Bonus Demografi di Tengah Generasi Stunting

”Bisa dibayangkan bonus demografi ini tidak akan memiliki arti apa pun kalau mayoritas penduduk negeri ini adalah penduduk yang lemah. Baik lemah dari sisi fisik dan kesehatannya, hingga lemahnya knowledge dan skill akibat dari problem stunting tersebut.”

Oleh. Novita Sari Gunawan
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Sebuah bangsa bisa hancur akibat perang atau bencana. Akan tetapi selama bangsa itu memiliki kuantitas generasi yang berkualitas dari sisi fisik dan intelektualitasnya, maka akan mudah bagi bangsa itu untuk kemudian bangkit dan menjadi bangsa yang maju kembali. Realitas ini seperti halnya di Jepang, setelah terjadinya tragedi Hiroshima dan Nagasaki.

Bagaimana dengan kondisi generasi di Indonesia? Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri menyebut, bonus demografi Indonesia pada tahun 2045 terancam. Pemicunya akibat kecerdasan intelektual (IQ) rata-rata orang Indonesia itu hanya 78.

Pernyataannya itu disampaikan Megawati saat menjadi keynote speaker dalam seminar nasional bertajuk "Gerakan Semesta Berencana Mencegah Stunting, Kekerasan Seksual pada Anak dan Perempuan, Kekerasan dalam Rumah Tangga, serta Mengantisipasi Bencana". (www.gelora.co/17-02-2023)

Bagaimana dengan kondisi generasi di Indonesia? Data dari kompas.com, menginformasikan bahwa prevalensi penurunan angka stunting di Indonesia berjalan sangat lambat dan masih jauh dari target nasional. Dari sekitar 37% lebih pada data sebelumnya, baru terjadi penurunan sekitar 27% angka stunting dari hasil program yang dijalankan selama kurang lebih sudah 4 tahun. (www.kompas.tv.com/17-02-2023)

Padahal, problem stunting ini memiliki relevansi yang sangat kuat dengan kualitas generasi masa depan bangsa ini. Apalagi jika kita melihat Indonesia yang akan mendapatkan bonus demografi pada tahun 2045. Bisa dibayangkan bonus demografi ini tidak akan memiliki arti apa pun kalau mayoritas penduduk negeri ini adalah penduduk yang lemah. Baik lemah dari sisi fisik dan kesehatannya, hingga lemahnya knowledge dan skill akibat dari problem stunting tersebut.

Berbeda apabila mayoritas generasi yang lahir saat ini merupakan generasi yang sehat, kuat, dan terdidik dengan baik. Maka, bonus demografi ini akan menjadi potensi dan daya saing di kancah internasional. Mengingat pula bahwasanya kedudukan suatu bangsa di kancah internasional dilihat dari kualitas dan kuantitas generasi yang dimiliki oleh bangsa tersebut.

Problem Stunting

Pertanyaannya kemudian, bagaimana sebuah bangsa bisa melahirkan generasi yang berkualitas kalau kemudian generasi masa depan ini lahir dari bayi dan balita yang berada dalam kondisi stunting? Ditambah lagi dengan kebijakan negara terkait pembangunan sumber daya manusia negeri ini yang belum jelas. Hal ini akan menambah nasib buruk bagi generasi tersebut.

Problem stunting ini jelas diakibatkan karena tidak dipenuhinya asupan nutrisi yang mencukupi bagi anak-anak di masa pertumbuhan. Baik kebutuhan kalori dan nutrisinya yang menjadi daya dukung tumbuh kembang anak menjadi generasi yang hebat. Belum lagi barangkali selama masa kehamilan, janin tersebut juga tidak mendapatkan nutrisi yang cukup dari ibunya karena memang faktor ekonomi yang tidak mendukung.

Apabila kondisi seperti ini dialami oleh banyak balita di negeri ini, maka dugaan kuat memang sudah terjadi korelasi antara stunting dengan kemiskinan struktural di negeri ini. Sebagaimana kita ketahui bahwa mayoritas generasi penderita stunting lahir dari golongan orang tua yang hidup miskin atau bahkan di bawah garis kemiskinan.

Kontradiksi dengan Pembangunan Infrastruktur

Menjadi PR tersendiri bagi negeri ini, bagaimana pembangunan yang dilakukan secara sporadis ini ternyata tidak memiliki korelasi dengan kesejahteraan rakyatnya. Sehingga, tidak bisa menyelesaikan problem kemiskinan bahkan menciptakan problem baru yakni masalah stunting yang akan berdampak kepada masa depan bangsa ini.

Pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah dengan infrastruktur yang megah dan megaproyeknya baik jalan tol, bandara, pelabuhan, bendungan, lapangan udara, serta pembangunan dan pemindahan ibu kota negara seolah menampilkan kesuksesan rezim negeri ini di kancah internasional. Tapi perlu diingat bahwasanya pembangunan itu hanya memenuhi syahwat para oligarki dan kapitalis yang menyokong hidupnya sistem demokrasi di negeri ini.

Pembangunan tersebut hanya akan berdampak positif bagi para korporatokrasi dan tidak berdampak positif langsung terhadap kesejahteraan masyarakat. Maka hal ini perlu dievaluasi. Manakah skala prioritas yang perlu diutamakan, apakah cukup dengan hanya bermegah-megahan membangun infrastruktur sementara generasi negeri ini hidup dalam kondisi stunting?

Pembangunan infrastruktur barangkali bisa meningkatkan PDB yang kemudian menaikkan level negeri ini masuk ke dalam negara ke-20, 10 atau bahkan 5 besar sesuai cita-cita rezim ini. Tapi apalah artinya itu kalau kemudian penguasa yang ada ternyata tidak mampu memenuhi kebutuhan nutrisi bayi-bayi yang baru lahir. Atau nutrisi bagi warganya secara keseluruhan.

Apalagi kalau kemudian, ternyata pembangunan ini secara struktural memiskinkan negeri ini dengan skema utang luar negeri yang akan berdampak pada kenaikan pajak. Serta, dengan memberikan asing dan swasta untuk mengeksploitasi sumber daya alam. Hal ini sama saja dengan upaya untuk menggadaikan negeri ini. Sudahlah generasi diliputi problem stunting, ditambah juga dengan beban utang yang tidak mungkin terbayarkan.

Islam Tuntaskan Problem Stunting

Lalu bagaimanakah Islam memandang problem stunting? Di dalam Al-Qur'an, Allah Swt. telah berfirman:

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا

”Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS. An-Nisa’: 9)

Di mana yang dimaksud generasi yang lemah di sini adalah generasi yang lemah akidah, fisik, ilmu dan ekonominya. Oleh karena itu, para pemegang kekuasaan di masa Khilafah benar-benar sangat memperhatikan keberlangsungan generasi yang kuat untuk mempertahankan eksistensi negara. Hal itu diwujudkan dengan berbagai macam pelayanan yang sangat optimal kepada rakyatnya. Mulai dari pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya secara maksimal, juga dibukanya peluang bagi rakyat untuk meningkatkan kualitas hidupnya untuk terpenuhinya kebutuhan sekunder.

Khilafah juga membuka peluang yang sangat lebar bagi generasi ini untuk mengakses pendidikan dan kesehatan yang berkualitas secara gratis. Serta, menyiapkan sarana, prasarana, dan fasilitas yang lengkap untuk pengembangan sains dan teknologi. Sehingga, Khilafah mampu menghasilkan generasi yang berkualitas dan memiliki intelektualitas tinggi. Sehingga, di masa depan kelak para generasi tersebut akan menjadi mercusuar dan rujukan bagi peradaban berikutnya.

Untuk mewujudkan hal itu tentunya Khilafah membutuhkan pembiayaan yang tinggi. Khilafah memiliki alokasi pemasukan anggaran utama dari pengelolaan sumber daya alam secara mandiri dan tidak bergantung pada asing seperti saat ini. Keuntungan dari sumber daya alam ini menjadi investasi bagi negara untuk mengoptimalkan kualitas rakyatnya terutama generasi yang akan lahir.

Karena Khilafah sangat membutuhkan generasi berkualitas yang akan menjaga dan memajukan negeri. Menjadikan negeri berdaulat dan melepaskan ketergantungan pada oligarki kapitalis yang justru menjadikan problem kemiskinan dan stunting bak lingkaran setan yang tak pernah bisa berhenti, sebagai dampak dari ketimpangan ekonomi yang memang menjadi tabiat di sistem kapitalisme ini. Wallahualam.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Novita Sari Gunawan Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Semangka, Buah Penyeimbang ala Nabi
Next
Kala Ibu Ikut Pengajian
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram