“Demikianlah DNA sistem ekonomi kapitalisme. Jadi, tatkala kaum perempuan berbondong-bondong menghadiri pengajian yang sama sekali jauh dari motif ekonomi, tentu sangat kontradiktif. Aktivitas pengajian tidak menghasilkan uang. Keberadaannya justru mengurangi waktu-waktu produktif kaum perempuan.”
Oleh. Haifa Eimaan
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Jemawa sebagai anak presiden pertama Indonesia dan pernah menjadi presiden, Megawati kembali nyinyir pada ibu-ibu. Kali ini yang menjadi sasarannya adalah ibu-ibu yang rajin menghadiri pengajian. Mantan presiden ke-5 ini benar-benar tidak habis pikir terhadap ibu-ibu yang sangat rajin menghadiri pengajian. Dia mengemukakan opininya saat diundang menjadi pembicara kunci dalam acara Kick of Meeting Pancasila dalam Tindakan Gerakan Semesta Berencana Mencegah Stunting dan Kekerasan Seksual pada Anak dan Perempuan yang diselenggarakan oleh BKKBN bersama beberapa instansi terkait pada 16 Februari lalu. (hidayatullah.com, 19-02-2023)
Dari pernyataannya itu, sangat jelas Megawati menuduh ibu-ibu yang hadir di pengajian membiarkan anaknya tidak terurus hingga berkontribusi pada tingginya angka tengkes. Padahal tuduhan itu sama sekali tidak berdasar. Biasanya ibu-ibu pergi ke pengajian setelah rumah bersih cling, meja makan penuh dengan masakan menggugah selera, si kecil sudah kenyang dan wangi saat akan berangkat. Malah saat ini banyak ibu-ibu muda yang membawa serta balitanya. Di tempat pengajian, panitia kerap menyediakan arena bermain yang aman bagi para balita lengkap dengan kakak-kakak panitia yang menemaninya.
Dengan suasana nyaman begini, sudah pasti ibu-ibu makin senang. Belum lagi materi yang disampaikan selalu berganti tema. Adakalanya tentang ilmu pengasuhan, kiat menjadi ibu rumah tangga salihah, menjadi istri dambaan suami, wanita yang dirindu surga, dan berbagai materi terkait masalah fikih dan inspiratif lainnya. Materi-materi semacam ini sudah pasti bakal mendorong para ibu makin sayang dan merawat buah hatinya dengan baik.
Komentar nyinyir Megawati ini ditanggapi langsung oleh Ketua MUI, KH. Cholil Nafis. Dikutip dari sindonews.com (18-02-2023), Kiai Cholil Nafis mengatakan Megawati tidak perlu usil kepada ibu-ibu yang rajin menghadiri pengajian, karena mengaji justru mencerdaskan dan membuat yang hadir menjadi kreatif. Selain Kiai Cholil Nafis, ada Wakil Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat, Andi Nurpati yang turut berkomentar. Dilansir oleh sindonews.com (19-02-2023), Andi Nurpati mengatakan bahwa seharusnya yang dikomentari adalah ibu-ibu yang gemar mendatangi diskotek dan klub-klub malam atau ibu-ibu yang meninggalkan anaknya untuk bekerja seharian penuh.
Pernyataan Andi Nurpati ini sangat menggelitik dan mengundang penasaran, bahkan harus dikupas tuntas. Mengapa ibu-ibu yang rajin menghadiri pengajian yang dikomentari? Mengapa bukan ibu-ibu yang hampir tiap malam meninggalkan anaknya untuk ke diskotek atau klub malam? Atau ibu-ibu yang bekerja sehari penuh dan meninggalkan anaknya di rumah dengan seorang pramubayi?
Perempuan Harus Berdaya
Dalam sistem ekonomi kapitalisme, seluruh alat produksi dan upaya mendistribusikan produk merupakan hak individu. Dalam lingkup negara, keberadaan individu-individu ini diwakili oleh kehadiran perusahaan-perusahaan baik kecil hingga raksasa, skala nasional sampai multinasional. Perusahaan-perusahaan ini bergerak dan menguasai seluruh hajat hidup rakyat dari sektor hulu sampai hilir. Sejatinya, perusahaan-perusahaan inilah yang mengatur jalannya perekonomian di sebuah negara. Mereka mengontrol harga barang, ketersediaan dan kelangkaan produk, bahkan bisa mendikte kebijakan sebuah negara.
Adapun negara, kehadirannya tidak boleh terlalu dominan. Negara bisa hadir sebatas regulator saja. Selebihnya diserahkan pada mekanisme pasar. Sudah menjadi tabiat sistem ekonomi kapitalisme untuk membiarkan seluruh pelakunya bersaing bebas demi mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Tidak peduli bila banyak yang harus dikorbankan, selama tujuan ekonominya tercapai, mereka akan menghalalkan segala cara.
Tujuan ekonomi para kapital adalah menumpuk kekayaan hingga bergunung-gunung tidak habis tujuh turunan. Sedangkan rakyat, tujuannya sebatas bisa menyambung hidup hari ini. Mereka bekerja keras sepanjang hari pun, penghasilannya tidak akan berlebih. Mereka tetap kesulitan mengakses sumber-sumber penghasilan karena aset-aset berharga milik umum dikuasai oleh swasta.
Hidup dalam sistem kapitalisme memang sangat sulit ibarat ikan kekurangan air. Saking sulitnya sampai-sampai perempuan harus turut serta membantu perekonomian keluarga. Negara menyebut program ini sebagai pemberdayaan perempuan. Perempuan dianggap berdaya bila secara ekonomi mampu menghasilkan pundi-pundi rupiah.
Demikianlah DNA sistem ekonomi kapitalisme. Jadi, tatkala kaum perempuan berbondong-bondong menghadiri pengajian yang sama sekali jauh dari motif ekonomi, tentu sangat kontradiktif. Aktivitas pengajian tidak menghasilkan uang. Keberadaannya justru mengurangi waktu-waktu produktif kaum perempuan. Ini sangat sia-sia dan membuat para kapitalis sejati mengerutkan kening. Padahal menurut mereka, seharusnya ibu-ibu ini bekerja mencari uang untuk kesejahteraan keluarganya.
Oleh karena itu, tidak ada yang nyinyir pada perempuan bekerja karena mereka dianggap pahlawan keluarga. Begitu pula pada perempuan yang menghabiskan waktunya di kelab malam. Mereka dianggap sedang memperluas jaringan demi menunjang karier. Bagaimana nasib anak-anak mereka? Bocah-bocah mungil itu mereka titipkan di day care atau full day school.
Sistem kapitalisme benar-benar berhasil mencuci otak para pengembannya. Dibuatnya mereka merasa aman dari perbuatan-perbuatan yang menyesatkan. Agama menurut mereka tidak boleh hadir dalam kehidupan sehari-hari.
Mencari Ilmu Agama Wajib dalam Islam
Sistem hidup ala kapitalisme sangat jauh dari Islam. Keduanya benar-benar bertolak belakang. Islam tidak melarang umatnya menjadi kaya. Umat Islam sangat boleh kaya, tetapi tidak boleh melalaikan tujuan penciptaannya di dunia, yaitu untuk beribadah kepada Allah Swt. seperti yang tercantum di dalam Al-Qur’an surah Adz-Dzariyat ayat ke-56,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ
Artinya, “Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku.”
Islam memerintahkan umatnya untuk bertakwa kepada Allah Swt., yaitu mematuhi seluruh perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Seiring dengan perintah bertakwa ini, Allah sertakan perintah untuk mendatangi majelis-majelis ilmu. Allah Swt. menyatakan akan meninggikan derajat orang-orang yang mencari ilmu sebagaimana termaktub di dalam surah Al-Mujadalah ayat ke-11,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا۟ فِى ٱلْمَجَٰلِسِ فَٱفْسَحُوا۟ يَفْسَحِ ٱللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُوا۟ فَٱنشُزُوا۟ يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman jika dikatakan kepada kalian berlapang-lapanglah dalam majelis maka lapangkanlah. Niscaya Allah akan memberikan kelapangan untuk kalian. Dan jika dikatakan berdirilah kalian maka berdirilah. Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.”
Rasulullah saw. juga pernah bersabda bahwa menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim. Hadis mulia ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah di dalam musnadnya nomor 224. Kedua dalil ini kiranya cukup mewakili tentang kewajiban Islam menuntut ilmu khususnya Islam kaffah.
Di tengah ketiadaan Khilafah, kehadiran majelis-majelis taklim merupakan oase untuk memahami berbagai hukum Allah secara kaffah. Bukan hanya bagi kaum ibu, tetapi untuk seluruh kaum muslimin mulai anak-anak sampai lansia. Apalagi pelajaran bermuatan Islam saat ini dibatasi. Satu pekan, siswa hanya mendapatkan materi Islam dalam satu kali tatap muka. Kegiatan kerohanian Islam pun dipersempit menjadi belajar membaca Al-Qur’an dan salat. Padahal ilmu tentang Islam sangat luas. Belum lagi fakta bahwa mengenal ilmu dan hukum Allah inilah yang dibutuhkan agar hidup selalu dalam rida-Nya.
Dari minimnya informasi tentang Islam, sampai-sampai masyarakat tidak tahu bahwa Islam mengatur perbuatan manusia dari A hingga Z, dari mulai bangun tidur sampai mau tidur lagi. Islam memiliki aturan tentang hidup dan kehidupan secara paripurna dan sempurna. Ilmu pengasuhan, Islam memilikinya. Islam juga mempunyai ilmu tentang makanan yang tidak semata bergizi, tetapi harus halal dan tayib. Jika Islam selengkap ini, manalah mungkin ibu-ibu yang menghadiri pengajian akan menelantarkan buah hatinya.
Dalam Khilafah, mengkaji Islam secara kaffah itu merupakan bagian dari program pembinaan kepribadian setiap individu. Pembinaan kepribadian ini meliputi pola pikir dan pola sikap yang diintegrasikan ke dalam kurikulum pendidikan dan kebijakan negara lainnya. Sinergi berbagai sektor ini menghasilkan individu-individu yang beriman dan bertakwa, termasuk kaum ibu. Taraf berpikirnya tinggi dan tidak melenceng dari koridor Islam. Mereka juga memiliki kesadaran politik yang kuat. Luar biasanya lagi, inilah yang dijadikan bekal untuk mendidik putra-putrinya.
Dalam lintasan panjang peradaban Islam, kaum ibu telah menjalankan perannya dengan mengagumkan. Satu sosok ibu cerdas dan salihah yang patut jadi teladan adalah ibunda Imam Syafi’i. Walaupun sang ibunda hidup dalam kekurangan karena ditinggal wafat sang suami, tetapi dia mempunyai rencana matang demi pendidikan dan masa depan putranya.
Imam Syafi’i lahir di Palestina, tepatnya di Jalur Gaza pada tahun 150 H. Saat usianya 2 tahun, ibunda Imam Syafi’i segera memboyong putranya ke Makkah demi menyambung nasab Quraisy dari garis ayahnya. Saat usia 7 tahun Imam Syafi’i telah hafal Al-Qur’an dan mendapatkan pendidikan terbaik dari ulama-ulama Makkah. Putranya harus berinteraksi langsung dengan penutur bahasa Arab terbaik dan terfasih. Demikianlah sampai akhirnya Imam Syafi’i berguru kepada Imam Malik di Madinah. Sehingga, hari ini dunia mengenalnya sebagai salah satu imam mazhab.
Khatimah
Kini saat kehidupan Islam jauh dari kaum muslimin, bahkan ibu-ibu yang rajin menghadiri pengajian menjadi tertuduh penyumbang angka tengkes, lahirnya generasi saleh salihah pun seperti mencari jarum di tumpukan jerami. Namun, usaha tanpa henti untuk melawan narasi para kaum kapitalis dengan menghidupkan kajian-kajian Islam kaffah, niscaya lambat laun pemahaman umat makin meningkat. Sistem kapitalisme akan terempas dan digantikan oleh sistem pemerintahan Islam yang menyejahterakan.
Wallahu a’lam bish shawwab.[]