Wallahualam.[]