"Peradaban Barat tegak berlandaskan pemisahan agama dari kehidupan, serta mengingkari peran agama dalam mengatur kehidupan. Maka wajar jika kemudian mereka memilih sekularisme. Dan wajar adanya, jika kehidupan mereka tidak ingin diatur oleh agama."
Oleh. Heni Rohmawati, S.E.I.
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Viralnya seorang selebgram, Gita Savitri yang akrab disapa Gitasav, menjadi perbincangan hangat netizen. Sebelumnya, Gitasav telah melontarkan pernyataan yang kontroversial. Ia menyatakan bahwa childfree atau tidak memiliki anak setelah menikah adalah alasan ia tetap awet muda.
Meski ia mengaku ini hanya candaan, Gitasav berujar, “Ditanya sama orang kok kamu bisa (red-awet muda)? ‘Iya karena aku gak stres punya anak’. Karena kalau aku punya anak, aku bisa stres. Makanya aku tidak punya anak,'” seperti dilansir di Tribungorontalo.com (9/2/2023)
Usaha awet muda yang sungguh berlebihan. Meski sudah menikah, tapi memilih tidak punya anak. Dalam pandangannya, ia menyatakan anak akan membuatnya stres dan mengurangi jam istirahat. Sehingga uang yang dimilikinya bisa digunakan untuk merawat tubuhnya.
Sebuah akumulasi pengalaman hidup yang kontras melahirkan pemikiran yang "nyeleneh" bagi seorang istri. Ide childfree pun seolah ter -up lagi dengan pemikiran selebgram yang juga influencer ini. Bukankah influencer artinya memberi pengaruh pada yang lain? Alias bisa menularkan pemikiran pada orang lain. Dunia dalam bahaya bila semua manusia mengikutinya. Manusia akan punah.
Childfree Lahir dari Mendewakan Materi
Kebebasan berpendapat dan berekspresi yang dibanggakan dalam demokrasi telah membawa pemikiran dan perilaku manusia pada ambang batas kewajaran, bahkan menyimpang. Kebebasan yang diklaim hak asasi manusia ternyata bukan membuat manusia makin mulia, sebaliknya semakin jauh dari fitrahnya. Parahnya, ini disebut hak asasi. Manusia lain tak berhak menghakimi, sebaliknya harus menghormati pilihan orang lain.
Kapitalisme telah menggiring manusia untuk hanya fokus pada kebahagiaan materi. Bahagia apabila memiliki fasilitas hidup lengkap dan mewah. Bahagia adalah bersenang-senang tanpa direpotkan oleh anak-anak yang menuntut pengasuhan. Dan bahagia juga jika memiliki wajah yang selalu glowing, tampak cerah awet muda.
Budaya ingin senang-senang atau hedonisme, didewakan bak menjadi tujuan hidup manusia. Tanpanya, seolah manusia akan sengsara dan menderita. Pandangan seperti ini jelas berasal dari pandangan Barat.
Peradaban Barat tegak berlandaskan pemisahan agama dari kehidupan, serta mengingkari peran agama dalam mengatur kehidupan. Maka wajar jika kemudian mereka memilih sekularisme. Dan wajar adanya, jika kehidupan mereka tidak ingin diatur oleh agama. Berdasarkan pemikiran inilah mereka menjalani kehidupan serta menentukan tolok ukur perbuatannya.
Dalam kehidupan yang berlandaskan sekularisme, hidup hanya untuk meraih manfaat, tidak lebih. Maka, manfaat inilah yang menjadi ukuran bagi setiap perbuatan yang mereka lakukan. Mereka akan melakukan sesuatu jika ada manfaatnya. Sebaliknya, jika tidak ada manfaat mereka tak akan melakukannya. Memiliki anak bagi mereka tidak memberikan manfaat, sebaliknya merepotkan dan mengurangi kebahagiaan.
Standar Kebahagiaan yang Salah Kaprah
Peradaban Barat juga menganggap bahagia dengan caranya yang khas. Bahagia apabila mereka mendapatkan sebanyak mungkin kenikmatan jasmani. Tersedianya berbagai fasilitas kehidupan juga bagian dari kebahagiaan. Maka tidak jarang manusia berlomba-lomba dalam mendapatkan sarana kehidupan yang dalam pandangannya akan mengantarkan pada kebahagiaan, tanpa memandang cara mendapatkannya halal atau haram.
Bagi penganut childfree, mungkin memiliki anak tidak memberikan manfaat kepada mereka. Memiliki anak perlu berbagai pertimbangan materi dan nonmateri. Baik dari proses kehamilan, melahirkan, pengasuhan, pendidikan, kesehatan, dan masa depan. Dan itu semua tidak memberikan manfaat yang mengantarkan pada kebahagiaan. Sebaliknya, mengantarkan pada stres. Mereka lebih memilih mengerahkan materi untuk body care, dan bersenang-senang.
Pandangan Islam Tentang Childfree
Sungguh Islam adalah agama yang sesuai fitrah manusia. Islam telah memberi aturan yang sempurna terkait potensi manusia. Allah Swt. sungguh Maha Penyayang terhadap manusia. Maka, saat Allah memberikan potensi kepada manusia, berupa kebutuhan jasmani dan naluri-naluri, Allah telah menetapkan syariat untuk mengaturnya.
Salah satu nikmat naluri yang Allah berikan adalah naluri nau’ atau disebut naluri menyukai lawan jenis. Pria menyukai wanita dan sebaliknya wanita menyukai pria. Maka untuk mengakomodasi hal itu, Allah telah menggariskan perkawinan menjadi jalan satu-satunya.
Betapa banyak hikmah pernikahan jika manusia mengetahuinya. Dan salah satu tujuan pernikahan tidak hanya sekadar memenuhi kebutuhan biologis, tetapi juga melestarikan manusia. Dengan melahirkan setelah pernikahan, maka manusia akan menjaga kelestariannya dan itu adalah fitrah.
Pada wanita, Allah memberikan potensi reproduksi untuk bisa mengandung, melahirkan, menyusui, dan mengasuh anak-anak. Sebagaimana sifat dasar wanita yang lembut dan peka terhadap anak-anaknya. Demikian juga pada pria, Allah telah tetapkan potensi sebagai qowwam atau pemimpin keluarga untuk mencari nafkah bagi keluarga, menjaga, dan memberikan pendidikan bagi seluruh keluarganya.
Maka jika setelah menikah seseorang sengaja tidak ingin memiliki keturunan atau childfree, berarti salah satu tujuan pernikahan tidak akan terealisasi. Potensi reproduksi perempuan tidak terlaksana. Potensi kepunahan manusia akan terjadi. Tidakkah mereka memikirkan kesudahan dari perbuatan yang mereka lakukan? Tidakkah mereka perlu perawatan dari anak-anak mereka saat usia mereka telah renta?
Bahagia ala Islam
Kebenaran Islam terus masuk ke dalam relung hati manusia yang bersih. Bahagia adalah apabila hidup di atas prinsip dasar yang benar, yaitu beriman kepada Allah. Meyakini bahwa Allah Azza wa Jalla yang telah menciptakan alam semesta, manusia, dan kehidupan. Haqqul yaqin akan berpulang kepada-Nya saja.
Di atas landasan iman inilah pemikiran dan perilaku seorang muslim ditata. Menjadikan perbuatan sesuai perintah Allah dan larangannya. Kesadaran ini, akan mengantarkan seseorang tidak bersikap dan berpikir serampangan. Karena kesadaran ini akan mengontrol tindak tanduknya untuk selalu tunduk dengan Islam.
Ketika orang beriman menikah, mereka tidak berpikir untuk childfree. Karena dengan punya anak, Allah memberikan banyak hikmah di sana. Ada kebahagian melihat anak-anak, ada pahala yang besar akan diraih jika bersabar. Pahala mengandung yang jelas berbeda dengan wanita yang tidak hamil, memperoleh pahala puasa di siang hari dan pahala ibadah di malam hari. Apabila anaknya lahir, keluarlah dosa-dosa dari dirinya. Masyaallah. Alangkah menggiurkannya pahala-pahala itu jika kaum hawa mengetahuinya.
Demikianlah, childfree tidak layak dimiliki oleh seorang muslimah yang ingin mendapatkan rida Rabb-nya. Karena ia akan kehilangan potensi pahala yang kelak akan ia butuhkan saat tidak ada amal lain yang menyamainya. Masih banyak lagi hikmah dengan memiliki anak, sebagaimana sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam, “Nikahilah perempuan yang penyayang dan dapat mempunyai anak banyak karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan sebab banyaknya kamu di hadapan para nabi nanti pada hari kiamat." (HR. Ahmad, Ibnu Hibban dari jalan Anas bin Malik)
Bahagia ala Islam sesuai fitrah dan mendatangkan ketenangan serta keselamatan. Siapa yang tak ingin bahagia dengan Islam?
Allahu a’lam bishowab.[]