"Hal ini memperlihatkan kepada kita bahwa negara telah gagal mengatasi kemiskinan dan pengangguran. Insentif yang diberikan pada peserta Kartu Prakerja tidak akan cukup memberikan modal untuk berwirausaha. Belum lagi, beban ekonomi masyarakat yang bertambah akibat kebutuhan pokok yang terus merangkak naik"
Oleh. Rastias
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Kartu Prakerja adalah program pengembangan kompetensi kerja dan kewirausahaan yang ditujukan untuk pencari kerja, pekerja/buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), dan/atau pekerja/buruh yang membutuhkan peningkatan kompetensi, termasuk pelaku usaha mikro dan kecil (UMKM).
Lebih dari 16,4 juta orang dari seluruh wilayah dan kota di Indonesia telah mengikuti program ini. 51 persen dari mereka adalah perempuan dan 3 persen adalah penyandang disabilitas. Dari mereka yang menganggur, sepertiga dari mereka kini bekerja, baik sebagai pemilik usaha kecil maupun sebagai karyawan (Kompas.com 12/2/2023)
Program kartu Prakerja mendapat pujian dari Direktur UNESCO, Institute for Lifelong Learning, David Atchoarena. Ia mengatakan, bahwa program Kartu Prakerja telah mendapatkan pengakuan internasional atas keberhasilan memanfaatkan teknologi digital dan menjadi game changer atau membawa perubahan besar dalam upaya meningkatkan pembelajaran bagi orang dewasa di luar pendidikan formal. Dan ia juga mengatakan pengalaman Kartu Prakerja patut ditiru negara-negara lain. Karena dinilai sejalan dengan misi organisasi yang dipimpinnya.
Disisi lain, Kepala Komunikasi Manajemen Kartu Prakerja, William Sudhana juga mengatakan pelaksanaan Kartu Prakerja diyakini mampu mengurangi masalah pengangguran dan kemiskinan. Lantas, seberapa efektifnya program tersebut mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran?
Sejatinya program Kartu Prakerja tidak berdampak banyak dalam mengurangi kemiskinan dan pengangguran. Sebab faktanya jumlah kemiskinan dan pengangguran tidak berkurang. Di dalam Badan Pusat Statistik (BPS), tercatat data penduduk miskin pada September 2022 sebesar 9,57 persen, meningkat 0,03 persen poin pada Maret 2022 dan menurun 0,14 persen poin pada September 2021.
Kemudian, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, jumlah pengangguran di Indonesia sebanyak 8,42 juta orang pada Agustus 2022. Dengan demikian, tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia sebesar 5,86%. Fenomena PHK pun terus terjadi. Di Amerika Serikat saja, Google, Microsoft, Meta, Zoom, Twitter, Spotify, dan eBay telah mengumumkan PHK karyawan. Sedangkan di Indonesia, PHK terjadi di Zenius, LinkAja, SiCepat, Tanihub, Shopee, Tokocrypto, Ruangguru, dan masih banyak lagi.
Hal ini memperlihatkan kepada kita bahwa negara telah gagal mengatasi kemiskinan dan pengangguran. Insentif yang diberikan pada peserta Kartu Prakerja tidak akan cukup memberikan modal untuk berwirausaha. Belum lagi, beban ekonomi masyarakat yang bertambah akibat kebutuhan pokok yang terus merangkak naik, seperti bahan pangan, BBM, tarif listrik dan sebagainya. Negara seakan-akan berperan besar mengurangi angka pengangguran. Padahal tidak semua pencari atau korban PHK merasakan pemberian saldo kartu ini.
Ini semua tidak lepas dari sistem kapitalisme di negeri ini. Penguasa hanya sebagai regulator yang memberikan ruang besar bagi para korporasi untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya atas potensi sumber daya alam (SDA) di negeri ini. Negara abai terhadap urusan rakyatnya, padahal pada saat yang sama banyak rakyat tidak memiliki pekerjaan. Kalaupun korporasi asing mampu membuka lapangan pekerjaan, namun rakyat sering kali hanya sebagai buruh dengan gaji rendah.
Solusi dalam Islam Mengatasi Kemiskinan dan PHK
Dalam Islam, negara bukan sekadar regulator dan fasilitator, melainkan melayani kebutuhan dasar masyarakat secara optimal seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara murah bahkan gratis. Negara juga memastikan setiap laki-laki mendapat pekerjaan dan penghasilan yang cukup. Inilah prinsip pengurus rakyat (riayah suunil umat) dalam Islam.
Sebagaimana dalam hadis yang menyatakan bahwa :
"Imam (khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Bukhari)
Selain itu, negara akan mendatangkan investasi halal untuk dikembangkan di sektor riil, baik di bidang pertanian, kehutanan, kelautan, tambang, maupun perdagangan. Di sektor pertanian, negara akan melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi. Petani yang tidak memiliki lahan dan modal diberi oleh pemerintah. Sedangkan tanah yang ditelantarkan selama 3 tahun akan diambil dari pemiliknya.
Disektor kelautan, kehutanan, dan pertambangan, khalifah (kepala negara) akan mengelolanya sebagai milik umum, tidak diserahkan pada swasta baik asing maupun lokal. Khalifah (kepala negara) juga tidak akan membiarkan sektor nonriil berkembang di masyarakat. Kemudian menciptakan iklim yang mendorong orang untuk membuka usaha melalui birokrasi sederhana dan penghapusan pajak serta melindungi industri dari persaingan yang tidak sehat.
Demikianlah mekanisme sistem Islam dalam menyelesaikan persoalan kemiskinan dan pengangguran. Semua itu tidak akan terwujud kecuali mengganti sistem kufur kapitalisme dengan sistem Islam, yakni dengan menerapkan syariat Islam secara kaffah. Wallahu'alam bis shawab.[]