"Karena makanan merupakan urusan publik yang vital, maka dari itu negara harus mengambil peran sentral dalam pengawasan mutu dan keamanan pangan."
Oleh. Suryani
(Kontributor NarasiPost.Com dan Pegiat Literasi)
NarasiPost.Com-Akhir-akhir ini publik dikejutkan dengan penemuan kasus anak yang terindikasi keracunan chiki ngebul (Cikbul). Jajanan ini banyak digemari anak-anak, karena bisa mengeluarkan asap dari hidungnya. Nitrogen cair yang berada pada suhu rendah hingga titik didih -195,79 C atau -320 F, jika digunakan pada makanan akan mengeluarkan asap, jadi terlihat unik dan menarik. Nitrogen cair merupakan zat kimia yang tidak beracun, namun tanpa disadari asap yang keluar dari makanan yang bercampur zat tersebut sangat berbahaya bila masuk ke dalam saluran pernapasan atau organ dalam tubuh.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bandung, Wiwiet Widiastuti mengungkapkan, meski belum ada laporan terkait adanya kasus keracunan cikbul di wilayahnya, beliau akan tetap melaksanakan instruksi Kemenkes RI yang tertera dalam surat edaran yang telah diterimanya, yaitu melakukan pengawasan terhadap nitrogen cair pada produk siap saji sekaligus memberikan edukasi pada masyarakat tentang jajan sehat. (Kompas.com, 10/1/2023)
Sebenarnya kasus cikbul ini bukanlah yang pertama kali terjadi, karena sering kali kita dengar kasus kecurangan-kecurangan lain yang dilakukan oknum pedagang makanan. Hal tersebut bisa disebabkan karena kurangnya pengetahuan tentang bahan pangan yang berbahaya atau boleh jadi karena modal terbatas tetapi menginginkan keuntungan yang besar.
Di samping itu, kurangnya kesadaran pedagang untuk menjual produk yang aman menjadi faktor seseorang melakukan kecurangan serta sulitnya mendapatkan bahan-bahan yang berkualitas. Abainya negara dalam menjamin ketersediaan bahan baku halal, murah, dan berkualitas menyebabkan tidak meratanya distribusi bahan pangan terutama pada masyarakat kalangan menengah ke bawah menjadi indikasi kuat terjadinya penyimpangan hak konsumen.
Apabila faktor di atas mampu diatasi oleh negara, maka masyarakat akan lebih mudah mendapatkan bahan baku halal dengan harga yang terjangkau juga kualitas yang baik, baik produsen atau konsumen. Dengannya, celah untuk melakukan kecurangan akan dapat diminimalisasi. Bukan seperti saat ini komoditas bahan pangan yang baik lebih banyak didistribusikan pada pengusaha yang bermodal besar.
Selanjutnya, negara bisa melakukan pengawasan dan penjagaan terhadap seluruh makanan yang beredar di masyarakat, baik bahan dasar, campurannya maupun proses pembuatannya. Sehingga yang beredar hanya makanan yang halal dan tayib. Halal dari zatnya maupun cara memperolehnya dan tayib tidak mengandung bahan tambahan yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
Walaupun saat ini di Kabupaten Bandung belum ada korban, namun faktanya di daerah lain sudah banyak memakan korban. Hal itu menunjukan bahwa negara telah gagal dalam memberi rasa aman dan mengawasi beredarnya pangan yang sehat dan membiarkan produsen nakal berbuat sekehendak hatinya yang hanya mengedepankan keutungan ketimbang kesehatan konsumen.
Namun itulah sejatinya watak sistem kapitalisme yang kini diterapkan negara. Keuntungan materilah yang menjadi tujuan utamanya. Pemerintah yang seharusnya mampu melindungi rakyat, kenyataannya lebih mengutamakan para pengusaha atau pemilik modal. Sehingga hak-hak rakyat terabaikan.
Berbeda halnya ketika negara menerapkan aturan Islam dalam setiap kebijakannya, di mana penguasa mampu menjadi raa'in (pengurus) rakyatnya. Bersama jajarannya senantiasa memperhatikan keselamatan dan kesejahteraan warga negara. Karena itu merupakan tanggung jawab yang harus ditunaikan, yang tentu akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
"Imam/pemimpin adalah raa'in (penggembala/pengurus) rakyatnya dan dia bertanggung jawab atas kepemimpinannya." (HR. Bukhari)
Dalam hal makanan, pemerintah akan sangat memperhatikan serta memberikan panduan agar rakyatnya senantiasa mengonsumsi makanan yang halal dan baik (tayib). Sebagaimana perintah Allah Swt. dalam firman-Nya:
"Hai sekalian manusia makanlah yang halal dan baik (tayib) dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan, karena setan musuh yang nyata bagimu." (TQS. Al-Baqarah: 168)
Karena makanan merupakan urusan publik yang vital, maka dari itu negara harus mengambil peran sentral dalam pengawasan mutu dan keamanan pangan. Sebagai contoh pada masa pemerintahan Umar bin Khattab beliau senantiasa berpatroli untuk memastikan susu yang beredar di pasaran tidak dicampur dengan air.
Qadhi hisbah bersama para syurtah (polisi) di bawah wewenangnya yang ditunjuk negara akan melakukan inspeksi pasar, bukan hanya di pasar yang menjual bahan-bahan pangan seperti lauk dan sayur, tetapi juga produk-produk makanan, jajanan, obat-obatan hingga kosmetik. Inspeksi tersebut bukan hanya di pasar tradisional dan kaki lima tetapi merambah ke mal atau supermarket serta pusat-pusat pengolahan makanan baik itu skala industri rumah tangga maupun pabrik besar milik korporasi.
Distribusi bahan-bahan makanan yang berkualitas dipastikan tersebar luas ke seluruh penjuru baik perkotaan maupun pedesaan. Sehingga masyarakat akan mudah mendapatkan dan membelinya dengan harga terjangkau. Negara juga senantiasa membangun kesadaran umat dengan mengedukasi masyarakat, pedagang dan industri pangan untuk senantiasa mengonsumsi dan membuat produk-produk yang aman dan sehat. Ketika ada pelanggaran maka negara akan menerapkan sanski ta'zir yang hukumannya diserahkan kepada qodhi/ hakim dalam sistem peradilan Islam.
Demikianlah para penguasa dalam Islam melindungi keamanan pangan, penyimpangan yang akan merugikan rakyat akan segera terdeteksi dan diselesaikan. Maka dari itu, perintah Allah Swt. yang mewajibkan hamba-Nya memakan makanan yang tayib tentu akan terpenuhi. Perlindungan masyarakat itulah hal yang utama daripada hanya keuntungan bisnis belaka.
Maka, sudah semestinya umat memahami bahwa persoalan keamanan pangan hanya bisa terjaga dengan baik jika aturan yang diterapkan dari Islam. Bukan hanya persoalan makanan namun seluruh permasalahan hanya bisa tuntas dengan Islam. Karena sudah terbukti kurang lebih 13 abad mampu menjadi pusat peradaban dunia yang juga diakui oleh bangsa-bangsa lain. Wallahu a'lam bi sawwab.[]