Childfree Branch of Mindfree!

”Tidak akan terwujud peradaban emas tanpa peran orang tua yang melahirkan generasi baik, tangguh, cerdas, dan saleh. Keputusan childfree justru membawa dunia pada kondisi lost generation.

”Tidak akan terwujud peradaban emas tanpa peran orang tua yang melahirkan generasi baik, tangguh, cerdas, dan saleh. Keputusan childfree justru membawa dunia pada kondisi lost generation.

Oleh. Fitria Zakiyatul Fauziyah CH
(Kontributor NarasiPost.Com dan Mahasiswi STEI Hamfara Yogyakarta)

NarasiPost.Com-Tinggal lama hingga menetap di negara maju, terkadang membuat seseorang merasa dirinya paling benar. Banyak hal akhirnya membuat mereka sering membanding-bandingkan negara asalnya dengan negara maju. Paling parah, ketika level open-minded, tingkat kecerdasan, keberanian public speaking, yang kemudian menjadi alat untuk membenarkan sebuah kesombongan. Ya, salah satunya adalah ide childfree. Berbagai pergolakan pun mencuat, mulai dari ide ini yang terkesan keren, dianggap open-minded, hak asasi manusia, hingga disebut membuat awet muda.

Seperti yang santer diberitakan belakangan ini, terkait komentar selebgram Gita Savitri atau akrab disapa Gitasav. Dirinya menyebut salah satu cara alami untuk tetap awet muda. Hal itu diungkapkan ketika dia membalas salah satu komentar warganet yang memuji wajah awet mudanya. Menurut selebgram dan content creator tersebut, "Not having kids is indeed natural anti-aging. You can sleep for 8 hours every day, no stress hearing kids screaming. And when you finally got wrinkles, you have the money to pay for botox," (health.detik.com, 12/02/2023). Pernyataan tersebut kontroversial dan menjadi sorotan, lantaran memicu berbagai pendapat dari para warganet.

Hilang Akal

Daripada childfree, rasa-rasanya pernyataan tersebut lebih cocok dikatakan sebagai mindfree, yaitu kebebasan yang kebablasan, bahkan sampai hilang akal. Namun, ide childfree bukan hal baru di negara Barat yang tidak menganggap penting nilai-nilai agama. Hanya saja, di Indonesia mulai digaungkan lagi khususnya oleh kalangan liberal dan para feminis.

Merujuk pada dictionary.cambridge.org, childfree merupakan istilah yang digunakan untuk orang yang memilih tidak memiliki anak, atau tempat atau situasi/kondisi tanpa anak. Gagasan tersebut tentu menuai pro dan kontra. Mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, maka jelas hal ini bertentangan dengan budaya Barat yang menggelorakan kebebasan tanpa batas.

Jika diselisik lebih jauh, ini adalah hal yang biasa dalam atmosfer sekularisme. Berangkat dari sebuah perspektif bahwa manusia bebas dalam menentukan pilihan, berhak menetapkan standar kehidupan, baik dan buruk, benar dan salah berdasarkan persepsi manusia. Berlindung di balik fatamorgana hak asasi manusia, yang seolah menaungi kebebasan.

Namun faktanya, hal ini justru menjadi jalan kebablasan yang menyelisih kodrat penciptaan. Anak dianggap sebagai beban, hamil dan melahirkan bisa mengubah penampilan, penghambat karier atau pekerjaan, dan berbagai alasan lainnya. Padahal, peran seorang ibu sangat besar ketika mampu melahirkan dan mendidik anak-anaknya dengan baik. Tidak akan terwujud peradaban emas tanpa peran orang tua yang melahirkan generasi baik, tangguh, cerdas, dan saleh. Keputusan childfree justru membawa dunia pada kondisi lost generation.

Peran Mulia Wanita

Sebagai seorang muslim, penting untuk mengamati fenomena childfree dari sudut pandang Islam. Ada beberapa naluri dalam diri manusia, salah satunya naluri melestarikan keturunan (gharizah nau') di mana manifestasinya berupa rasa ketertarikan dengan lawan jenis. Naluri ini memiliki orientasi penciptaan, yang muaranya adalah ibadah. Sehingga manusia tidak bisa menentukan sendiri cara merealisasikannya, melainkan terdapat pada aturan Sang Pencipta, yakni Allah Swt.

Islam hadir mengatur gharizah nau' manusia pada jalan yang Allah diridai, yaitu melalui ikatan pernikahan dalam rangka melestarikan keturunan. Maka, anak hadir sebagai penyejuk mata dan pelengkap kebahagiaan. Setiap amanah yang diberikan oleh-Nya dalam rangka mengurus anak adalah berkah, bukan musibah.

Secara fitrah, seorang wanita akan melewati proses kehamilan, melahirkan, menyusui, dan mendidik anak-anak, ketika Allah mengizinkan. Hal ini menjadikannya sebagai orang yang memiliki peran besar dalam menentukan kualitas generasi. Setiap lelah dari tugas mulianya diganjar pahala. Perubahan fisik setelah melahirkan adalah pengorbanan.

Begitu pula setiap kasih sayang yang dicurahkan, pendidikan, juga pemenuhan kebutuhan adalah investasi dunia dan akhirat yang akan dipertanggungjawabkan. Konsep rezeki yang diyakini bahwa setiap anak telah Allah tetapkan bagian-bagiannya, tidak menjadikan seorang muslimah mudah terbujuk dengan gagasan yang terkesan keren, seperti childfree karena khawatir akan kekurangan. Firman Allah Swt. di dalam Al-Qur'an surah Al-Isra ayat 31 yang artinya, "Dan jangan kamu membunuh anak-anakmu sebab takut miskin. Kami yang memberi rezeki pada mereka dan padamu. Membunuh mereka sungguh suatu dosa yang besar."

Aturan Islam yang menyeluruh dan sempurna telah memosisikan wanita sebagai ummu wa robbatul bayt, yakni ibu sekaligus pengatur rumah tangga. Adapun kewajiban untuk mencari nafkah sudah Allah berikan di pundak seorang suami. Sehingga, seruan childfree karena menganggap anak sebagai beban dan penghalang untuk eksis sebagai wanita karier adalah bentuk pertentangan pada fitrah wanita.

Mengembalikan peran mulia wanita dalam lini kehidupan diperlukan adanya support sistem. Setidaknya terdapat tiga komponen utama yang harus bersinergi. Pertama adalah individu bertakwa, yang mampu menjadikan Islam sebagai pedoman hidup dan halal dan haram sebagai standar amalnya. Sehingga, tidak akan terbawa arus seruan yang justru menggerus fitrah penciptaannya.

Kedua, peran masyarakat sebagai pengontrol sosial, yakni melaksanakan aktivitas dakwah, beramar makruf nahi mungkar, saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran. Ketiga adalah peran negara. Negara berperan besar dalam mewujudkan generasi yang akan mengantarkan pada peradaban gemilang, serta menjadi pelindung dan pelayan umat.

Ketika sistem Islam diterapkan, akan terpenuhi kebutuhan pokok sandang, pangan, dan papan bagi seluruh warga negaranya. Sehingga, tidak ada alasan anak menjadi beban. Sebab, negara hadir mengurusi dan menjamin pemenuhan kebutuhan setiap rakyat. Sistem Islam telah terbukti mampu mencetak generasi baik, tangguh, cerdas, dan saleh. Hal ini hanya dapat diwujudkan melalui penerapan sistem Islam secara menyeluruh di bawah naungan negara Islam.
Wallahu A’lam Bish-Shawwab[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Fitria Zakiyatul Fauziyah CH Kontributor NarasiPost.Com dan Mahasiswi STEI Hamfara Yogyakarta
Previous
Minyak Sulit di Negeri Penghasil Sawit, Kok Bisa?
Next
Menyoal Peran PBB terhadap Kebiadaban Israel
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram