“Keberadaan ASEAN tak ayal hanya perpanjangan tangan negara kuat untuk mencengkeram negara lemah. Perbincangan politik lintas negara nyatanya justru tak mengubah apa pun. Sebab, sistem kapitalisme demokrasi tidak sama sekali memberikan solusi nyata atas konflik yang terjadi di belahan dunia mana pun, termasuk di Myanmar.”
Oleh. Nur Rahmawati, S.H.
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Hampir 3 tahun silam tepatnya di bulan Juni 2020, Myanmar telah dilanda krisis kemanusiaan. Hal ini terlihat dari banyaknya pengungsi Rohingya yang berdatangan ke negara lain melalui jalur laut, tak terkecuali Indonesia. Apalagi, usai junta militer melancarkan kudeta pada 1 Februari 2021, krisis politik dan kemanusiaan di Myanmar pun mencapai puncaknya.
Menanggapi persoalan tersebut, ASEAN melakukan rapat yang salah satu topik bahasannya guna membantu atasi krisis Myanmar. Namun, ada sejumlah laporan yang menyatakan bahwa anggota asosiasi tersebut tak satu suara dalam menyikapi persoalan di Myanmar. Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, menegaskan bahwa ASEAN satu suara dalam membantu penanganan konflik Myanmar, ketika menggelar pertemuan ASEAN Foreign Ministers' Retreat (AMM) di Gedung Sekretariat Jakarta. (cnnindonesia.com, 4/2/2023)
Sebagai tuan rumah sekaligus ketua ASEAN, Indonesia telah melakukan pendekatan terhadap Myanmar. Upaya ini disampaikan dalam pertemuan Dewan Koordinasi ASEAN ke-32 (ASEAN Coordinating Council /ACC) di Sekretariat ASEAN Jakarta pada Jumat (3/2). Pertemuan tersebut membahas lima poin konsensus, di antaranya kekerasan di Myanmar harus segera dihentikan, harus ada dialog konstruktif mencari solusi damai, ASEAN akan memfasilitasi mediasi, ASEAN akan memberi bantuan kemanusiaan melalui AHA Centre, dan akan ada utusan khusus ASEAN ke Myanmar (cnnindonesia.com, 4/2/2023). Persoalannya, apakah ASEAN mampu mengatasi konflik Myanmar?
Krisis HAM Myanmar
Krisis kemanusiaan yang terjadi di Myanmar hingga kini belum mampu diatasi, meski sudah banyak upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak seperti ASEAN. Mengapa hal ini bisa terjadi? Menjawab hal tersebut tentu perlu dipahami bahwa, adanya sekat semu yang bernama nasionalismelah yang menjadi salah satu penyebabnya.
Selain itu, bantuan yang selama ini diberikan negeri-negeri muslim, seperti melakukan mediasi dan bantuan domestik, sejatinya tidak menyelesaikan konflik. Sebab, dasar bantuan tersebut hanyalah asas kepentingan. Ketika konflik tersebut tidak menguntungkan, maka bantuan yang mereka berikan pun seolah setengah hati.
Lemahnya sekat nasionalisme yang lahir dari rahim sekularisme inilah momok nyata dan akar persoalan hampir di semua negara. Sehingga, ketidakberdayaan negara lain dalam membantu penyelesaian tuntas krisis HAM di Myanmar menjadi nyata adanya. Pun konsep nation-state (negara-bangsa) yang merupakan dasar pembentuk paham nasionalisme, menyebabkan setiap bangsa mengidentifikasi diri mereka hanya berdasarkan pada kesamaan sejarah, etnis, agama, budaya, bahasa, dan faktor pemersatu lainnya. Maka, tidak heran jika banyak kasus kemanusiaan dunia tidak mampu diatasi negara, meskipun dengan bantuan PBB.
Pun yang dilakukan ASEAN saat ini, bisa dibilang basa-basi demokrasi. Keberadaan ASEAN tak ayal hanya perpanjangan tangan negara kuat untuk mencengkeram negara lemah. Perbincangan politik lintas negara nyatanya justru tak mengubah apa pun. Sebab, sistem kapitalisme demokrasi tidak sama sekali memberikan solusi nyata atas konflik yang terjadi di belahan dunia mana pun, termasuk di Myanmar. Bahkan, dalam sistem ini akan selalu ada aktor negara yang mengangkangi suatu konflik di suatu negara.
Lantas, siapa yang paling dirugikan atas konflik Myanmar? Tentu kaum muslim yang paling menderita atas konflik militer. Seperti kita ketahui, kudeta militer di Myanmar bukan kali ini saja terjadi. Maka, pasti dampaknya merugikan dan mengabaikan kepentingan jutaan warga Myanmar. Sebab, masyarakat akan hidup di bawah bayang-bayang kekuasaan militer dengan rasa ketakutan dan kepedihan. Di tahun 1978 setelah kudeta terjadi, pemerintah militer saat itu melakukan pembebasan, pelunasan, dan pengusiran terhadap setengah juta warga muslim Myanmar. Sehingga, diperkirakan puluhan ribu orang di antaranya meninggal disebabkan kelaparan. (Mediaumat.id, 5/2/2021)
Ukhuwah Islamiah
Belenggu sistem sekularisme-kapitalisme yang melahirkan sekat nasionalisme inilah yang hingga kini menjerat leher-leher umat Muhammad saw.. Sehingga memandulkan kekuatan kaum muslimin. Keberadaan negara mayoritas muslim seperti halnya buih di lautan yang sama sekali tidak berpengaruh, bahkan hanya menjadi korban atas penindasan negara lain. Maka, Islam menawarkan solusi jitu persoalan kemanusiaan secara global, yaitu dengan ukhuwah islamiah yang menjadi perekat, pemersatu, sekaligus pengikat umat. Sehingga, akan kita dapati umat Muhammad saw. yang kuat sebagaimana sejarah emas peradaban Islam pernah terukir indah di bumi Allah ini.
Bersatunya umat Islam di seluruh penjuru negerilah yang akan membawa solusi, sekaligus menjadi titik tolak kebangkitan umat. Seharusnya, para pemimpin muslim bersatu dan menyatukan suara mengenai solusi atas penindasan dan krisis HAM secara global, termasuk di Myanmar saat ini. Persatuan yang diikat dengan pemikiran, perasaan, dan peraturan yang sama, di mana semua ini lahir dari akidah yang sama, yaitu akidah Islam. Sehingga, bantuan yang diberikan tidak lagi sebatas bantuan domestik. Lebih dari itu, bantuan militer yang diberikan dapat menghentikan kejahatan kemanusiaan dan HAM secara nyata. Semua ini, hanya bisa terjadi jika ukhuwah islamiah diterapkan.
Hanya dengan ikatan ukhuwah islamiah, keangkuhan nasionalisme yang menciptakan sekat bagi umat dapat tercabik-cabik dan porak-poranda. Ikatan ini bagaikan satu tubuh sebagaimana hadis Rasulullah saw., yang artinya:
"Perumpamaan kaum mukminin dalam hal kecintaan, rahmat, dan perasaan di antara mereka adalah bagai satu jasad. Kalau salah satu bagian darinya merintih kesakitan, maka seluruh bagian jasad akan ikut merasakannya dengan tidak bisa tidur dan demam.” (HR. Muslim No. 2586)
Persatuan ini tentu tidak akan terwujud, tanpa sebuah institusi negara yang berasaskan Islam dan menerapkan syariat Islam secara menyeluruh. Inilah solusi tuntas atas persoalan krisis kemanusiaan dan konflik HAM di belahan dunia yang terjadi saat ini, termasuk di Myanmar.
Wallahu'alam bishawab[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]